cerita anak beruntung
Dapatkah Waktu?
Satu hari berlalu aku menerima kabar jika bapak sudah
bisa jalan seperti biasa. Aku cukup senang mendengarnya, aku juga berharap
semoga bapak diberi kesehatan. Dan bisa melakukan aktivitasnya seperti
biasanya.
Namun, sekarang masalahnya ada pada diriku sendiri. aku
ingat baget saat-saat aku gak punya uang, saat aku gak punya pekerjaan, saat
aku jauh dari orang tua, dan saat aku
mulai putus asa. Aku tidak punya apa-apa, aku tidak punya pekerjaan, aku juga
sudah tidak punya lagi harapan untuk kuliah tahun ini. Semua serasa musnah dari
hidupku, yang aku bisa hanya berdoa memohon kepada sang maha kuasa agar
memberikanku ketabahan dalam menjalani hidup ini.
Untuk menyambung hidup. Aku ikut bantu-bantu suaminya
mbak ani yaitu mang Ajat. Aku membantu mengambil limbah dari pabrik ke pabrik.
Meskipun panas dan kotor, aku tidak perduli, yang aku pikirkan yang penting
bisa makan.
‘sayang? Kamu apa kabar?’ tiba-tiba lina sms saat aku
sedang menaikan limbah ke dalam bak mobil. Bahagianya hatiku saat itu menerima
sms dari lina. Lalu aku buru-buru balas sms lina, karena aku gak mau lina
kelamaan nunggu balasan sms dariku.
‘aku baik-baik aja sayang. Kamu sendiri gimana?’ tanyaku
balik.
‘aku baik kok. Oya, aku mau cerita sama kamu. Sekarang
aku udah di jogja, doain aku ya, semoga lancar, terus bisa keterima.’ Aku
merasa iri. ‘kamu kapan? Sebentar lagi pendaftaran udah di tutup, lo.’ Tambah
lina, aku semakin sedih.
Ingin rasanya saat itu juga aku bilang ke lina. Jika aku
gak bakalan bisa kuliah, aku juga gak bakalan bisa jadi orang sukses, aku gak
bakalan bisa bahagiain dia seperti apa yang telah kita khayalkan dulu. Namun,
aku tidak sanggup untuk berkata jujur terhadap lina. Aku takut. Aku takut
kehilangan lina jika harus jujur. Aku takut, setelah aku menceritakan semuanya,
lina akan menjauh dariku dan pergi meninggalkanku seperti suci meninggalkanku.
‘iya sayang. Doain aku, ya? Semoga aku bisa nyusul kamu.’
Jawabku dengan smailis senyum, padahal dalam hati sangat sedih banget.
‘ed, kunaon atuh?’ seru maang ajat dengan buku catatan
ditangannya.
‘gak-pa-pa, mang.’ Aku kembali melanjutkan pekerjaanku.
Setelah pekerjaan selesai, aku langsung pulang ke kosan.
Dengan muka sedikit murung aku jalan perlahan melewati gang-gang kecil kampung
gempol, serta anak-anak kecil yang berlarian dengan cerianya, dan ibu-ibu yang
sedang astik memanen uban di teras rumah.
‘baru pulang, jang?’ sapa ibu-ibu dengan bahasa sunda.
Jang yang artinya Nak.
‘muhun, bu.’ Jawabku sambil menundukan kepala.
Kemudian aku masuk kedalam kamar. Aku langsung merebakan
badanku yang sangat lelah itu ke atas kasur tipis, yang baunya sudaah tidak
enak lagi. Sedangkan diluar, ibu-ibu membiacarakan aku sambil terus panen uban.
‘karunya pisan, nyak, si edi. Sudah mau kuliah, malah gak
jadi.’
‘he’eh. Karunya pisan. Amun abdi loba duit mah, abdi
bayarin.’ Tambah ibu-ibu yang lain.
‘hahhh... amun maneh loba duit, mah, lupa daratan, Jubaidah!’
seru ibu-ibu dari belakang. Kemudian yang lain hanya tertawa mendengarnya.
