BAB 16
BAB
16
MELAMAR
KERJA
Dua hari di bandung, aku tidak mau hanya berdiam diri
di dalam kamar dan menunggu ada tawaran pekerjaan buat aku. Aku mencoba untuk
mencari pekerjaan sendiri tanpa harus merepotkan orang lain, karena aku merasa
sudah terlalu banyak merepotkan orang lain. Disaat sukur dan riyan sedang bekerja. Dengan tekat
kuat, aku membuat surat lamaran kerja sendiri dan akan mencari lowongan
pekerjaan dimanapun aku dapat.
Aku membeli kertas serta amplop untuk surat lamaran kerja. Setelah aku
menulis surat lamaran kerja dan dimasukan kedalam amplop. aku langsung bergegas
untuk mencari pekerjaan sendiri. Meskipun aku belum tau bandung dan aku belum
paham jalan bandung. Namun dengan modal nekat, aku harus melakukan ini,
meskipun memang baru dua hari di bandung, namun aku tidak takut nyasar, aku
akan berjalan dimana kaki akan melangkah, sampai mendapatkan pekerjaan. Akan
kutakhlukan jalanaan bandung demi sebuah impian.
Awalnya aku naik angkot, namun ternyat itu tidak
efektif, jika untuk mencari info pekerjaan. Di dalam angkot bukannya dapat
lowongan pekerjaan. Tapi malah dapat ibu-ibu yang baru pulang dari pasar.
Akhirnya aku memutuskan untuk jalan kaki. aku berjalan menyisiri jalan dengan
mata selalu melihaat iklan-iklan yang di tempel di tiang listrik, tembok, pagar
ataupun jembatan. Udah hampir satu jam aku berjalan menyisiri jalan, namun tak
kunjung juga mendapatkan info lowongan pekerjaan. Padahal sudah sekitar 10 kilometer,
jarak yang aku tempuh. Satu-satunya iklan yang aku lihat, yang terpasang rapi
di sebuah tiang listrik dan sepertinya di setiap tiang listrik pasti ada iklan
tersebut.
Saat aku jalan menyisiri jalanan. Aku melihat sebuah
kertas putih yang baru saja di tempelkan di tiang listrik oleh seseorang dan
sepertinya itu info lowongan kerja. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan
ini. Dengan semangat aku mendekati iklan tersebut bermaksut untuk menghubungi
nomor kontak yang harus aku hubungi. Namun, begitu aku sampai. Ya, memang itu
kertas sebuah iklan. Tapi sayangnya bukan iklan lowongan pekerjaan melainkan
iklan Jasa SEDOT WC. Dan tidak mungkin kan, aku menghubungi jasa sedot WC?
Cuaca mulai terik, matahari tidak bersahabat hari itu dan
aku beristirahat di tepi jalan sambil minum es kelapa. Di pinggir jalan pasar
dengan sebuah gerobak sederhana bapak-bapak ini menjual es kelapa muda. Umur
tua tidak menyurutkan semangat bapak ini untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Aku pesen satu gelas, lalu duduk di sebuah bangku yang telah disiapkan oleh si
bapak.
Sambil minum, aku ngobrol dengan bapak-bapak si penjual
es kelapa. Dalam pengakuannya ternyata beliau juga adalah penduduk perantauan
dalam artian bukan asli bandung. Beliau merupakan penduduk asli semarang yang
merantau ke bandung dengan misi mencari kerja seperti aku. Namun, karena
mencari kerja susah, akhirnya si bapak memilih berjualan es kelapa di pinggir
jalan (kaki lima). Obrolan kami semakin nyambung dan asyik karena memang misiku
dan misi si bapak sama yaitu mencari kerja untuk sebuah perubahan.
‘Pak, dulu bapak merantau kebandung umur berapa?’ Tanya
aku, sambil menyedot es kelapa.
‘Kalo saya dulu, dek. Sejak lulus SMA sudah di bandung.
Kayak kamu ini.’ Kata bapak sambil duduk disamping aku. Aku berfikir,’ jangan-jangan aku
nanti sama seperti bapak ini, jadi penjual es kelapa muda?’ dalam pikiranku
dengan muka ditekuk. ‘Bapak dulu pengen cari kerja yang bayarannya lumayan,
namun di bandung susah nyari kerja. Setelah bapak pikir-pikir, lebih baik bapak
jualan es saja, soalnya mau pulang ke semarang malu, kalo gak bawa uang. Jadi
penjual es kelapa muda juga bukan pekerjaan yang hina, malah lumayan
menjanjikan hasilnya. Ya, meskipun tidak seberapa yang penting cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.’ Lanjut bapak.
‘Berati, bapak udah lama, ya, dibandung?’ tanyaku dengan
muka penasaran. ‘Udah berkeluarga belum, pak?’ lanjut aku.
‘Sudah, saya sudah punya anak 2, perempuan semua. Anak
saya yang pertama baru kelas tiga SMA,
yang satu lagi masih SD.’ Jawab bapak, sambil mengusap keringat dimukanya.
Aku hanya manggut-manggut sambil menyedot es kelapa.
Bapak yang melihat aku seperti orang asing, dia
penasaran dan bertanya. ‘Kamu kayaknya bukan asli bandung?’ Tanya bapak.
‘Emang bukan, pak. Saya dari lampung.’ Jawab aku polos.
‘Kesini ngapain? Kuliah atau kerja?’ Lanjut bapak,
dengan mata sedikit melotot.
‘Saya gak kuliah, pak. Saya kesini mau mencari
pekerjaan.’ Jawab aku polos. ‘Saya pengen mencari uang, buat modal kuliah, pak.’
Lanjut aku.
‘Kamu yakin? Bakal dapat pekerjaan disini?’
‘Ya, kita kan harus yakin pak, dengan apa yang akan kita
lakukan. Dalam menjalani hidup kita harus yakin.’ Kata aku. Mendengar kalimat
yang keluar dari mulutku, si bapak mengangguk-ngaggukan kepala, sambil berkata.
‘ya, semoga kamu cepat dapat pekerjaan, biar bisa melanjutkan kuliah.’
‘Bapak juga gak mau. Melihat remaja yang ingin kuliah
tapi harus gagal hanya karena biaya kuliah yang mahal. Tidak seharusnya biaya
kuliah mahal. Jika demikian akan lebih banyak lagi anak-anak yang tidak bisa
kuliah. Padahal mereka semua memiliki potensi yang bagus. Bapak tidak mau lagi
melihat anak seperti bapak.’ Kata bapak panjang.
Setelah selesai minum es, aku kembali melanjutkan
perjalananku. Aku terus mencari dan mencari sampai rasa lelah selama jalan kaki tak aku rasakan
lagi. Telapak kaki serta lututku serasa sudah kebal dengan jalan jauh. Kepalaku
pun sudah tahan terhadap panasnya sinar matahari yang serasa membakar
ubun-ubun. namun beberapa info lowongan kerja yang aku hubungi semuanya
sudah terisi.
Semangatku tak patah begitu saja. Dengan mengucap bismilah
aku tetap berjalan, meskipun puluhan kilo meter jalan yang
harus aku tempuh. Sampai akhirnya aku tiba disebuah
hotel yang mencari karyawan. Aku melihat ada kertas putih ukuran A4 yang menempel
di kaca pos security, yang bertuliskan DIBUTUHKAN KARYAWAN. Aku mendekat,
memastikan jika memang itu iklan lowongan pekerjaan dan bukan iklan jasa sedot
WC.
Ternyata benar, itu memang info lowongan pekerjaan.
Namun yang dibutuhkan hotel adalah bagian teknisi dan sudah ahli.
sedangkan aku, hanya tamatan SMA gak tau sama-sekali teknisi
listrik. Namun, aku tetap mencoba untuk mengajukan permohonan melamar kerja.
Aku masuk kedalam hotel dan bertemu dengan security yang sedang berdiri di depan
pintu masuk hotel.
Aku bertanya dengan security itu. ‘maaf, pak. Saya
mau nanya?’ kata aku dengan sopan. Securitynya menjawab. ‘iya, kenapa?’
‘Saya mau melamar kerja disini, apakah lowongan kerja
yang ditempel di depan itu, masih berlaku, ya, pak?’ Tanyaku polos.
‘O, masih dek. Coba kamu masuk saja, nanti ada
resepsionis desana, kamu nanya saja.’ Kata security menunjukan tempatnya.
Kemudian aku masuk kedalam dan menjumpai resepsionis
yang tengah sibuk dengan komputernya. Aku dibawa masuk keruang manajer dan
disana aku diwawancarai dengan manajer hotel. Aku yang memang belum punya
pengalaman kerja, sangat gugup ketika diwawancarai. Wawancara selesai dan aku
dipersilahkan menunggu sejenak di bangku ruangan, sambil menunggu manajer
memprosas hasil interview.
Lima menit kemudian aku dipanggil dan diberikan penjelasan oleh manajer. Intinya aku ditolak,
karena aku tidak memahami sama sekali tentang service. Perusahan butuh tenaga
yang professional, yang siap bekerja. Bukan pemula seperti aku, yang harus
banyak diberi pendidikan lagi.
Dengan kecewa, aku keluar dari ruangan dan jalan
keluar. Aku melihat resepsionis yang menatap tajam seperti menghina, membuat
aku semakin jengkel. Ingin rasanya
aku mendekati dia lalu menjepret mukanya dengan karet. Sesampainya diluar, aku langsung melanjutkan
perjalananku. Setiap ada lowongan pekerjaan yang aku liat, aku langsung
menghubungi nomor kontak yang tertera dalam brosur tersebut. Namun hasilnya
sama, semua sudah penuh, bahkan ada yang tidak aktif nomor kontaknya, aku
sangat sedih sekali. Karena dari pagi sampai sore aku tak kunjung juga
mendapatkan pekerjaan. Aku teringat perkataan kakek slamet, yang mengatakan: “bahwa mencari
kerja dikota itu tak semudah membalikan telapak tangan.”
