Si Kuntet Dan Si Gendut



Si Kuntet Dan Si Gendut
Hal yang paling gue benci dalam hidup adalah ketika gue harus berhadapan dengan cewek yang sok cantik, sok manis, sok imut, pokoknya banyak sok-sok-lah. Kenapa ? karena kalo gue ketemu cewek kayak gitu, gue jadi terlihat seperti orang paling jelek dan paling bego sedunia.
Dulu, sewaktu gue masih SMA, gue punya temen cewek namanya RATNASARI AYU, atau sering dipanggil Ayu. Dia temen sekelas gue sekaligus musuh gue sewaktu di SMA. Gue benci banget sama dia, setiap kita ketemu pasti berantem. Entah itu di coffe, sekolah, jalan, kantin, perpus, toilet, pokonya dimana kita ketemu, pasti kita berantem. Dari situ gue punya komitmen, jika setiap ketemu gue selalu berantem. Gue pastiin, saat ketemu di-neraka, gue bakalan terus berantem sama dia. Hanya satu kelebihan dia yaitu pada berat badannya. Ya, dia GENDUT.
Gara-gara ayu, gue jadi punya nama julukan (panggilan) yang lumayan membuat telinga gue pecah, saat ada orang yang mengucapkan julukan itu. Julukan gue adalah KUNTET, dan penggagas nama kuntet adalah ayu. Selamat buat ayu, karena sudah merubah nama gue sekaligus menghancurkan hidup gue.
Tapi, gue gak mau tingal diam, gue membalas ayu dengan memberikan nama julukan buat dia yaitu GENDUT. Ya, memang faktanya dia gendut, makannya gue kasih julukan dia gendut. Begitupun dia, kenapa dia ngasih julukan gue kuntet? Benar, itu karena memang gue Pendek alias Kuntet. Untung gue agak putih, kalo item kayak jalangkung gue.
Saat itu, SMA akan mengadakan camping disalah satu hutan di daerah gue LAMPUNG. Namanya hutan WAY ABUNG. Dimana didalamnya terdapat banyak tumbuhan langka dan dilindungi. ini merupakan program sekolah, karena selain berfungsi untuk liburan, kegiatan ini juga dimaksutkan agar murid-murid tau, tumbuhan apa yang hidup didalam hutan Way Abung, milik daerah sendiri.
Ke-esokan harinya, semua murid kelas tiga kumpul di halaman sekolah jam tujuh pagi, kami semua akan berangkat menuju hutan Way Abung untuk kemping disana selama tiga hari. Gue bawa peralatan secukupnya, seperti: handuk, sabun, baju, celana, selimut, dan yang gak bisa gue  tinggal adalah celana dalam. Gue gak mau bawa barang banyak-banyak, karena gue memang kempingnya dihutan, ngapain bawa barang banyak-banyak, bikin repot aja.
Di sebelah, gue lihat ditangan sebelah kanan ayu sedang menenteng boneka gorilla warna ping, syall yang melilit lehernya warna ping, bantal dan guling juga warna ping, dan yang paling bikin gue bingun adalah, ditangan sebelah kirinya ada koper yang sedang ia tarik. Mau kehutan apa mau ke bali?
Gue deketin ayu sambil senyum-senyum ngejek, tangan gue megangin dagu. ‘lo ngapain senyum-senyum? Gue cantik, ya?’ seru ayu, pede.
Gue kaget, mendengar kata-kata ayu.‘apah? Cantik? Lo bilang, lo cantik? Gak salah denger gue?’ kata gue, sambil deketin telinga gue dimulut ayu. ‘lo pikirr…?’ kata ayu, dengan muka jijik sambil badan geol-geol.
‘hahaa, lo bawa barang apa aja tuh, kok banyak banget?’ kata gue, sambil senyum-senyum ngeliatin ayu.
‘lo kepo banget sih? Bukannya bantuin, malah banyak nanya.’ Jawab ayu dengan muka jengkel.
‘apa? Gue bantuin lo? Ogahhh….! Mending gue dorong mobil daripada bantuin, elo!’ kata gue, kemudian pergi kemobil depan.
Dengan muka jengkel ayu mandangin gue yang sedang jalan menuju bus depan. ‘WOY KUNTET. GUE JUGA NAZIS, DIBANTUIN SAMA COWOK KAYAK LO.’ Seru ayu, sambil menendang kopernya. Bruukkkkk….. ‘aduh-aduh, koper gue.’ kata ayu, setelah dia nendang kopernya, sambil geret lagi kopernya dan dimasukan kedalam bus.
Dua jam perjalanan, akhirnya kami sampai di hutan way abung. Kami langsung keluar dan menikmati segarnya udara di hutan. Dengan pemandangan yang masih alami, hutan yang masih asri, serta suara-suara burung yang membuat suasana menjadi lebih indah. Beda banget dengan suasana dan udara di kota. Udara yang sudah tercampur dengan zat-zat bisa membuat paru-paru kita rusak. Serta bangunan-bangunan permanen yang tidak mempunyai saluran air, sehingga jika musim hujan akan menyebabkan banjir.