Gak lama kemudian mbak ani lewat. Mbak ani baru saja
pulang dari warungnya ‘eh, mbak ani.’
Kata ibu jubaidah. ‘darimana, atuh?’ tanyanya.
‘dari warung ibu-ibu.’ Jawab mbak ani senyum.
‘eh mbak. Eta si edi kunaon? Mani mukanya murung kitu.
Karunya pisan abdi mah, coba di hibur atuh mbah ani. Bisi nekat kitu, siga anu
di tipi-tipi.’
‘hus, ibu. Ulah ngomong kitu atuh, pamali!’ kata mbak
ani. Sedangkan ibu-ibu yang lain manggut-manggut, membenarkan kata mbak ani.
Malam sebelum lina akan melaksanakan tes di UGM, dia
nelvon aku. Dia meminta doa dan dukungan dari aku. Dia juga gak lupa mendoakan
aku agar bisa cepat nyusulin dia ke jogja. Aku gak tau apa yang harus aku
katakan ke lina, yang jelas, lidah dan mulutku sulit untuk digerakan. Air mata
menderai dari mata melintasi pipi yang semakin kusam diterpa panasnya matahari
dan kasarnya debu limbah pabrik.
Pagi itu, lina akan mengikuti tes. Dia sudaah berada di
gedung balairoom UGM dengan teman-teman yang juga akan melakukan tes disana.
Dia duduk dibawah sebuah pohon dekat dengan perpustakaan, belakang balairoom.
10 menit menjelangtes, lina menyampatkan untuk sms aku, sekali lagi dia minta
dia agar dilancarkan dalam tesnya, dia ngerasa kurang pede, karena disana
banyak sekali anak sebaya dia yang jugaa akan mengikuti tes.
Sedangkan aku, yang tengah bergumul dengan kardus-kardus
limbah yang sudah tidak terpakai, hanya bisa berdoa dalam hatoi untuk
kelancaran lina. Andai saja aku bisa berada disana meneani lina, pasti dia akan
tambah semangat dan semakin pede. Gak lama kemudian lina mengeluarkan sebuah botol
berukuran lima senti yang di dlamnya berisi kapsul warna putih, lalu lina mengambil
satu kapsul dan menelannya dibarengi dengan menenggak setenggak air aqua untuk
membantu mendorong kapsul tersebut kedalam perutnya.
‘pah. Semoga lina gak apa-apa, ya?’ kata mamanya sambil
duduk didekat balairoom, menyaksikan lina masuk kedalam ruangan tes.
‘pasti mah, kan lina kuat. Papah yakin dia gak akan
kenapa-napa.’ Papanya lina sambil tersenyum. Sesekali lina menoleh kearah papah
dan mamahnya sambil tersenyum.
Setelah kardus-kardus dimasukan kedalam mobil, maka siap
di kirim ke pengepul yang ada di daerah CILEUNYI untuk kemudian di daur ulang.
Aku duduk di bak belakang mobil, sedangkan mang ajat dan satu sopirnya duduk di
depan. Panas matahari menembus pori-pori-ku siaang itu. Kaos hitam dekil, serta
topi bulat dan celana panjang tak mampu menahan panasnya ciptan Allah yaitu
Matahari.
Siang itu matahari sangat terik sekali, membuat aku
lemas, dan merasa haus terus. Aku berharap siang itu turun hujan, agar badanku
yang lemes bisa semangat lagi. Akibat sinar matahari yang sangat panas, dan kondisi
badan yang memang sedang tidak sehat, membuat kepalaku pusing, serta mata yang
berkunang-kunang.
Di UGM, lina berhasil mengikuti tes dengan lancar. Dia
sudah keluar dari ruang tes, dia berpelukan dengan keuda orang tuanya. Rauk
wajah bahagia pun terpanjar dari mamah dan papahnya lina, mereka sangat bangga
dengan putri semata wayangnya itu. Setelah selesai, mereka langsung menuju
rumah makan.