Akhirnya aku pulang dengan penuh kekecewaan, karena
sudah seharian mencari kerja namun tak juga aku dapat. Aku jalan kaki hari ini
kurang lebih sejauh 60 kilo meter, sampai baju kucal itam, badan berkeringat, muka
item kena matahari, kaki pegel semua karena jalan kaki. Sesampainya aku di
kosan, aku langsung istirahat sambil mengompres kaki dengan air, agar tidak
bengkak.
‘Kamu darimana? Ed.’ Seru sukur dari depan pintu.
‘Iya, kayaknya kok capek banget.’ Tambah riyan, sambil
mainan handphone.
Aku menoleh ke-arah mereka sambil nyengir-nyengir ‘aku
tadi habis ikutan maen bola di bawah, sama anak-anak kecil.’ Kataku cengengesan. menutupi yang
sebenarnya terjadi. Riyan yang mendengar langsung melotot dengan tajam,
sedangkan sukur memandangi aku dengan alis ditekuk.
Kemudian suasana jadi hening.
Dan setelah lima menit kemudian, sukur dan rian tertawa
lebar bebarengan. AHAHHAHAAAA........ Sampai mata mereka merem-merem, riyan yang lagi di
kasur tertawa sampai jungking-jungking dikasur. Melihat riyan dan sukur, aku
bengong dengan mulut menganga, kemudian ikut ketawa HAHAHAAAAA..... AHAAHHEEHEHH.... setengah menutup mulut.
Ke-esokan harinya, aku kembali melamar kerja. Kali ini
aku gak mau jalan kaki jauh-jauh tapi
gak membawakan hasil. Hari
ini aku aku akan
memanfaatkan internet untuk mencari info pekerjaan, dengan pengetahuan tentang tegnologi yang se-adanya. Aku pergi ke warnet yang tidak jauh dari kosan sukur.
Dengan penuh harapan aku mulai
browsing lowongan pekerjaan yang di iklankan melalui internet.
Aku searching di google, dan lainnya.
Beberapa lowongan pekerjaan berhasil aku dapatkan,
namun sama seperti hari-hari kemarin,
lowongan sudah penuh, bahkan ada yang sudah basi (lama). Aku menyandarkan badan
di dinding dalam warnet, aku mengusap kening, dengan muka penuh kekecewaan, dan
berkata “yaallah, berilah hamba jalan untuk mendapatkan pekerjaan,agar hamba
bisa cepat-cepat bekerja.”
Kemudian aku melanjutkan penjelajahanku di internet,
beberapa situs internet aku kunjungi dan akhirnya aku berhasil mendapatkan
pekerjaan yang masih membutuhkn karyawan. Saat itu aku membuka kaskus, dan
disana di-iklankan bahwa salah satu pusat perbelanjaan
electronic dibandung sedang membutuhkan karyawan di salah satu toko handphone
di BEC (Bandung Electronic Centere). Aku
buru-buru menghubungi nomor kontak yang tertera pada iklan tersebut. Dan
hasilnya cukup baik, Aku disuruh datang ke kantor besoknya jam 11.00 di
gedung BEC lantai 2 blok. 14.
Dengan semangat aku langsung pulang dan melengkapi
syarat-syarat yang di anjurkan oleh pemilik toko. Di rumah aku
senyum-senyum, aku seneng banget, akhirnya dapat juga lowongan pekerjaan,
meskipun belum tentu diterima. Sebenernya aku belum tau, apa itu BEC (Bandung
Electronic Centere) yang aku fikirkan adalah yang penting dapat pekerjaan, gak
perduli apa pekerjaannya. Yang penting aku datang dan melamar kerja disana.
Ke-esokan paginya. pukul 09.00 aku
langsung meluncur ke BEC naik angkot. Dengan bermodalkan alamat aku pergi ke
BEC. Di angkot, aku nanya-nanya sama sopir angkot tanpa malu-malu. Karena, malu
bertanya akan sesat di jalan.
Setelah aku naik angkot 3 kali turun, akhirnya aku
sampai di gedung BEC (Bandung Electronic Centere) dan betapa terkejutnya aku,
ternyata gedung BEC besar banget, memiliki lima lantai yang isinya
barang-barang elektronik semua: Dari mulai computer, handphone, tablet dan lain-lain.
“subahanawlahh, ini gedung besar banget.” Aku dalam hati sebelum masuk kedalam,
sambil memandangi gedung dari bawah ke atas.
Kemudian aku masuk kedalam dengan rasa deg-degan yang
gak karu-karuan. Aku mencari lantai
2 blok. 14, semua toko aku datangi dan melihat nomor tokonya. Beberapa toko yang aku lihat
tak menunjukan adanya no. 14. Barulah di ujung toko aku menemukan toko dengan
no.14. aku langsung menghampiri toko itu, namun sayangnya toko belum dibuka.
Karena bukanya jam 10.00 sedangkan aku tiba disana setengah jam sebelum toko
buka. Aku terlalu bersemangat, sampai aku tidak
memperhatikan jam toko tersebut buka.
Aku nunggu di kursi yang terletak didepan toko.
setelah setengah jam aku menunggu, akhirnya toko di buka, oleh seorang
laki-laki berumur sekitar 23 tahun dengan muka bersih, baju rapih, dan rambut klimis.
Aku mendekati laki-laki itu lalu brtanya, ‘maaf mas,
saya mau melamar kerja. Apakah masih ada?’ Tanyaku dengan polos.
‘Oh, masih-masih.’ Kata laki-laki itu, sambil
membereskan toko. ‘Tapi, tunggu dulu ya? Soalnya, bos berangkat jam 11.00,
biasanya.’ Lanjut laki-laki itu.
Aku mengangguk-anggukan kepala kemudian kembali duduk
dikursi depan dengan muka sedikit kecewa karena aku harus menunggu lagi.
Setengah jam aku menunggu dan sekarang harus menunggu sekitar satu setengah jam
lamanya. Dengan penuh harapan besar aku menunggu, sambil melihat disekeliling
para karyawan yang sedang bekerja. Aku melihat, semua karyawan badannya
bagus-bagus, muka bersih-bersih, hanphone bagus-bagus, bahasanya gaul-gaul. Kayak li, gue, lo gue gitulah. Aku merasa minder jika harus bekerja di situ. rasanya aku
gak se-level dengan mereka yang berbadan bagus-bagus, serta pession yang oke. Beda dengan aku, yang cupu dan gak gaul serta gak tau
apa-apa.
Satu setengah jam aku menunggu, namun bosnya belum juga
datang. Padahal waktu sudah menunjukan jam 11.00. dengan sabar
aku menunggu sampai bosnya datang. Aku melihat jam di handphoneku, sudah jam 12.00, namun
bosnya belum juga datang. Aku sangat kecewa, dalam hati aku ingin menangis
rasanya. Namun, aku tetap sabar dan menunggu sampai si bos datang. Orang miskin memang selalu di belakangi.
Gak lama kemudian, laki-laki yang membuka toko tadi
datang menghampiri aku sambil berkata, ‘maaf mas, bos hari ini gak
bisa datang, tadi barusan sms. Kata bos, besok kesini lagi aja, jam 11.00.’ di balik meja
kaca.
Dengan muka sedikit ditekuk, aku berdiri sambil tersenyum pura-pura,
‘iya mas, terimakasih, ya?’ kemudian aku pulang.
Setelah aku tiba di kosan, aku bertemu sama mbak ani yang
tengah menunggu warung di depan. ‘kamu
darimana, ed?’ Tanya mbak ani, sambil membuatkan pop ice, pembeli.
Aku menoleh, sambil senyum dan menjawab ‘dari
jalan-jalan, mbak. Biar tau kota bandung.’ Sambil aku garuk-garuk kepala.
Kemudian aku masuk ke kamar.
Ke-esokan paginya aku kembali mendatangi toko handphone
yang berada di BEC, dengan harapan bisa diterima. Begitu aku sampai disana,
ternyata bosnya belum datang dan terpaksa aku harus menunggu lagi di depan
toko. Beginikah susahnya mencari kerja? selalu berhadapan dengan harapan yang
akan berujung kekecewaan.
Setengah jam aku menunggu, akhirnya bosnya datang dan aku
dipersilahkan untuk masuk. Didalam aku
di interview. Aku ditanya dengan pertanyaan yang membuat aku down (malu) ‘kok
nilai ujian kamu kecil banget?’ Tanya istri bos yang tengah hamil tua. Ditanya
pertanyaan seperti itu, aku sangat bingung, aku gak tau mau jawab apa, tapi
yang jelas aku harus jujur, kalau memang itulah nilai yang aku dapat. Selain itu, aku juga dijejali pertanyaan-pertanyaan yang
membuat urat nadiku berhenti selama lima menit. Aku sangat buta tegnologi, dan
bos memberi pertanyaan mengenai tegnologi. Wajar, toko elektronik, masak mau
ditanya tentang rokok, kan gak nyambung.
‘Kamu punya e-mail ?’ tanya istrinya. ‘E-mail?’ aku kaget. Aku diam sejenak sambil mikir,
‘e-mail itu apa, lagi?’
‘Kalo kaskus punya gak?’ pertanyaan apalagi ini, aku makin gak tau.
Aku menggelengkan kepala. Aku jujur apa adanya, aku mengatakan kalo aku kurang
memahami perkembangan tegnologi.
‘Maaf, saya kurang begitu paham tentang tegnologi. Jadi
saya tidak bisa menjawab pertanyaannya.’
Kataku polos, karena sudah yakin pasti di tolak.
Kemudian mereka berdua tatap-tatapan.
Hening.
Setelah sekitar setengah jam aku di interview, bos dan
istrinya berdiskusi sejenak untuk membahas apakah diterima atau tidak.
Lima menit kemudian. Si bos yang tidak
lain adalah orang cina, dia berkata. ‘Nanti, saya akan ngabarin kamu lewat sms, kalo
diterima. Namun, jika tidak ada konfirmasi dari kami, berati kamu belum
diterima.’
Aku mengangguk-nganggukan kepala, kemudian berjabat
tangan dan aku keluar. Aku tau, maksut dari perkataan si bos, aku pernah membaca
salah satu buku: Bentuk penolakan secara halus dalam melamar pekerjaan,
ya seperti itu ‘saya akan ngabarin kamu lewat sms, jika saya merekomendasi
anda, saya akan memberi anda kabar lewat sms atau telvon. Aku sudah paham
dengan bentuk penolaakan seperti ini.