Gue mendirikan tenda dengan anggota kelompok gue: mufti, yanuar, amat, dan bambang. Dalam kelompok ini, gue yang dijadikan ketua, meskipun terlihat konyol. Tenda sudah berdiri kokoh semua, siap untuk digunakan. Hanya satu tenda yang belum jadi, bahkan mereka malah asik-asikan santai-santai sambil selfie-selfie. Ya, kelompoknya si Gendut ayu-lah, yang belum mendirikan tenda.
Dengan terpaksa gue harus membantu dia mendirikan tenda, tepatnya gue yang mendirikan dan dia yang jadi mandornya. ‘heh, Kuntet. yang kuat dong, jangan asal-asalan. Nanti kalo gak kuat, terus ada angin, terus tendanya terbang kebawa angin, terus gue kena hujan, gue sakit, kulit gue pucat, cantik gue ilang dong.’ Kata ayu, sambil terus mandorin gue sambil kipas-kipas.
Mendengar ayu yang terus nerocos, bikin gue jengkel, sampai lambung dan pangkreas gue ketuker. ‘heh Gendut. Bisa gak? Lo tutup mulut, duduk, diem, gak pakek komen. Lo itu Cuma bikin gue mual-mual. Kalo gak karena pak TITO yang nyuruh, gue gak bakalan mau bantuin, elo.’ Seru gue, sambil menancapkan pasak ditanah.
‘apa lo bilang? Gendut?’ seru ayu, dengan muka dongkol. ‘daripada elo, KUNTET. Denger, KUN-TE-T.’ Lanjut ayu, kemudian dia duduk dengan muka melencong.
hari kedua dihutan, kami mulai melakukan tujuan utama kamping. Yaitu mengetahui apa saja tumbuhan yang hidup dalam hutan ini. Kami masuk kedalam hutan dengan masing-masing kelompok. Gue satu kelompok dengan kelompoknya ayu. Kami menyisiri hutan, yang lumayan juram kontur tanahnya. Sehingga membuat ayu yang memang gendut, merengek kecapean. Dia mengeluh kakinya sakit, dan minta istirahat. Karena kaki dia sangat sakit.
Kami istirahat sebentar, dan gue memberikan ayu minum sambil dia duduk diatas batu. Dia terus merintih, dan gue membantu dia dengan memijat kakinya. Karena memang kakek gue tukang pijat, jadi sedikit-sedikit gue tau.
‘biar gue coba pijit kaki lo aja, biar gak sakit banget. Kebetulan gue  tau, kalo soal pijat memijat.’ Kata gue, sambil duduk didepan ayu dan megang kakinya.
Ayu diam saja sambil ngeliatin gue, dia meringis-ringis kesakitan. Gue pegang kakinya, dan gue pijit dibagian betisnya, sampai akhirnya gue menemukn urat yang membuat kakinya sakit. Saat gue pijat dibagian urat itu, seketika Ayu langsung teriak kesakitan. ‘AAAWWWW….. AAAWWWAAA… SAKIT TAUK. LO SENGAJA, YA? LO MAU NYAKITIN GUE, KAN? LO DENDAM KAN SAMA GUE?’ seru ayu, sambil dorong gue sampai terjatuh dan kepala gue terbentur batu, sebelum akhirnya gue pingsan.
Gue dibawa ke-tenda, dengan luka dikepala yang mengharuskan gue untuk istirahat. Gue hanya diam dan berbaring ditenda, dengan rasa sakit yang gue rasakan. Diluar, ayu merasa bersalah karena sudah mendorong gue, membuat gue pinsan dan sakit. Dia ingin sekali mintaa maaf dan bertanggung jawab atas perbuatannya, namun dia gengsi. Dia menganggap jika minta maaf, sama saja menjatuhkan martabat dia.
Dua jam dia merenung di bawah pohon pinus. Teman-temannya menyuruh ayu untuk minta maaf, dan bertanggung jawab. ‘lo apa susahnya sih, minta maaf? Dan lo tanggung jawab.’ Seru milda, yang berdiri disamping ayu.
‘iya, apa susahnya sih? Sugi kan sudah membantu lo. Dia ngobatin kaki elo, malah lo dorong sampai bentur batu kepalanya.’ Tambah arin, dengan muka sedikit jengkel.
Ditekan teman-temannya, ayu jadi tambah merasa bersalah, dia pergi untuk menyendiri. Dikesendiriannya, dia merenung dan akhirnya diam-diam dia masuk ke-tenda gue. saat gue sedang tidur, ayu masuk diam-diam. Ayu duduk disamping gue, dengan muka sedih, apalagi melihat perban dikepala gue. dia mengambil air, dan dia membersihkan muka gue dengan kain yang sudah dibasahi air.
Saat gue membuka mata dan disamping gue ada ayu, gue kaget banget. Apalagi gue melihat dia sedang meracik makanan. Gue diam-diam memprhatikan ayu yang sedang meracik makanan. Saat ayu sedang meracik, gue melihat ada sesuatu yang berbeda sama dia. Dia terlihat lebih baik, dewasa, cekatan, dan perhatian. Beda dengan ayu yang selama ini sudah gue kenal. “itu anak,beda banget. Coba kalo setiap hari dia kayak gini, gue pasti bisa jatuh cinta sama dia.” Kata gue dalam hati.