‘pak, nasi ayam ya, tiga.’ Papahnya pesen. Sedangkan lina
menelvon ke nomor hapeku, namun gagal terus, karena memang hapeku batreinya
habis. Lina ingin sekali memberitahuku jika dia telah sukses mengikuti tes, dan
dia juga ingin cerita kalo dia diterima di UGM fakultas KEDOKTERAN. Namun
beberapa kali dia menghubungi aku, tetep gak bisa-bisa. Papah dan mamahnya lina
hanya melihat lina dengan rasa bingung, karena muka lina yang tiba-tiba
ditekuk.
‘pah, lina kenapa?’ mamah membisiki bapak.
‘papah juga gak tau, mah. Mungkin ada masalah?’
Mamah hanya manggut-manggut.
Gak lama kemudian pesanan mereka datang. ‘ayo sayang,
dimakan nasinya.’ Perintah mamah ke lina. Lina hanya memandang mamah dengan
tatapan dingin, lalu mereka bertiga makan dengan lahap.
Sedangkan aku, yang tengah sibuk bekerja, tenagaku
semakin berkurang. Rasa pusing dikepala cukup untuk membuat aku keleyengan.
Ingin sekali rasanya aku bilang ke mang ajat dan ijin untuk pulang, namun aku
gak enak karena mang ajat gak ada karyawan lain. Karyawan yang biasanya ijin
dari pagi karena ada keperluan keluarga.
Saat aku hendak naik ke atas bak mobil untuk mengambil
tali, tiba-tiba kaki pijakan aku terpeleset, sehingga aku harus terjatuh dari
atas mobil, lalu kepalaku terbentur ketanah dan aku langsung pingsan.
Mang ajat yang melihat aku tergeletak ditanah, dia
langsung lari dan membawaku kerumah sakit. ‘Astafituwlahh.... ‘ mang ajat lari
mendekati aku. ‘Edi..? Edi..? Ed...’ mang ajat mencoba membangunkanku dengan
mengoya-goyakan badanku.
Lalu aku dibawa kerumah sakit. Semua keluarga mang ajat
panik, mereka khawatir aku kenapa-napa. Mbak ani, yang sangat sayang dengan
aku, ia tak henti-hentinya berdoa untuk kesembuhanku. Aku terbaring di ranjang
rumah sakit tanpa daya.
Satu hari di dalam rumah sakit, membuat aku tidak pernah
membuka hape. Beberapa kali lina menelvon dan sms aku namun tak aku jawab. Ya,
karena aku sedang di rumah sakit dan hape dalam kondisi mati.
Dalam perjalan pulangnya menuju bandung, lina terus saja
cemberut. Dia kecewa dengan aku yang seharian gak ngasih kabar kepada dia. Dia
juga mencoba menghubungi namun gak bisa-bisa. Dia juga menaruh rasa khawatir,
dia takut aku kenapa-napa. Namun, dia juga kecewa karena aku gak ada kabar.
‘sayang, kaamu kenapa si, kok mamah perhatikan dari
semalam manyun terus? Kamu ada masalah?’ kata mamahnya. Papah hanya
manggut-manggut membenarkan mamah.
‘lina gak papa kok, mah. Mungkin lina Cuma kecapean aja.’
Jawab lina.
‘kalo misalnya ada masalah, cerita saja sama mamah. Siapa
tau, mamah bisa bantu.’
‘iya, mah.’
Dokter bilang, jika kepalaku mengalami sedikit masalah
akibat benturan yang cukup keras. Kata dokter aku mengalami Amnesia Ringan.
Dokter bilang, aku akan lupa dengan sebagian masaluku, atau hal-hal yang pernah
aku rasakan sebelumnya. Aku tidak tau, tapi yang jelas aku terbaring dirumah
sakit, dengan perban dikepala, jarum inpus di urat nadiku, serta leher yang
sangat kaku aku rasakan.