Di jalan, aku masih berfikir. Nampaknya aku tidak ada
harapan untuk diterima hari ini, aku tidak mau berharap banyak. Aku akan mencari ke tempat lain lagi. Aku pulang untuk istirahat. Aku duduk di depan pintu
sambil memikirkan kata-kata yang keluar dari mulut penjual es kelapa yang
kemarin aku jumpai. Yang mengatakan bahwa: ‘cari kerja di kota tak
semudaah membalikan telapak tangann dan tak seindah dengan yang kita
bayangkan.’ Aku terus mencerna kalimat itu dan ternyata benar, cari kerja
dikota sangat sulit. Tapi, anehnya
kok banyak orang yang berbondong-bondong mengadu nasib ke kota besar ?
Aku kembali mendapatkan info lowongan pekerjaan di
salah satu rumah makan yang berada tidak jauh dari BEC. Namanya RESTORAN BEBEK NGARASAN, aku tau info tersebut
dari iklan yang aku liat di internet. Aku membuat lamaran kerja, dengan harapan
kali ini bisa diterima. Aku menulis surat lamaran kerja, sebagus mungkin
tulisan aku. Setiap tinta yang
keluar di atas kertas putih aku beri doa. Aku berharap bisa diterima disana. Aku sampai gak bisa tidur malam ini karena dipusingkan
dengan pekerjaan, yang juga belum dapat-dapat. Empat hari aku
di bandung, namun belum juga mendapatkan pekerjaan.
Sedangkan bekal uang, semakin hari semakin berkurang, aku tidak tau apa
jadinya, jika uangku habis sebelum mendapat pekerjaan. Gak mungkin aku mau
minta sama ibu dan bapak, aku gak mau merepotkan mereka lagi. aku juga tau,
pasti mereka juga kekurangan uang, apalagi rina sudah SMA. Pasti rina
membutuhkan biaya untuk kegiatannya di sekolah.
Ke-esokan harinya, aku langsung berangkat menuju ke
restoran yang hendak aku tuju. Aku naik angkot, kali ini aku harus tiga kali
naik angkot, untuk sampai di tujuan. Ternyata restoran bebek ngarasan lebih
jauh dari yang aku bayangkan. Begitu aku sampai di tempat, aku tidak langsung
mengajukan surat lamaran kerja yang sudah aku buat rapih. Aku duduk sejenak di
sebrang jalan sambil minum aqua, sambil merenung “lokasi restoran bebek
ngarasan sangat jauh dari kosan sukur, aku harus tiga kali naik angkot, ongkos
jalan tambah boros, belum lagi capeknya. Ini
akan membuang banyak uang, dan hasilnya pun gak sebanding dengan pengeluaran.”
Setelah merenung hampir satu jam, aku membatalkan niatku untuk melamar di resto
bebek ngarasan, dengan banyak pertimbangan.
Akhirnya aku pulang. Namun aku tidak
langsung pulang ke kosan, aku berhenti sejenak di Tugu Bandung Lautan Api (Tegalega)
untuk merenung dan menenangkan diri, yang tengah kacau. Berharap ada muzizat datang menghampiri orang yang susah
ini. Aku duduk dibawah pohon sambil menikmati sejuknya
udara dibawah pohon yang rindang,
dibalik cuaca yang panas, dan suara-suara roda dua dan empat yang membuat
kebisingan. Aku memikirkan, bagaimana
caranya agar aku bisa mendapatkan pekerjaan?
Disaat aku tengah merenung, datang seorang bapak-napak
berpostur tinggi, baju rapi, serta tablet ditangan kanannnya. Si bapak duduk
disamping aku yang tengah bersandar di pohon. Menyadari kehadiran si
bapak, aku langsung bergegas duduk.
Bapak mengeluarkan rokok kemudian menyalakan rokoknya. Aku sempat ditawarin,
namun aku tidak mau, karena memang aku tidak merokok.
‘Kamu lagi ngapain disini, nak?’ tanya bapak, dengan
asap rokok menghiasi mulutnya.
‘Saya, lagi buang stress, pak.’ Jawabku, dengan kepala
menunduk. Bapak langsung menoleh kearah-ku.
‘Kamu stress? Stress kenapa? Masalah cewek?’ Tanyanya.
‘Bukan, pak. Saya bingung, cari kerja di bandung
ternyata susah.’ Jawabku dengan
muka ditekuk. Si bapak tersenyum,
mendengar perkataanku.
‘Bapak sendiri, ngapain disini?’ tanyaku balik.
‘Saya Cuma nyari udara segar aja, dikantor suntuk, jadi saya kesini.’
‘Bapak kerja?’
‘Saya punya usaha kecil-kecilan.’ Katanya. ‘oya,
kamu lulusan apa?’ bapak menambahkan.
‘Saya lulusan SMA, pak.’
Kami ngobrol sampai hampir satu jam, dan si bapak
pergi karena harus kembali bekerja. Aku
yang juga sudah lama berada di tugu bandung lautan api, juga pulang. Aku jalan
sampai lampu merah depan taman tugu bandung lautan api, aku menunggu angkot
yang akan melewati kampung cigempol. Dari jauh, aku melihat angkot dengan warna
hijau, yang hendak menuju kearahnya, aku langsung melambaikan tangan tanda akan
menumpang, karena angkot itu angkot yang tengah aku tunggu.
BAB
17
SALAH
MASUK PERUSAHAAN
Seminggu aku berada di bandung, aku belum juga
mendapatkan pekerjaan, sedangkan uang makan semakin menipis. Saat itu, aku
hendak pergi cari makan di warteg. pada saat aku sedang jalan, aku melihat ada
info lowongan pekerjaan yang tertempel di tiang listrik. aku langsung sms nomor
yang tertera dalam browsur itu. Begitu aku sms, pihak dari perusahaan langsung
membalas sms-ku dan memberikan konfirmasi tentang sms-ku, dan
menyarankan untuk memberikan biodata aku lewat sms, dan besok aku disuruh
datang ke kantor untuk interview.
Namun, aku sedikit heran. Segampang itukah ?
mengingat sebelumnya aku harus bersusah payah untuk masuk kedalam perusahaan. Tapi kok yang ini mudah?
‘Eehh, mas edi. Gimana mas? Udah dapat kerja, belum?’
Tanya ibu-ibu penjaga warteg, yang sudah kenal dengan aku, karena aku setiap
hari makan disitu.
‘Belum. Buk. Cari kerja susah di kota.’ Kata aku, dengan
senyum lebar.
‘Yang sabar, ya mas. Nanti kalo udah waktunya, pasti
dapat, kok. Sabar bae.’ Seru ibu, sambil mengambilkan nasi.
‘Iya mas, sabar bae. Anak saya juga dulu gitu, gak
dapat-dapat pekerjaan. Tapi, begitu dapat, ya lumayan hasilnya.’ Tambah, bapak
warteg.
Aku hanya tersenyum, dengan hati sedikit lega, karena
besok akan interview kerja, ‘sebenarnya, besok saya ma interview kerja, pak.’
‘Lho, dimana?’ Tanya bapak. ‘Perusahaan, apa,
mas?’ ibu menambahkan.
‘Di PT. BAYO PERKASA. Di staff informasi.’
‘Hati-hati, lo mas. Di kota itu banyak penipuan, jangan
sampai sampean tertipu.’ Kata ibu warteg memperingatkan, sambil memberikan sepiring nasi buat aku.
Di pusingkan mencari pekerjaan sampai melupakan
kewajibanku untuk makan. Dari pagi sampai sore baru makan ini. Setelah makan aku pulang ke kosan, dan aku akan datang
ke kantor yang membutuhkan karyawan di bagian staff informasi di jl. Soekarno
hatta, buah batu.
Di kosan, aku duduk di depan pintu sambil merenungi nasib
selama satu minggu di bandung. Sedangkan suci, dia semakin dekat dengan
alex, karena memang alex selalu berusaha untuk mendekati suci. Aku mencoba
menghubungi suci beberapa kali, namun tidak bisa. Aku mulai dilanda rasa cemas
dan galau antara pekerjaan dan ditambah lagi dengan suci yang akhir-akhir ini
susah untuk dihubungi.
Dirumah, ibu dan rina sedang menyiapkan bahan-bahan
untuk berjualan gorengan. Sedangkan bapak yang disibukan oleh kambing-kambing
yang semakin banyak, membuat bapak harus menambah rumput untuk makan kambing.
Tidak jarang, bapak mengeluhkan pinggangnya, yang semakin tua dan semakin
rentan dengan keseleo.
‘Bu, kak edi lagi ngapain, ya?’ Tanya rina, sambil
menggoreng tahu.
‘Mungkin masih nyantai, kalo gak lagi jalan-jalan.’ Jawab ibu, dengan tepung ditangannya.
‘Kok kak edi, belum dapat-dapat pekerjaan, ya, bu?’
‘Ya-mungkin belum waktunya, sabar dulu aja. Nanti kalo sudah
waktunya pasti dapat.’
Tak lama kemudian, datang pamanku yang merupakan adik
dari bapak yang sangat aku tidak sukai. Sebut saja namanya pak sarto. Pak sarto
ini orang yang paling suka jika melihat bapakku susah. Padahal bapak kakak
kandungnya sendiri. Namun, meskipun dia begitu terhadap keluargaku. Bapak tetap
baik dengan adik kandungnya itu.
‘Mbak, edi belum dapat kerja?’ Tanya paman sarto, dengan rokok ditangan kanannya.
‘Belum, masih mencari.’ Jawab ibu santai.
‘Udah saya bilang, gak usah cari kerja di kota. Di sini aja,
dikampung. Lagian, orang kampung
sok-sok-an nyari kerja di kota. Mending dikampung, jadi kuli.’
Seru pak sarto, sambil menunjukan handphone barunya.
Ibu yang mendengar perkataan adik iparnya itu, hanya
mengelus dada dan menelan ludah. Sambil sesekali nyebut Astafiruwlahh....
Sedangkan rina, yang masih muda, dan masih belum bisa menahan emosinya. dia ingin sekali rasanya
ngelempar muka pamannya itu dengan gorengan yang masih panas.