Gak lama kemudian, dia mendekati gue sambil membawa piring yang berisi bubur. Dia membalikan badan, dan dia langsung kaget, karena melihat gue yang sudah bangun.dia berdiri terdian, dengan mulut menganga, mata melotot. Gue melihat dia sambil senyum kemudian berkata. ‘sudah, gak usah malu-malu. Gue sudah maafin elo kok.’
Dia mendekat ke gue, dan duduk disamping gue. ‘gue minta maaf ya? Gue gak ada maksut buat nyakitin elo, kok. Beneran! Sumpah!’ kata dia dengan muka memelas.
Gue hanya tersenyum sambil manggut-manggut. Melihat gue sudah memafkankan ayu. Dia langsung tersenyum manis, senyum yang gak pernag gue lihat selama ini. ‘Ternyata dia cantik juga kalo lagi senyum.’ Kata gue dalam hati. Begitupun ayu, dalam hati dia memuji. ‘ternyata, sugi cantik juga kalo tersenyum dan lagi diem.’ Sambil ayu senyum-senyum. Gue langsung manja, gue minta disuapin bubur, gue minta dipijitin, gue minta diambilin obat, kami becanda-bercanda. Sesekali dia nyolek luka gue, sambil ngejek membuat kita tertawa lebar. Masalah yang pernah kami alami selama ini, hilang bagai debu yang terbawa angina.
Ayu terus merawat gue dengan baik, kami semakin dekat. Tidak adalagi keributan-keributan diantara kami. Yang ada hanyalah canda dan tawa yang selalu menghiasi hari-hari gue selama sakit. Benih-benih cinta mulai tumbuh diantara kami, kami mulai saling memuji dan melupakan kekurangan-kekurangan kami.
Tiga hari sudah kami berada dihutan, berati ini waktunya untuk pulang. Gue sedih sebenarnya, gue gak tau. Apakah di-sekolah gue bisa sedekat ini dengan ayu, apakah dia akan tetap seperti ini atau bakalan berubah lagi. itu yang membuat gue sedih.begitupun ayu, dia juga berfikiran seperti itu. Dia merasa sedih, karena dengan gue dia merasakan kenyamanan dan keceriaan.
Karena gue gak mau ayu berubah. Sebelum kami masuk bus dan pulang, gue membawa ayu kesebuah pohon yang ayu gunakan saat ia merenung. Gie menarik tangannya, dan gue membawanya ke bawah pohon pinus. Disana gue menyatakan perasaan gue terhadapnya, gue bilang ke-dia, kalo gue cinta sama dia. Dan gue mau dia jadi pacar gue untuk saat ini dan selamanya. Sebelum dia menjawan, dia bertanya ke gue, alasan gue cinta sama dia.
‘lo yakin ? apa alasan lo bisa cinta sama gue ? kan gue sudah sering banget nyakitin elo, gue juga bikin lo celaka.’ kata dengan muka berseri-seri.
Gue megang kedua tangannya, dan mengangkat sejajar dengan mata gue dan berkata.’emang cinta butuh alasan ? cinta tidak membutuhkan alasan, karena cinta tidak terlihat, namun bisa dirasakan.’ Sambil gue manatap matanya, yang tengah berseri-seri. ‘cinta itu tidak memandang masalalu-nya, cinta hanya memandang masadepan. Bagi cinta, masalalu itu story, tapi masadepanlah yang tujuan utamanya.’ Lanjut gue.
Kemudian ayu menggangguk sambil tersenyum. ‘iya, aku mau jadi pacar kamu.’ Kata ayu lirih.
Gue pura-pura gak denger, kemudian menyuruh dia untuk mengulang kata-kata itu. ‘apa ? kamu ngomong apa ? aku gak denger, bisa diulang ?’
‘AKUUU… CIN-TAA.. KAMUUUU… JUGA !’ kata ayu dengan teriakannya, kemudian kami pelukan. Membuat teman-teman yang ternyata sudah ngintipin kami sejak pertama nyorakin kami. Dan akhirnya kami pulang. Julukan KUNTET DAN GENDUT, kami jadikan sebagai panggilan sayang, yang akan selalu mengingat kisah kasih saat sebelum pacaran. Itu yang membuat kami selalu romantis dan gak pernah berantem seperti pasangan-pasangan lainnya, dan itu juga yang membuat kami unik. Kami beda dengan yang lain.
Cinta itu tidak tau kapan datangnya. Cinta juuga tidak memandang, siapa yang akan kita cintai. tapi yang pasti, cinta itu indah, cinta itu satu. cinta bisa menyatukan dua orang yang tadinya saling membenci, bahkan setiap ketemu pasti berantem, namun dengan cinta. Dua orang ini bisa saling menyayangi dan mengasihi. Tidak adalagi kebencian diantara mereka, cinta juga mendewasakan pikiran mereka.

Komentar

Postingan Populer