Dokter juga bilang ke mbak ani. Mungkin aku butuh waktu
satu minggu untuk bisa keluar dari rumah sakit. Karena ku harus mengikuti
beberapa pemeriksakan untuk memastikan tidak ada masalah lain dalam kepalaku.
Sudah satu minggu lina menghubungi aku namun tak bisa.
Dia menganggap jika aku meninggalkan dia, dia juga menganggap jika aku sama
dengan laki-laki lain, yang akan pergi begitu saja jika sudah merasa bosan.
Padahal dia mau pamit, jika besok dia akan berangkat lai ke jogja untuk
mengikuti OSPEK.
Satu minggu berada dirumah sakit, membuat aku merasa
bosan berada dalam ranjang putih dengan bau obat yang membuat hidungku
tersumbat. Aku keluar, untuk mencari udara segar. Saat aku jalan menyisiri
koridor, aku bertemu dengan pak ridwan. Beliau membawa sebuah plastik putih
yang didalamnya berisi obat-obatan yang aku juga belum tau itu obat buat siapa.
Aku langsung menghampiri beliu.
‘pak ridwan?’ kataku dri belakang.
Pak ridwan menoleh ‘kamu. Kamu ngapain disini? Kok kepala
kamu diperban?’ tanyanya.
‘iya pak, habis kecelakaan.’ Jawabku nyengir. ‘kok kita
ketemunya serba kebetulan, ya?’ kataku.
Lalu kami berdua duduk di bangku taman. Aku tanya ke pak
ridwan, obat apa yang tengah ia bawa itu. Lalu beliu menjelaskan, bahwaa obat
itu: itu adalah obat kanker untuk putry semata wayangnya. Sejak umur 10 tahun
putrinya sudah menderita saakit kanker. Itu adalah putri satu-satunya dan anak
satu-satunya yang dimiliki pak ridwan. Istrinya sudah tidak bisa hamil lagi.
Pak ridwan juga cerita, jika putrinya akan kuliah di
jogja dan akan ngambil jurusan kedokteran. Saat aku mendengar jika putrinya
kuliah di jogja, langsung aku teringat kepada lina.
‘anak bapak kuliah di universitas mana?’ tanyaku.
‘di UGM.’
‘apa?’ aku kaget. ‘kamu kenapa? Kok kaget gitu?’ tanya
pak ridwan.
‘egak pak. Aku Cuma inget aja sama pacar saya yang juga
akan kuliah di ugm, dan sama, ngambil jurusan kedokteran juga.’ Kataku liri.
‘tapi-....???’ aku lemes.
‘tapi kenapa?’ tanya pak ridwan penasaran. ‘tapi kami
sudah satu minggu ini gak ada komunikasi. Gara-gara hape saya mati dan ditambah
lagi saya masuk rumah sakit. Jadi gak pernah kontak lagi.’
‘dia tau, kalo kamu masuk rumah sakit?’ tanya pak ridwan.
Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
Lalu aku menceritakan semuanya. Dari mulai aku ketemu
dengan perempuan yang sangat baik dan yang sangat aku cintai, dari aku pusing
sampai jatuh dari atas mobil dan dari aku menabung dikit demi sedikit sampai
harus Allah menunda keinginanku untuk kuliah.
Aku juga cerita kepada pak ridwan, jika aku sudah sangat
siap saat itu untuk mengikuti tes. Namun, karena Allah belum mengijinkanku
untuk kuliah, sehingga beliau memberikan cobaan yang mengharuskan aku untuk
menggunakan uang tabunganku untuk hal yang lebih penting lagi.
Mendengar ceritaku, pak ridwan merasa sangat simpati.
Karena sudah terlalu lamaa ngobrol, akhirnya pak ridwan pamit pulang, karena
beliu harus mengantarkan anaknya ke bandara besok pagi. Jadi, beliau harus
mempersiapkan semua kebutuhan untuk putri semata wayangnya itu.