Rina menatap paman sarto dengan tatapan tajam, kemudian dia berkata ‘Bu, orang satu
itu, kok sombong banget, si?’ sambil terus menggoreng.
‘Sudah, biarin aja. Kita doain saja, semoga kakak-mu
bisa mendapatkan pekerjaan, dan bisa mewujutkan impiannya. Biar orang yang
merendahkan kita, malu karena udah merendahkan orang lain.’ Kata ibu, sambil
menatap rina. Rina hanya diam, dengan muka dongkol karena pamannya.
Tak lama kemudin bapak datang yang baru saja selesai
memberi makan kambing dibelakang. ‘Lo, sudah lama, to, disini?’ tanya bapak ke adiknya.
‘Belum mas, baru nyampek. Mau nanyain edi, sudah dapat
kerja atau belum di bandung, ternyata belum juga dapat kerja.’ Paman sarto dengan
sedikit menahan tawa.
‘Rizki itu Allah yang ngatur, kalo udah rizkinya edi,
pasti cepat atau lambat bakalan dapat.’ Kata bapak, dengan muka polos. Paman sarto hanya
senyum-senyum kemudian pulang.
‘Pak, adik-mu satu itu, lo. Kok seneng banget, buat masalah.’ Ibu jengkel.
‘Ya-biarin saja, bu. Sudah wataknya kayak gitu, mau
diapain lagi.’ Jawab bapak, sambil duduk dikursi.
‘Iya pak, orang kok kayak gitu, bisanya Cuma ngeremehin
orang.’ Tambah rina, dengan muka sewot.
Paman sarto adalah adik kandung dari bapak yang tergolong
orang sukses di kampung kami.
Beda terbalik dengan bapak, yang hanya hidup sederhana, bahkan motor pun gak
punya. Paman sarto yang memiliki banyak uang, punya mobil, motor, dan
rumah yang bagus. Namun, meskipun serba sederhana, bapak gak pernah meremehkan
orang lain atau merendahkan. Tidak seperti adiknya, yang selalu menilai orang
dari segi materil nya saja. Paman sarto akan baik dengan orang, jika orang itu
memberikan untung bagi dia. Namun, jika orang itu merugikan dia, dia akan
menjauh orang itu dan meremehkannya.
Ke-esokan harinya, aku memenuhi janji-ku untuk
interview di PT BAYO PERKASA. Dengan pakaian rapi, aku datang ke
kantor itu. Lagi-lagi aku harus naik angkot, dan dua kali turun angkot. Biaya
trasportasi untuk mencari kerja lebih besar daripada biaya makan.
Aku bingung dengan lokasi perusahan yang terletak di
sebuah perumahan elit. Apakah ini hanya kantornya saja? Aku belum pernah
menjumpai sebuah perusahaan, yang lokasinya di perumahan. Aku sedikit menaruh rasa
curiga, karena disekitar situ aku tidak melihat adanya aktivitas kerja. Aku tak
langsung masuk ke dalam kantor itu. aku teringat dengan kata-kata
ibu-ibu warteg, bahwa harus hati-hati dalam memilih pekerjaan, soalnya di kota
rentan dengan penipuan yang berkedok sebagai perusahaan.
Aku merasa ada yang tidak beres dengan perusahaan ini,
kemudian aku minum kopi di warung depan SD, di komplek perumahan buah batu,
sekalian aku mencari info tentang perusahaan itu. Aku minum sambil
bertanya-tanya tentang PT. BAYO PERKASA. Kebetulan ada salah satu bapak yang sedang
menunggu anaknya sekolah di SD itu.
‘Pak, lagi nungguin anaknya, ya?’ Tanyaku sambil senyum.
‘Iya dek.’ Jawab bapak sambil baca Koran.
‘Maaf pak, saya mau nanya.’ Kataku kalem. ‘Iya, mau nanya apa?’ Tanya bapak-bapak.
‘Saya mau nanya, kalo PT Bayo Perkasa itu, udah berapa lama ya, pak
berdirinya ?’ Tanyaku dengan sedikit takut. Kemudian si-bapak melipat
korannya dan memperhatikanku, sekitar lima detik lamanya.
‘Ohh, itu sudah lama dek. Hampir empat tahun malahan. Kamu
mau melamar kerja, ya?’
‘Iya, pak. Saya mau melamar kerja. Tapi, saya ragu, saya takut
kalo itu penipuan.’ Kataku polos. Si bapak lagi-lagi melotot ke-arahku, dengan
alis sedikit ditekuk.
‘Kamu jangan khawatir. Disini gak ada penipuan seperti yang
kamu takutkan, disini terpercaya.’ Kata si bapak, dengan muka serius. Aku yang
merasa takut, hanya bisa senyum dan menggut-manggut kepala.
Setelah selesai minum, aku langsung menuju ke salah satu
rumah yang digunakan sebagai kantor PT Bayo Perkasa. aku jalan dengan
hati-hati, aku melihat disekitar sepi sekali, tidak ada tanda-tanda adanya
aktivitas sebuah perusahaan dan seperti tidak ada aktivitas orang yang sedang
bekerja. Aku semakin curiga, namun karena aku sangat butuh pekerjaan, aku
menghilangkan dulu rasa curiga dan berdoa semoga yang aku takutkan tidak
terjadi.
Begitu sampai di gerbang, aku langsung disambut dengan
scurity yang berjaga di gerbang kantor. Di dalam, aku tidak sendirian, banyak
juga anak yang seusia aku sedang melangsungkan interview disebuah ruangan di
dalam. aku duduk di kursi, dekat pintu. Di ruang tunggu, ada juga bapak-bapak
yang sedang duduk menunggu di interview. Sebelum aku duduk, aku disuruh laporan
ke bagian resepsionis yang saat itu usianya masih muda, dan sepertinya tidak
jauh dengan usia aku. Dia perempuan dengan
jilbab merah serta baju putih yang ia kenakan. Satu persatu peserta di
interviw, dan tidak jarang yang gagal untuk bekerja, tanpa aku tau apa yang
menyebabkan mereka bisa ditolak. Aku takut, jika aku ditolak lagi hanya karena
nilai ujian aku, atau aku kurang memiliki pengalaman dalam kerja.
Beberapa menit kemudian, keluar bapak-bapak dengan
postur tinggi, jaket kulit hitam, dari ruang interview, sambil ngomel-ngomel,
gak tau apa sebabnya. ‘SAYA ITU CARI KERJA BUAT CARI UANG, MALAH DISURUH BAYAR.
KERJAAN APA INI.’ bapak ngomel-ngomel, sambil keluar kantor.
Aku yang mendengar kata-kata bapak, menjadi bimbang, aku jadi ragu
dengan perusahaan ini. Apa maksut dia ngomel-ngomel gitu ?
Akhirnya, tibalah giliranku untuk di interview. Di
dalam ruangan itu, terdapat 2 orang yang tugasnya menginterview karyawan baru,
satu cewek dan satu lagi cowok. Begitu masuk, aku langsung dihadapkan dengan
penguji satu yaitu seorang cowok. Aku ditanya beberapa pertanyaan. Dan
pertanyaan itu tidak menyinggung sama sekali soal nilai ujian, bahkan
pertanyaannya tergolong mudah. Aku yakin, aku pasti diterima.
Namun, ada sedikit yang mengganjal di pikiran aku. aku merasa ada
yang aneh dengan laki-laki itu. Aku melihat ada sebuah tato ditangan kirinya
yang ditutupi dengan kemeja panjangnya. Aku selalu memperhatikan tato tersebut, kemudian aku
berfikir. ‘bagaimana caranya, dalam sebuah perusahaan yang bergerak dibidang
jasa, bisa menerima karyawan yang bertato?’ di bagian staff lagi, pasti ada
yang tidak beres.
Setelah aku di interview bla-bla-bla-bla, aku seperti
dihipnotis di ruangan itu. Aku selalu mengiyakan setiap perkataan yang keluar
dari mulut laki-laki itu, termasuk tandatangan perjanjian bahwa aku bersedia
untuk bergabung di perusahaan itu dan membayar uang sebesar 350.000. aku tidak tau,
perjanjian apa yang sudah aku tandatangani saat itu, namun
setelah selesai interview, aku diberi
tahu bahwa aku diterima di perusahaan itu dengan syarat membayar biaya sebesar
tiga ratus lima puluh ribu
rupiah.
Interview selesai, dan aku pulang kekosan untuk
kemudian besok datang lagi membawa uang 350.000 untuk training, yang
pembicaranya akan didatangkan langsung dari Jakarta, ujar laki-laki itu.
Namun, aku harus seneng atau tidak aku
gak tau. Disisi lain aku seneng karena sudah dapat pekerjaan. Namun, disisi
lain aku bingung, dengan biaya training yang harus aku bayar.
Di kamar aku ditanya dengan sukur soal wawancara hari
ini, ‘gimana? Interview nya lancar, gak?’
‘Lancar kok, mas. Besok aku disuruh datang lagi, buat
training dan setelah itu, sudah bisa bekerja.’ Jawabku mantap. Kemudian
aku mengeluh, ‘tapi-….’ Dengan muka lesu.
‘Tapi kenapa?’ Tanya sukur, penasaran.
‘Aku disuruh bayar uang 350.000, buat bayar training,
sedangkan uangku tinggal 550.000.’
‘Ya gak papa, nanti minjem sama saya dulu. Terus balikinnya kalo
udah bayaran dari kamu kerja.’ Aku diam sejenak untuk berfikir, lalu aku
manggut-manggut.
Riyan yang sehabis mandi dan mendengar aku sudah
mendapat pekerjaan, langsung menyambar ‘kamu sudah dapat kerja bro?’ Tanya
riyan sambil memegangin handuk yang menutupi tititnya.
‘Iya, alhamdulilah.’
‘Wah, bisa makan-maka, ni.’ Seru riyan, sambil memakai
celana. Aku hanya tersenyum.
Aku sangat kebingungan, jika aku gunakan uangku untuk
membayar training, aku bakalan kehabisan bekal uang untuk makan selama satu
bulan kedepan. Namun, jika aku tidak membayar, aku tidak akan mendapatkan
pekerjaan lagi dan akan semakin lama untuk mencari pekerjaan baru lagi,
mengingat mencari kerja sangat sulit saat ini. Dalam kondisi seperti ini, aku
harus bisa tegas, aku selalu ingat: ‘Jika kita tidak
berani mengambil sebuah keputusan, maka kita tidak akan pernah maju.’ Oleh sebab itu, aku akan membayar biaya untuk
training besok, meskipun aku juga gak tau, apakah itu benar apa hanya penipuan.
Namun, gagal adalah awal dari kesuksesan.
Ke-esokan harinya, aku langsung berangkat untuk
melakukan training di kantor. Begitu aku tiba di kantor, disana sudah ada
beberapa anak yang juga akan mengituti training dan telah membayar uang
perjanjian. Namun, aku kembali di kagetkan dengan sesuatu-seuatu yang
mengganjal di pikiran aku. Ada salah satu anak peserta training yang bertato,
bahkan, potongan rambutnya pun seperti anak punk, penampilannya pun gak rapi. Tapi
anehnya, kok bisa perusahaan menerima karyawan yang seperti itu? Aku jadi
semakin yakin, jika ada yang tidak beres dengan perusahaan ini.
Akhirnya, waktu training pun tiba, aku beserta yang
lainnya juga masuk kedalam ruangan. Di dalam sudah ada, perempuan yang kemarin
juga mewawancarai calon karyawan baru. Sebut saja namanya Maya. Setelah
semua karyawan baru duduk rapi di kursi yang telah disediakan, maya langsung
membuka training dengan mengucap salam. Aku bingung, aku melihat ke-kanan dan kiri, namun tak ada orang lain
lagi didalam ruangan ini selain maya dan peserta training. Katanya mau ada pembicara dari pusat, namun kok gak ada?
Aku ingin sekali protes, namun aku takut. Aku tidak
memiliki keberanian untuk melakukan itu, padahal itu hak aku. Gak lama kemudian
Maya memulai acara. Namun, sebelum memulai, aku memberanikan diri untuk
bertanya, dengan muka merah serta badan yang terus gemetaran.
‘Bu, katanya pembicaranya didatangkan dari pusat? Kok,
sekarang malah, ibu, yang jadi pembicara?’ tanyaku dengan muka
polos.
‘Pihak dari pusat gak bisa datang. Jadi saya yang menggantikan. kenapa? Kamu gak suka?’
seru maya, dengan sepidol ditangannya, dan mata melotot. Aku diam dengan kepala
menunduk. Ketakutan membuat
aku gak berani untuk melihat matanya.
Dari situ, aku mulai yakin, bahwa memang ada yang
tidak beres dengan perusahaan ini. Mereka menjanjikan upah yang besar dan
pekerjaan yang sangat mudah. Setelah difikir-fikir, mana ada pekerjaan yang
mudah dengan hasil besar? Apalagi hanya lulusan SMA kayak aku ini. Sepertinya
hal yang konyol.
Satu jam kemudian training selesai dan peserta
training dipersilahkan untuk istirahat. Aku dan kawan-kawan pun keluar, untuk
nyari minum. Kami membahas masalah ini sambil istirahat. Ternyata bukan aku
saja yang curiga, namun teman-teman yang lain juga menaruh rasa curiga tentang
kefalitan perusahaan ini.
Aku ke-SD dengan kedua temanku yaitu Omet dan
Adi. Kami istirahat di masjid SD. Sambil
bersantai-santai mencari udara segar. Kami duduk-duduk di teras masjid sambil
tiduran. Karena bertepatan dengan waktu sholat dzuhur, aku menyempatkan untuk
sholat dulu, sedangkan Omet dan Adi menunggu diteras masjid sambil minum es.
Selesai shalat aku berdoa, agar aku diberi petunjuk dan kelancaran dalam
pekerjaan ini, yang tidak jelas kepastiannya.
Omet dan Adi sedang membicarakan hal yang sama dengan
yang sedang aku fikirkan. ‘urang teh curiga, sama perusahaan inih.’ Kata omet. Orang sunda kalo ngomong memang suka di akhiri dengan
huruf H. Misal “itu” jadi “ituh” dan “ini” jadi “inih”
‘sama met, aing ogek ngerasa kitu. Aya nu te beres. sigana mah iye
penipuan.’ Adi membenarkan.
Di dalam aku terus berdoa. ‘Ya-Allah, jika memang hamba harus kecewa
dengan pekerjaan ini, hamba telah mempersiapkaan mental dan fisik hamba. namun,
tolong berikan hamba petunjuk, tentang pekerjaan yang sedang hamba jalani ini.’
Setelah selesai sholat dan berdoa, aku langsung keluar dengan perasaan yang
sedikit plong.
‘Woy, gak pada sholat beneran, ni?’ seruku sambil duduk
disamping omet.
Omet dan adi yang kaget dengan kedatanganku, langsung
menoleh kebelakang. ‘Hahh, maneh ed. Ngagetin aja.’
‘Hee,, maaf. Kalian lagi pada ngomongin, apa?’ Tanyaku.
‘Ini, kita lagi ngomongin kantor kita. Saya teh curiga,
kayaknya ada yang tidak beres.’
Jawab adi.
‘Iya, saya juga merasakan hal yang sama.’ Omet membenarkan sambil minum es.
Aku menatap omet dan adi sambil minum es, dan berkata, ‘saya juga
merasakan demikian. Tapi- kita kan sudah buat surat perjanjian, kalo kita keluar,
duit gak balik.’ Kataku.
Omet dan adi hanya mengangguk-ngangguk, ‘kita coba dulu
aja, kalo memang
ada yang gak beres, kita keluar aja. Sekarang kita selidiki dulu saja.’ Lanjut ku
serius.
‘Bener juga maneh. Berati sekarang kita bekerja sama
untuk menyelidiki inih?’ Seru omet. Kemudian kita bertiga menumpuk tangan
kita, tanda sepakat untuk melakukan penyelidikan.
‘Berati kita kayak detektif konan, nyak? Yang
menyelidiki masalah-masalah yang belum terpecahkan. Hebat uy.’ Tiba-tiba adi
berkata, dengan muka sedikit dongo. Aku dan omet hanya mengelus dada.
Kemudian kami kembali ke-kantor, karena
waktu istirahat sudah habis. kami kembali masuk ke ruangan
trainging, kami diberi kata-kata mutiara, yang tujuaannya meyakinkan para
karyawan baru, kami di iming-imingi gaji besar. Namun, aku tetap bingung. Kami
bekerja di staff informasi, tapi didalam ruangan tidak ada computer. Hanya
satu, itupun hanya buat manajernya. Terus, bagaimana caranya kami bekerja?
Maya menjelaskan bagaimana cara kerja kami. Ternyata,
kerja kami memberi info lowongan pekerjaan terhadap orang-orang yang
membutuhkan pekerjaan. Perusahaan kami telah bekerja sama dengan ratusan
perusahaan industri di seluruh Indonesia, tutur maya, dengan muka meyakinkan.
Jadi, jika ada salah satu perusahaan yang membutuhkan karyawan baru,
aku dan kawan-kawan lah yang bertugas mencarikan karyawan.
Namun, ada yang mengganjal, kenapa dalam brosur lowongan pekerjaan, tidak ada
nama perusahaan lain? Yang ada hanya nama PT BAYO PERKASA yang sedang mencari
pegawai baru yang akan ditempatkan sebagai staff informasi. Bukannya, karyawan
staff informasi sudah didapat? Semakin membuktikan, bahwa ada yang tidak beres.
Ke-esokan harinya aku telah resmi menjadi karyawan PT Bayo
Perkasa. Dan ini hari pertama aku bekerja sebagai staff informasi. Aku dandan
rapih, pake kemeja putih panjang, rambut klimis, sepatu pantofel
hitam, celana dasar hitam dan aku berangkat ke kantor. Begitu aku sampai di
kantor dan aku masuk ke dalam, aku seperti orang aneh yang beda dengan yang
lain. Di dalam tidak ada
karyawan yang berpakaian rapih seperti aku. Mereka semua memakai baju biasa,
jaketan, bahkan ada juga yang hanya memakai kaos oblong. Di dalam aku jadi
pusat perhatian, mereka semua menertawakan aku. Mereka bilang jika aku mirip
dengan karyawan bank.
Aku cuek aja, gak perduli mereka mau bilang apa, yang
penting aku rapih karena kerja memang harus rapih. Biar orang ngeliatnya enak.
Jadi orang orang percaya saat kita nawarin kerja kepada mereka.
Aku keluar, aku mau menyebarkan brosur-browsur
lowongan pekerjaan di jalan, stasion, angkot, bandara dan tempat-tempat umum
lainnya. Aku berangkat sendirian naik angkot, karena aku gak punya motor. Sedangkan omet dan adi
mereka nyebarin di sepanjang jalan soekarno hatta.
Di angkot aku terus berfikir, bagaimana bisa, dalam
sebuah perusahaan dibolehkan mengenakan kaos aja? Padahal tugasnya sebagai
staff. Perusahaan jenis apa ini? Di dalam angkot aku terus merenung. Aku bukan
merenungi cewek ataupun pekerjaanku. Tapi aku merenungi nasib uangku yang
sepertinya hangus tanpa mendapatkan gantinya.
Didalam angkot, gak sengaja aku bertemu dengan Bu Mariyam.
Bu Mariyam ini sodaranya mbak Ani, yang tinggalnya juga di kampung gempol. Setiap
pagi juga selalu jumpa dengan aku, pada saat ngantri disumur. Biasa, sumur umum
memang harus ngantri dulu kalo mau mandi dan gak jarang saat aku mandi
kehabisan air.
‘Eh, si adek?’ bu mariyam saat masuk dalam angkot. Kemudian beliau duduk
di sebelah aku. ‘adek darimana, atuh?’ lanjut bu Maryam.
‘Dari kerja, bu.’
‘Aduh, udah kerja, ya? alhamdulilah atuh, kerja dimana
dek?’
‘Di PT Bayo Perkasa, bu.’
‘Adek kerja dibagian apah?’
‘Di staff informasi.’ Jawabku Sambil
senyum.