Ke-seokan harinya, aku sudah boleh pulang dari rumah
sakit. Seiring kepergian lina ke jogja, aku juga keluar dari rumah sakit.
Bahagia rasanya bisa keluar dari rumah sakit, meskipun masih tersisa sedikit
pusing, namun itu bukan masalah. Yang terpenting saat ini aku harus menghubungi
lina, dan menceritakan apa yang telah terjadi seminggu belakangan ini sehingga
aku gak ada kabar. Aku juga mau bilang jika aku gak jadi kuliah di jogja.
Begitu sampai kosan, aku langsung ngecas hape lalu aku
hidupkan. Lina yang sedang berada di dalam burung besi yaitu pesawat merasa
sangat kecewa terhadapku. Dia akan melupakan aku, dia tidak akan perna lagi
mengharapkan aku lagi, dia juga tidak akan pernah percaya lagi dengan
laki-laki.
Di kosan, aku masih terus mencoba menghubungi lina namun
gagal terus. Nomornya sudah tidak aktif lagi, sms pun tidak ada balasan. Aku
terus saja mencoba masih sama “gagal” ya, karena lina di dalam pesawat jadi
hapenya di nonaktifkan.
Dengan perasaan sedih, aku masih terus saja menghubungi
lina. Namun, semakin banyak aku mencoba dan gagal. Semakin membuat hatiku
sedih, membuat aku sakit, membuat aku kecewa. Saat itu, aku juga berpikiran;
jika lina pasti meninggalkan aku, pasti dia malu punya pacar miskin seperti
aku, apalagi dia anak kedokteran. Akhirnya aku memutuskan untuk merelakan lina
pergi meninggalkan aku seperti suci meninggalkan aku demi laki-laki lain.
Dua hari mengikuti ospek, kesehatan lina mulai terganggu.
Beberapa kali dia harus ijin kebelakang untuk istirahat karena kepalanya sanga
sakit saat dia harus kecapean. Fisik dia sangat lemah, semakin dia banyak
berdiri, maka semakin cepat pula tenaga dia habis.
‘kamu kenapa, lin?’ tanya siti, teman satu fakultasnya.
Lina masih terus megangin kepalanya, ‘aku gak papa kok.’
Masih meringis kesakitan.
‘beneran?’
Lina mengangguk.
‘kamu istirahat dulu aja. Aku ijinin sama seniornya, yo?’
kata siti.
Lalu tiba-tiba lina jatuh pingsan. Siti yang berada di
samping lna langsung panik, dia teriak-teriak minta tolong.
‘TOLONG... TOLOONG.... ‘ siti terus teriak. Lalu kakak seniornya
datang menghampiri mereka.
‘kak, cepat tolong dia kak. Dia lagi sakit kak!’ siti
panik.
‘iya, iya. Cepat kamu pergi ke UKS lalu minta ambulan
untuk membawanya kerumah sakit.’ Perintah seniornya kepada siti.
Seketika lalu siti lari ke kantor UKS untuk minta
ambulan. Orang tuanya lina langsung berangkat ke jogja setelah mendengar
putrinya masuk ke rumah sakit. Suci di
rawat di rumah sakit yang sangat dekat dengan UGM yaiutu rumah sakit DR.
Sarjito yang letaknya tepat disamping fakultas kedokteran UGM.
Begitu sampai di rumah sakit. Papah dan mamahnya langsung
mencoba untuk masuk keruang i-cu, namun suster melarangnya karena dokter sedang
meriksa lina. Siti yang sangat ketakutan mendekati kedua orang tua lina dan
memberikan tasnya lina.
‘maaf, pak. Saya siti, saya temennya lina. Saya mau
memberikan tasnya lina.’ Siti memberikan tasnya ke papahnya.
Lalu papahnya lina langsung mengambil tas itu. Dan saat
tas itu tengah di pegang, tiba-tiba dompetnya lina terjatuh dari dalam tas.