Kemudian kami ngobrol didalam angkot, sampai tiba di
kampung gempol baru berhenti. Aku bingung apakah harus senang atau sedih dengan
pekerjaan ini. Aku merasa tidak
yakin dengan pekerjaan ini. Aku sangat bimbang ‘Sebuah Pekerjan Tidak Akan
Sempurna, Jika Kita Menjalaninya Karena Terpaksa Atau Dengan Perasaan Bimbang.’ Aku hanya
merenung didalam kamar kosan, sambil menunggu pulangnya riyan dan sukur dari kerja.
Dua hari aku menjalani pekerjaan sebagai staff informasi,
aku semakin tidak betah dengan cara kerjanya. Solanya, aku harus turun
kejalanan untuk memasang iklan di jalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya.
Aku gak bisa kerja seperti ini, aku gak terbiasa dengan pekerjaan seperti ini.
Saat itu, di bawaah teriknya matahari, dan dibalik
ramainya jalanan di Jalan Moh Toha di saat aku tengah memasang iklan di sebuah
jembatan. Aku bertemu dengan beberapa cewek yang usianya hampir sama dengan
usia-ku. Kalo dilihat dari cara berpenampilannya mereka
seperti orang yang sedang mencari kerja, sama seperti aku dulu. Rapih banget.
Kemudian mereka menghampiri aku karena penasaran dengan iklan yang sedang aku
pasang.
Mereka mendekat dan bertanya. ‘Aq, itu lowongan
pekerjaan, ya?’ Tanya salah satu cewek. Aku langsung menoleh ke-arah cewek itu
dengan muka polos.
‘Iya, teh. Kalo mau, bisa menghubungi saya.’
‘Boleh, liat dulu browsurnya, aq.’
‘Oh, boleh-boleh.’ Kataku sambil memberikan browsur.
Mereka melihat dan membaca browsur yang aku berikan.
Setelah mereka membaca, expresi muka mereka pun jadi berubah. Yang tadinya
senyum-senyum karena mendapat info lowongan pekerjaan, namun kini wajah mereka
mengkerut seperti mengetahui sesuatu. Mereka berbisik-bisik dengan mata aneh
melihat aku. Aku yang merasa asing, hanya terdiam malu sambil menunduk.
‘Aq, kamu kerja di PT Bayo Perkasa?’
Tanya satu cewek.
‘Iya, teh.’ Jawabku polos.
‘Aq, masak dari dulu, yang dicari Cuma staff informasi mulu, apa gak
ada yang lain?’ Tambah satu cewek dari belakang. Mendengar kata-kata
cewek itu, aku langsung kaget.
‘Tunggu-tunggu, maksutnya gimana ni? Dari dulu? Cuma staff informasi?’ aku bingung. ‘Ini maksutnya gimana, tolong bisa dijelaskan?’ lanjutku
penasaran.
Kemudian cewek-cewek itu menceritakan semuanya tentang
PT Bayo Perkasa yang mana mereka juga pernah melamar kerja disana. namun
mereka tidak mau membayar uang training, jadi mereka belum sempat bekerja. Yang
harus di-ingat adalah ternyata sejak satu tahun yang lalu PT Bayo Perkasa
hanya mencari staff informasi dan satu-persatu karyawannya mengundurkan diri,
karena merasa ditipu.
Aku telah mengetahui jelas sekarang. Mulai hari ini aku
gak mau focus dengan pekerjaan ini, tapi sekarang aku lebih fokus ke bayaran yang telah
dijanjikan. Manajer bilang, satu bulan kerja aku dan yang lain akan mendapat
uang transport dan uang makan serta uang kerja selama satu bulan. Aku mau
mengorek informasi tentang system bayarannya. Aku tidak mau, jika sudah satu bulan
kerja, namun tidak diberikan hakku sebagai karyawan. Kan rugi?
‘Terimakasih ya, teh? Atas informasinya.’ Kataku
kemudian bergegas pulang ke kantor.
Aku langsung naik angkot, dan aku mengabari kedua
temanku yaitu adi dan omet. Setelah aku sampai di kantor, aku sudah ditunggu
oleh omet dan adi di depan kantor. Dengan muka bingung karena tiba-tiba aku
meminta adi dan omet untuk ketemuan.
‘Sebenarnya, aya
naon sih, inih?’ Tanya omet dengan rokok di selah-selah jarinya.
‘Iyah,
kunaon maneh ngajak ngetemuan di-die?’
Tambah adi sambil merokok.
Aku yang telah mengetahui semuanya segera menyusun
strategi untuk mengorek info tentang pekerjaan kami. ‘oke, langkah pertama yang
harus kita lakukan, kita harus merayu resepsioninya. Agar dia mau memberikan
keterangaan tentang perusahaan ini. Karena, kebetulan dia naksir sama aku. sepertinya.’
Kataku membsisik adi dan omet.
Kemudian aku memberikan cara selanjutnya,
bla-bla-bla-bla...... setelah hampir setengah jam kami berdiskusi. Kini
saatnya kami beraksi. Hal pertama yang
akan kami lakukan adalah masuk kedalam dan duduk
diruangan kerja, setelah itu tugas aku merayu resepsionisnya. Aku mulai beraksi
dan mencoba merayu resepsionis, dengan curi-curi pandang, agar dia ngerasa kege-eran. sebut saja
namanya Leny. Kebetulan leny orangnya mudah kege-eran, jadi
gampang untuk merayunya.
Saat aku sedang merayu leny. Aku melihat ada
bapak-bapak yang sedang duduk di dalam ruangan maya. Aku mendengar
percakapan mereka. Ternyata bapak-bapak ini ingin membatalkan kontrak kerja anaknya
dan meminta untuk uangnnya kembali. Namun, pihak perusahaan tidak mau
mengembalikannya, meskipun si bapak telah memohon. Padahal, alasan bapak
meminta uangnya kembali sangat jelas banget yaitu untuk mengobati anaknya yang
teggah terbaring dirumah sakit karena penyakitnya kambuh. Melihat semua itu,
aku tambah yakin, kalo perusahaan ini hanya menipu dan hanya mencari uang dari
iming-iming gaji besar.
Aku, omet dan adi, saling main mata. Kami tau, jika
memang ini penipuan sepertinya. Setelah bapak itu pergi, maya yang tidak
berhati nurani itu malah ngomel-ngomel karena kedatangan bapak tua tadi
“hanya membuang-buang waktunya saja.” Kata maya dengan muka sewot.
Karena sudah waktunya pulang. Aku, omet dan adi pulang
ke rumah. Kami
berada dalam satu angkot. Di dalam kami terus ngomongin masalah ini.
Sampai-sampai penumpang angkot yang lain pada ngeliatin kami. Karena sesekali
omet mengeluarkan kata-kata kotor karena jengkel.
Di kosan, aku bercerita dengan riyan dan sukur, tentang
semua yang telah terjadi dengan aku. Kebingungan pun mulai melanda pikiran dan
hatiku. Bagaimana tidak, uang tinggal 100.000, pekerjaan gak bener. Apa yang
harus aku lakukan jika sudah seperti ini?
Disaat situasi sepeti ini aku sangat membutuhkan sosok seperti suci: dewasa, bijak, baik, pengertian dan cerdas untuk menenangkan fikiranku. Karena memang hanya dia yang mampu
menenangkan aku, seperti saat dulu masih di SMA. Namun, beberapa hari ini suci
tidak lagi pernah menghubungi aku. Hape aku sepi tanpa dia,
biasanya hanya dia yang meramaikan, tapi sekarang sepi karena dia gak sms.
Mungkin dia sedang sibuk dengan tugas-tugasnya di kampus?
Jika sudah seperti ini Aku gak mungkin bercerita
tentang semua ini kepada kedua orang tuaku. Karena jika aku bercerita pasti
mereka akan sedih banget memikirkannya. Malah aku nanti nyusahin mereka lagi,
kan aku sudah janji gak mau nyusahin mereka.
Besoknya, aku kembali masuk ke-kantor dengan
penampilan seperti biasa, rapih dengan rambut klimis dan tidak menaruh rasa
curiga sedikitpun. Aku pura-pura semuanya normal-normal saja agar misiku berjalan dengan lancar.
Setelah sampai di kantor, aku langsung mendekati
resepsionis dan merayunya. leny merupakan resepsionis satu-satunya di perusahaan
ini, yang mana dia juga baru lima bulan bekerja di PT. Bayo Pekerkasa.
Sebenarnya dia juga pengen pindah kerja,
karena disitu gajihnya kecil. Namun
karena cari kerja susah, terpaksa dia harus bertahan di sana. Lapangan pekerjaan yang sedikit tidak mampu menampung
para pencari pekerjaan yang semakin menjamur di negeri ini. Itu penyebab
terjadinya penipuan, kejahatan, pengemis, dan yang sekarang lagi buming
adalahpembegalan.
Aku berfikir, bagaimana bisa, perusahaan-nya berdiri
sejak empat tahun yang lalu? Tapi semua karyawannya, bekerja paling lama baru
lima bulan. bahkan ada yang baru dua bulan, satu bulan, dan ada yang baru
beberapa hari seperti aku, omet, adi dan yang lainnya. Jelas sekali, ini
merupakan penipuan yang berkedok perusahaan dan dilindungi oleh masyarakat
setempat, atau sebuah organisasi yang kuat, Sehingga
mereka sangat kompak banget.
Aku mendekati leny dengan
rayuan-rayuan maut yang pernah aku pelajari dari ftv. Aku merayu dia dengan iming-imingi lowongan pekerjaan
di sebuah penerbangan atau bandara. Sebelumnya
leni pernah cerita kepadaku bahwa sebenarnya dia pengen banget kerja di
penerbangan. Namun, dia tidak memiliki temann atau cannel yang berkecimpung di
penerbangan. Maka dari itu, aku merayu dia dengan mengatakan bahwa aku punya
paman yang kerja di penerbangan dan sedang mencari karyawan.
‘Leny, aku punya sodara yang bekerja di penerbangan lo.
Dan dia sedang mencari staff cewek, buat ditaro di bagian ticketing.’ Kataku
sambil duduk didekat leny. Leny yang notabennya suka banget dengan aku, dia
tersenyum-senyum malu, sambil salah tingkah.
‘Kamu beneran, ed?’ katanya sambil megang
tangan aku. Aku langsung nelen ludah saat leny megang tangan aku. Omet dan adi
yang melihat dari balik kaca, malah cenge-ngesan, meliaht expresi muka aku yang
gak karuan saat leny megang tangan aku..
‘Iya, beneran. Dia paman aku, kalo kamu mau. Bisa aku
rekomendasikan.’
‘Seriusss?’
tangan leni makin erat megang tangan aku.
‘I-ya,’
aku gugup.
Seketika leny langsung histeris, dia seneng banget
denger akan direkomendasikan. Dia teriak sambil menutupi mulutnya dengan tangan,
sambil sesekali meluk aku secara mendadak. Melihat leny yang histeris ketika
mendengar akan direkomendasikan, aku malah semakin takut, karena leny tidak
biasa, dia terlihat seperti orang gila, ketika histeris.
Kemudian aku dan leny ngobrol masalah pribadi. Aku
menyingkirkan sejenak obrolan tentang pekerjaan, meskipun leny sangat ingin tau
bagaimana caranya biar bisa masuk kerja di bandara. aku balum masuk dalam tahap
penyelidikan, aku masih dalam tahap merayu.
Sepertinya, jika dilihat dari expresi wajahnya. leny sangat bahagia hari
ini, karena bisa dekat-dekat dengan aku. namun berbeda terbalik dengan aku, aku malah terlihat
kacau setelah beberapa kali dipeluk secara tiba-tiba oleh leny, (meskipun sedikit menikmati).
Kemudian aku pulang, dengan wajah sedikit kelihatan
dongo efek dari deket-deket dengan cewek yang suka histeris mendadak. Kali ini
aku gak mau naik angkot, kali ini aku memilih jalan kaki menyisiri jalanan. Seperti
yang pernah aku lakukan saat hari petama datang kebandung. Dengan tas ransel di
punggung, aku bejalan santai sambil menikmati ramainya jalanan di bandung. Di
tengah perjalanan aku berhenti sejenak untuk beli minum pada penjual asongan
yang jualan di lampu merah. Aku lihat dia sedang berdiri dengan topi hitan,
serta kotak yang ia kalungkan di leher dan menawarkan minuman di bawah teriknya
matahari.
Bukan hanya pedagang asongan yang mengadu nasib di
lampu merah. Aku melihat ada beberapa orang yang mengais rizki disana seperti:
topeng monyet, penjual mainan anak-anak, pengamen bertopeng, ada juga yang
membersihkan kaca-kaca mobil dan yang paling gak asing lagi adalah gembel
(pengemis). Ternyata dunia sangat kejam, aku mengira jika aku orang yang paling
menderita, ternyata masih banyak orang yang lebih menderita dibanding aku yang
tidak kelihatan.
Anehnya, dimana keadilan dan hak mereka? Kenapa mereka
harus melakukan hal itu? dimana keadilan pemerintah? Pernahkah
mereka melihat orang-orang yang mengadu nasib di lampu mereh? Berhentilah
mengurus diri sendiri wahai para pemerintah, cobalah untuk sejenak memikirkan
nasib orang-orang miskin yang ada di Indonesia. Berhenti korupsi dan gunakan
uang Negara untuk mensejahterakan rakyat, bukan untuk mensejahterakan keluarga dan rekan-rekan-mu saja.
‘Mas, minta aqua satu, ya?’ kataku santai.
‘Sabaraha, aq?’ Tanya penjual asongan. ‘satu aja, ya.’ Jawabku santai.
Kami duduk di dekat pagar tugu bandung lautan api. Aku dan pedagang asongan itu ngobrol-ngobrol. Sampai tidak sadar dia telah menceritakan sebelum dia
menjadi pedagang asongan dan kenapa dia bisa akhirnya memilih jadi pedagang
asongan. Ternyata, si pedagang asongan
itu juga korban dari ketidak adilannya dunia ini. Dia tamatan SMA dengan nilai
yang lumayan bagus. Namun, karena keterbatasan ekonomi, tidak memungkinkan dia
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. padahal dia
sangat ingin sekali bisa melanjutkan pendidikannya lagi, agar bisa menggapai
cita-citanya. Karena gak punya uang, dia harus jadi pedagang asongan. Selain
gak punya uang untuk kuliah, cari kerja yang susah mengharuskan dia untuk
menjadi pedagang asongan yang terkadang bermasalah dengan pihak-pihak berwajib
seperti Polisi dan Satpol PP. Di kota cari kerja susah banget, jika kita tidak punya
kenalan orang dalam atau ada orang yang membawa kita. Sekalinya tanpa ada
orang dalam, kita harus bayar agar bisa diterima.
Aku dan pedagang asongan, sebut saja namanya Mamat,
ngobrol panjang lebar. Aku juga menceritakan keadaanku saat ini. Bagaimana
susahnya juga aku. Mamat yang mendengar aku cerita sangat perihatin sekali,
karena sebagai anak perantauan, dia bisa merasakan bagaimana susahnya hidup di
kota. Tiba-tiba Mamat mengatakan, suatu
saat jika dia jadi ketua KPK, dan berhasil menangkap koruptor, dia tidak
segan-segan untuk menghukum koruptor itu dan hartanya akan dibagikan untuk
rakyat yang kurang mampu, seperti aku dan dia.
‘Saya dulu, bercita-cita untuk menjadi ketua KPK.’ Mamat tiba-tiba. ‘tapi, itu semua harus saya tahan untuk beberapa tahun, karena saya belum
punya uang untuk melanjutkan pendidikan.’ Lanjut mamat.
‘Tapi, kalo aku sudah punya uang aku pasti kuliah dan aku
pasti bisa jadi ketua KPK.’ Mamat mantap.
‘Iya, saya juga harus bersusah payah mencari dana untuk
kuliah, malah sekarang saya kena tipu.’ Aku menyambung dengan nada
sedih.
‘TERKUTUK BUAT MEREKA PARA KORUPTOR, YANG TIDAK PERNAH
MEMIKIRKAN RAKYAT KECIL SEPERTI KITA, INI.’ Seru mamat, sambil mengepalkan
tangannya ke udara. ‘suatu saat, jika saya diberi ijin untuk menjadi
pimpinan KPK, saya akan hukum seberat-beratnya para koruptor yang saya tangkap.’ Dia mantap banget.
‘HIDUP KPK!’ Mamat teriak, sambil berdiri dan mengepalkan tangan.
Aku yang bingung, ikut-ikut berdiri dan teriak. ‘IYA, HIDUP KPK!’ Kemudian kami terlihat seperti orang gila yang sedang membacakan ulang naskah proklamasi. Akhirnya
kami baru sadar jika di lampu merah banyak rang, lalu kami
saling menatap.
Hening.
‘Amin-amin, semoga kita bisa menggapai impian kita.’
Kata aku, sambil memegang pundaknya mamat. Kami berdua seperti dua orang anak
laki-laki yang berbeda daerah dan beda suku, tapi satu nasip.
Kemudian mamat memberikan nomor kontaknya kepada aku,
kami tukeran nomor handphone dan kemudian mamat pergi untuk melanjutkan
berjualan. Sebelum pergi, mamat meminta aku untuk menghubunginya, jika butuh
bantuan. ‘HIDUP KPK.’ Mamat teriak sebelum pergi. Aku ngeliatin dia lalu
mengangkat tangan sambil berkata ‘IYA, hidup-kpk.’ Aku lirih.
‘Jangan, malu-malu untuk menghubungi saya, jika butuh
bantuan. Ya sahabat?’ seru mamat, dengan kotak asongan dikalungkan dilehernya.
Aku menatap mamat, sambil tersenyum, sambil berkata. ‘Siaapp…!!!’ Kemudian mamat
pergi, dan aku hanya bisa memperhatikan kepergian mamat. Sambil memastikan kalo
dia tidak teriak-teriak lagi.
Di kosan,
aku sangat ingin sekali menghubungi keluarga di rumah. Namun aku
gak berani, aku gak mau mereka tau kalo aku disini sudah tertipu. Pasti mereka
akan cemas banget. Apalagi kalo sampai pamanku tau, soal semua
ini. Pasti dia akan tertawa lebar dan merendahkan bapak dan keluarga aku di
kampung. Karena memang pamanku satu ini tidak suka jika melihat keluarga aku bahagia.
Ke-esokan harinya aku kembali masuk kerja, namun kali ini bukan untuk
bekerja. Tapi untuk sebuah misi, tentang kebenaran perusahaan itu. Dengan
perasaan penuh kejengkelan, aku masuk kedalam kantor tersebut. Di dalam, aku
ditanya oleh manajernya, yang hanya mengenakan kaos, dan sandal japit di
kantor. Apakah itu menandakan seorang pemimpin?
‘Kamu gak kelapangan? (maksutnya nyebar browser lapangan
pekerjaan di tempat-tempat umum).’ Tanya manajer, sambil merokok.
‘Egak, pak. Saya lagi gak enak badan.’
‘Heemm,,, jangan sampai sakit. Karena akan mengganggu
pekerjaanmu.’ Kata manajer, sambil membersihkan kursi yang hendak ia duduki.
Kemudian, aku kembali merayu leny yang tengah asyik
maenan handphone. ‘Hay, leny. Hari ini, kamu cantik banget.’ Kataku
merayu. leny yang sebelumnya belum pernah mendapatkan pujian, ia langsung
gemetaran sambil
meliyuk-liyukan badannya.
‘Ah, edi bisa aja. Makasih, ya? Atas pujiannyah.’ Kata leny
dengan muka malu-malu.
‘Iya, sama-sama.’ Kata aku sambil senyum terpaksa.
Kemudian kami ngobrol, leny mulai masuk dalam
perangkap rayuanku yang aku pelajari dari ftv. Beberapa menit kemudian aku bertanya kepada
leny, tentang bagaimana sistem gaji yang diberikan pada karyawan seperti aku,
dan yang lainnya. Kali ini mulai masuk ke tujuan aku deketinn leny. MISI MULAI DIJALANKAN.
‘Leny, aku mau nanya.’ aku lirih. ‘iya, nanya apa?’ leny sambil mukanya agak serius.