Melihat dompet putrinya jatuh, mamah langsung mengambilnya. Dan secara tidak
sengaja mamah melihat di dalam dompet da foto lina dengan laki-laki yaitu Aku
yang tengah asyik makan es krim di taman.
‘pah?’ kata mamah sambil memandangi foto itu.
‘kenapa, mah?’ tanya papah. ‘liat ini pah.’ Mamah
menunjukan fotonya ke papah.
‘ini pasti laki-laki yang sudah membuat lina sakit hati, pasti dia yang sudah
membuat lina cemberut terus, pasti dia yang sudah membuat putri kita sakit,
pah!’ seru mamah, marah saat melihat fotoku.
‘bukan mah. Mamah salah.’ Papa lirih. ‘SALAH GIMANA, PAH?
JELAS-JELAS LINA SERING SEDIH, NANGIS SELAMA SEMINGGU TERAKHIR INI! KENAPA
PAPAH MEMBELA LAKI-LAKI YANG SUDAH MEMBUAT ANAK KITA SAKIT!’ mamah semakin
meledak-ledak, karena mengira papah membelaku.
‘bukan mah. Papah kenal dengan laki-laki itu. Papah malah
sangat kebal degannya, papah juga tau latar belakang dia dan bagaimana
kepribadian dia. Papah kemarin baru saja bertemu dengan dia di rumah sakit saat
membeli obat untuk lina. Papak ngobrol dengan dia, dan dia cerita kalo dia
seminggu yang lalu mengalami kecalakaan dan sempat amneia ringan. Waktu papah
ketemu saja tangannya masih di inpus, serta kepalanya masih di perban.’ Papah
menjelaskan.
‘ALAH, PALING ITU AKAL-AKALAN DIA SAJA.’ Mamah masih gak
percaya.
‘dia juga cerita kepada papah. Dia ingin sekali
menghubungi lina, namun karena hapenya mati, jadi dia gak bisa. Selama di rumah
sakit yang dia fikirkan hanya lina, dalam kondisinya yang sedang amnesia pun
dia masih ingat dengan lina. Dia sangat sayang dengaan lina, dia tulus, bahkan
papah juga kagum dengan dia atas usahanya demi kuliah.’
‘alah, mungkin karena dia tau kalo papah adalah papahnya
lina.’ Mamah masih marah.
‘egak mah. Dia tidak tau kalo papah ini ternyata papahnya
lina. Dia juga tidak tau, kalo ternyata lina menderita penyakit kanker. Papah
akan membuat kejutan untuk lina dan pria tangguh itu.’ Kata papah mantap.
Mamah hanya terdiam.
Saat aku sedang istirahat di kamar. Tiba-tiba datang dua
orang berdasi yang meminta aku untuk siap-siap. Mereka menyuruhku untuk
memasukan semua pakaianku kedalam koper.
‘tapi kita mau kemana? Tanyaku bingung. ‘kan saya gak
kenal dengan kalian?’ lanjutku.
‘kita akan ke jogja sore ini juga.’
‘APA? JOGJA?!’ aku kaget. ‘ngapain, emang kalian siapa
se-enaknya bawa orang?!
Akhirnya aku berangkat ke jogja menggunakan pesawat.
Setelah sampai di jogja aku dibawa ke hotel, dan disanalah aku tidur. Dengan
perasaan masih bingung, hati yang takut aku disuruh makan dengan menu makan
yang tidak seperti biasa. Jika di kosan aku hanya makan dengan gorengan, di
hotel aku disugui makan dengan berbagai lauk, tinggal pilih mana yang aku suka.
Saat itu aku tidak tau, apa yang menyebabkan aku berada di jogja. Yang jelas,
saat itu aku seperti mimpi. Aku nginap di hotel GRAND AMBARUKMO yang sangat mewah
dan tepat di sampingnya berdiri mewah AMBARUKMO PLAZA.
Pagi itu, aku dijemput oleh kedua orang yang berdasi,
yang kemarin membawaku ke jogja. Aku masih saja bingung. Aku masuk kedalam
mobil dan aku dibawa ke sebuah universitas yang sangat besar. Terlihat dari
halamannya yang sangat luas sekali.
‘kita ngapain kesini?’ tanyaku masih bingung.
‘sudah. Kamu masuk saja lalu ikut tes, setelah selesai
kamu ikut kami. Kami akan membawamu kepada seseorang yang telah membawamu
kemari.’
‘TES? TES APA?’ aku semakin bingung.
‘tes untuk masuk kuliah di universitas ini.’
‘APA? Berati saya kuliah?’ aku kaget setengah bahagia.
‘iya.’ Jawab laki-laki itu. ‘emang ini universitas apa?’
tanyaku.
‘Ini Universitas Gajah Mada (UGM).’
‘apa? Ini gak mimpi kan? Ini beneran kan?’ aku histeris.
Kedua orang itu hanya tersenyum.
Lalu aku mengikuti tes dengan berbagai macam anak yang
yang juga akan mengikuti tes tentunya dari elemen yang berbeda. Setelah soal
dibagikan, aku tidak mendapat kesulitan untuk menjawabnya karena aku memang sudah
sangat siap. Aku sudah mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari sebelum tes
dilaksanakan.
Sedangkat di rumah sakit, lina sudah siuman. Papah dan
Mamahnya pun sudah bisa ngobrol dikit-dikit dengan lina. Namun, masih sama,
lina masih memasang muka murung. Dia sangat mengharapkan aku berada
disampingnya saat itu.
‘sayang, gimana keadaan kamu?’ tanya mamanya.
‘sudah agak mendingan, maah.’ Jawabnya lemes.
‘pah, mah, aku mau pulang aja, aku udah gak betah dirumah
sakit.’ Lina tiba-tiba.
‘sayang... dengerin mamah. Kamu itu baru sembuh, harus
banyak istirahat. Sabar dulu dong.’
‘tapi ma-....’ belum selesai lina ngomong papahnya sudah
memotong. ‘bener kata mamah kamu. Kamu harus banyak istirahat.’
Lina hanya terdiam dan membuang muka.
Tes berjalan dengan lancar. Semua soal aku jawab dengan
penuh keyaakinan. Dan hal yang paling penting adalah aku diterima di
Universitas Gajah Mada Di Fakultas Ekonomi. Fakultas yang selama ini aku
idam-idamkan. Namun, sampai aku keluar dari ruangan tes. Aku masih belum
percayaa jika aku diterima di UGM, bahkan aku juga gak percaya jika aku di
jogja. Namun, setelah beberapa kali aku tampar pipiku sendiri dan rasanya
sakit, semakin membuktikan jika aku memang tidak mimpi.
‘ayo ikut kami.’ Kata dua orang berdasi itu sambil
membukakan pintu mobil. Hari itu, aku serasa menjadi bos. Semua keperluan dan
kebutuhan aku sudah ada yang menyiapkan. Bahkan masuk mobil sajapintunya ada
yang membukakan.
‘kita mau kemana lagi?’ tanyaku duduk dibangku belakang.
‘sudah, ikut kami saja.’
Aku gak perduli mereka mau membawaku kemana, namun yang
jelas aku sangat bahagia sekali karena sudah diterima di UGM. Dengan begitu,
aku sudah menjadi mahasiswa UGM dan aku akan kuliah. Gak perduli siapa yang
telah membuat aku bisa kuliah, yang jelas aku akan berbuat apa saja sebagai
anda terimakasihku karena sudah membantuku untuk bisa kuliah.
Sekitar lima menit perjalan, akhirnya kami tiba di sebuah
rumah sakit. Aku semakin gak paham, kejutan apalagi yang akan aku dapat. Kenapa
di rumah sakit? Pikirku bingung. Aku turun dari mobil dan aku membaca nama
rumah sakit itu yang berada di depan air mancur. Nama rumah sakit itu adalah
Rumah Sakit DR. SARJITO.
Aku dibawa masuk ke dalam. Aku ingat sekalai, saat itu
aku dibawa masuk di dalam kamar dengan nomor 15. Ruangan demi ruangan aku
lewati dengan rasa masih kebingungan sampai akhirnya aku sampai di kamar nomor
15. Disanalah aku masuk. Di dalam, aku melihat ada Pak Ridwan dan Istrinya
serta ada satu perempuan yang tengah tidur di ranjang dengan muka membelakangi
kami.
‘loh, bapak? Kok disini?’
aku kaget.
Pak ridwan dan istrinya hanya tersenyum. Kemudian aku
melihat perempuan yang sedang berbaring diranjang, sepeti aku mengenaliya. Aku
mendekat, aku memastikan jika apa yang aku pikirkan itu salah. Baru dua langkah
aku jalan, perempuan itu enoleh ke-arahku. Rasa kaget dan perasaan bahagia aku
rasakan siang itu. Aku tidak percaya, jika akhirnya aku bisa bertemu lagi
dengan lina.
Ternyata, orang yang selama ini aku kenal, orang yang
selama ini bersedia mendengarkan keluhanku, orang yang selama ini memberi
motivasi terhadapku tidak lain adalah papahnya Lina, perempuan yang sangat aku
cintai. Lina adalah putri satu-satunya pak ridwan yang pernah ia critakan
kepadaku.
Rasa kangen berat membuat aku lupa, sehingga aku langsung
saja memeluk lina dengan eratnya. Dalam pelukan aku berkata, ‘maafkan aku
sayang. Aku bukannya mau meninggalkan kamu, tapi selama seminggu yang lalu aku
kecalakaan dan aku masuk rumah sakit. Dirumah sakit orang yang ada di pikiranku
hanya kamu, gak ada yang lain lagi. Ingin rasanya aku menghubungi kamu, tapi
hapeku mati, dan saat aku pulang dari rumah sakit, aku langsung menghubungi
kamu, namun gak bisa, nomor kamu gak aktif. Sekali lagi aku minta maaf.’ Air
mata bahagia keluar dari mataku.
‘aku juga minta maaf. Aku sudah berfikiran yang egak-egak
tentang kamu. Ternyata kamu pria yang baik, gak salah aku memilih kamu jadi
cowokku. Aku sayang kamu.’ Lina mencium pipiku.
Suasana menjadi haru. Kebahagiaanku berlipat ganda siang
itu, aku tidak bisa mengucapkannya dengan kata-kata, namun yang pasti itu
adalah rencana tuhan. Rencana tuhan pasti lebih indah dari yang kita inginkan. Tuhan
pasti mempersiapkan kejutan yang paling indah dibalik cobaan yang telah
diberikan kepada hambanya. Aku adalah orang yang sangat percaya dengan semua
itu.
Akhirnya, di hari yang ke 176 perjuanganku demi bisa
kuliah di YOGYAKARTA dapat terwujud. Bukan itu saja, tuhan juga memberikan aku
bonus dengan adanya lina sebagai perempuan yang bersedia menerima aku apa
adanya. Aku berjanji, aku tidak akan mengecewakan orang-orang yang ada dalam
kehidupanku, orang-orang yang mensuport aku, orang-orang yang aku sayangi,
oran-orang yang menaruh harapan kepaku serta untuk orang-orang kurang
beruntung.
Kami berdua kuliah di UGM bersama dengan jurusan yang
berbeda. Dan setiap waktu, aku selalu mengingatkan lina untuk minum obatnya,
aku juga selalu memanjakan lina. Apa yang lina mita pasti aku turutin. Kami
kemana-mana bareng, sebelum tidur aku selalu memainkan lina gitar untuknya,
kadang aku juga nyanyi lagu kesukaannya. Kami menjalani hari-hari penuh keceriaan.
Kebahagiaan serasa hanya milik kita berdua.
Bagus ni untuk di baca. terima kasih.!
BalasHapusTitip juga : Obat Impetigo Untuk Balita