‘Aku mau nanya, berapa gaji yang kami dapat, jika kami
gak bisa memenuhi target?’ Tanyaku di dekat telinga leny. mendengar pertanyaan
aku, seketika leny langsung kaget, dan
membuang muka muka.
‘Kamu kenapa, nanya kayak gitu?’
‘Aku Cuma pengen tau aja. ayolah leny,
jujur sama aku. kamu pasti tau.’
‘Aku gak tau!’ Leny
singkat.
Namun, setelah aku terus merayu dan memohon, akhirnya
leny menceritakan semuanya. Namun harus dengan syarat, aku tidak boleh
membocorkan rahasia ini kepada siapapun. Karena, jika rahasia ini sampai bocor
ke orang lain, keselamatan leny akan terancam, bukan hanya leny saja, bahkan
karyawan yang mengetahinya pun juga terancam.
Leny cerita panjang lebar bla,,,, bla,,,, bla,,, sampai akhirnya
aku mengetahui semuanya. Betapa
terkejutnya aku mendengar penjelasan leny. Semua dugaan aku benar, semua yang
aku takutkan terjadi. Aku tertipu dan aku telah kehilangan uang yang sangat
berharga bagiku.
Sekarang aku telah mengetahui semuanya, apa yang
sebenarnya terjadi pada perusahaan itu, dan aku memutuskan untuk behenti
bekerja dari parusahaan itu. Ternyata semua yang dijanjikan oleh perusahaan itu
bohong, soal gaji besar, soal tunjungan makan dan transportasi, semuanya
kosong. Gaji kami selama satu bulan, hanya dibawah seratus ribu, tidak
sebanding dengan dana yang kami keluarkan untuk biaya transport, serta foto
kopi dan lain-lain. Aku memberi tau kabar ini kepada kedua omet dan adi yang tengah
menyebarkan brosur di satsion. Mulai hari ini aku memutuskan, tidak akan
bekerja lagi diperusahaan itu, aku mau
berhenti dengan alasan mau operasi jantung di Jakarta. Agar aku tidak dituntut.
‘Besok, aku gak masuk kerja. Kalo ada yang nanya, bilang
aja, aku dijemput orang tuaku, untuk melakukan operasi jantung di Jakarta.’ Kataku ke adi dan
omet. Mereka yang memahami perasaan aku langsung mengiyakan alasanku. ‘Iya.’ kata omet dan
adi bersamaan.
Aku langsung pulang ke kosan dengan perasaan sedih dan
bingung, aku sangat kacau sekali. Rasanya aku pengen bunuh diri, aku gak tau
mau ngapain lagi. uang habis, pekerjaan gak dapat, malah tertipu lagi.
Semua ini gak adil menurut aku, kenapa yang diberi cobaan berat hanya rakyat
kecil? Kenapa koruptor bisa bebas kemana-mana mereka suka? Disinalah aku mulai
putus asa, aku hancur banget, pikiran aku kemana-mana, tak enak makan dan tak
enak tidur. Nampaknya aku mulai
di uji dengan cobaan yang lebih berat lagi.
‘Lho, ed? Kok dirumah? Tanya mbak ani. ‘gak kerja, to?’
‘Saya berhenti kerja, mbak.’ Jawabku dengan muka sedih.
‘Kamu kenapa? Ada masalah?’
‘Gak -
kok - mbak. Cuma saya gak betah aja.’ Aku menutupi.
Mbak ani yang melihat muka aku yang tidak seperti
biasanya, menyimpan banyak pertanyaan. Kenapa kok muka edi sedih begitu? Apa
yang sedang terjadi terhadapnya?
Malamnya, aku dihubungin dari pihak PT Bayo Perkasa.
Mereka nanya, kenapa kok tadi gak masuk kerja? Begitupun leny,
dia selalu nanya kabar aku namun aku gak pernah membalas sms dari leny. Karena
selain aku gak suka sama leny, sekarang bukan saatnya untuk membalas sms-sms
yang gak penting. Sekarang yang aku
fikirkan hanya bagaimana caranya aku dapaat pekerjaan pengganti.
Pertanyaan dari pihak perusahaan aku jawab dengan
alasan yang sudah aku buat sebelumnya. Alasan aku gak masuk kerja karena
dijemput orang tua-ku untuk melakukan operasi jantung dijakarta. Dan
sepertinya, akan berhenti dari pekerjaan ini. Mendengar alasan ini, pihak
perusahaan bisa memakluminya. Mereka tidak bisa menuntut apa-apa dari aku. Dan
akhirnya sekarang aku sudah terbebas dari belenggu pekerjaan salah ini, namun
aku kembali dihadapkan dengan masalah baru yaitu (menganggur).
Seperti yang sudah aku katakana, aku kembali menjadi
pengangguran, dengan sisa bekal uang hanya tersisa 75000. sebenarnya aku sempat
diberi pinjaman oleh sukur dan riyan, namun aku menolak. Kerjaa juga belum,
masak udah mau ngutang, aku takut gak bisa bayar. Selain itu aku juga gak mau
merepotkan mereka lagi, karena dengan tinggal gratis dikosannya pun, sudah
sangat membantu bagi aku.
Aku merenung sendirian sambil melamun dan aku teringat
dengan kata-kata dari salah satu motivator dunia, Warren Buffet: “Kegagalan Bukanah Akhir
Dari Segalanya Melainkan Kesuksesan Yang
Memutar.” Maka, aku tidak boleh mengeluh, dan menganggap ini sebagai pelajaran
penting dalam hidup, agar lebih berhati-hati lagi dalam memilih pekerjaan.
Dalam hati aku berkata: Saya Harus Melakukan Sesuatu Agar Saya Tetap Hidup.
BAB
18
JADI
PEDAGANG ASONGAN
Saat
merenungi nasib yang gak jelas di atas loteng. Kemudian aku ingat dengan mamat si pedagang asongan yang aku jumpai dua
hari yang lalu di lampu merah. Aku ingat, bahwa dia memberikan nomor hapenya ke
aku. Tanpa banyak berfikir aku segera menghubungi mamat untuk minta bantuan. Siapa tau dia bisa membantu aku dengan kondisiku seperti ini. Aku sms mamat dan aku minta ketemuan di Tugu Bandung Lautan Api malam ini.
Mbak ani yang masih dilanda rasa penasaran
dengan wajah aku yang sedih, dia nanya ke riyan. Kemudian Riyan menjelaskan apa
yang sedang menimpa aku. Dan mbak ani merasa sangat prihatin sekali. Dia merasa
sangat kasian, ingin rasanya membantu aku tapi gak bisa, karena mbak ani juga
bukan orang yang memiliki banyak uang. Dalam hati ia berkata “Baru pertama kali
kebandung, sudah tertipu.” Sambil kepalanya geleng-geleng tidak percaya.
‘Maneh kenapa? Kok tiba-tiba ngajak ketemuan?’ Tanya mamat.
‘Aku butuh bantuan kamu, aku baru saja tertipu dan
sekarang aku sudah gak punya pekerjaan. Aku bingung mau ngapain, aku gak
memahami begitu banyak kehidupan dikota.’ Aku menjelaskan.
Kemudian aku menceritakan semuanya kepada mamat. dia merasa prihatin dengan
kejadian yang menimpa aku. Karena kasian, Mamat memberikan tawaran kerja, untuk
aku. Mendengar mamat menawarkan pekerjaan, aku sangat seneng sekali, karena aku
bisa bekerja lagi dan tidak jadi pengangguran. Aku nanya ke mamat tentang
pekerjaan apa yang ia tawarkan ke aku. Ternyata mamat nawarin kerja yang tidak
jauh beda dengan pekerjaannya yaitu sebagai pedagang asongan, seperti mamat.
Karena tidak ada alternative lain, akhirnya aku terima tawaran mamat. Se-enggaknya bisa untuk menyambung hidup.
‘Maneh, mau tidak? Kerja bareng saya?’ Tanya mamat,
sambil menatap wajahku.
‘Kerja? Kerja, apa?’ tanyaku penuh semangat.
‘Jadi pedagang asongan seperti, saya. Gimana? lumayan,
buat nyambung hidup, sambil kamu menunggu kerjaan yang lain.’ aku diam sejenak,
aku berfikir apakah harus diambil atau tidak.
Setelah melewati tahap pemikiran yang cukup singkat
akhirnya, ‘oke, kalo gitu, aku
mau jadi pedagang
asongan seperti kamu.’ Aku mantap. ‘Tapi-…?’ aku lemas.
‘Tapi kenapa lagi, atuh? Ulah tapi-tapi,’ seru mamat
menatap tajam ke mataku.
‘Tapi Aku Gak Punya Modal, Gimana Caranya Aku Bisa
Jualan?’ Seruku sambil memegang kedua pundak mamat. Seketika mamat terdiam,
mendengar suara aku yang begitu keras ditelinganya. Mata mamat melotot, mulut
menganga, kemudian ia berkata.
‘Halah, kalo masalah eta mah, gampil atuh!
Urang aya, amun duit mah. Santai wae amun gawe jeng si mamat mah.’ Seru mamat menggunakan bahasa sunda.
Aku bengong, karena sejujurnya aku tidak tau apa yang
sedang mamat katakan. ‘Kamu ngomong, apa, mat?’ tanyaku dengan alis sedikit
ditarik ke atas.
Mamat menepuk keningnya lalu berkata, ‘haduhh, maneh mah blegug pisan, atuh.’ Sambil mulutnya
di dekatkan ke mukanya aku. ‘maksut saya, saya punya uang, buat modal dagang,
gitu!’ Mamat memperjelas.
Aku yang memahami maksut mamat, hanya manggut-manggut
kepala, sambil tersenyum. ‘kamu
ngerti, apa egak?’ seru mamat, dengan mata melotot. Aku langsung kaget, mamat tiba-tiba teriak didepan
muka aku. Dengan muka panik, aku menjawab. ‘Hahh, Iya-Iya-Iya, Aku Ngerti.’ Sambil menelan ludah dan mengelus-ngelus dada.
‘Nahhh, kitu atuh.’ Kata mamat sambil tersenyum. ‘berati,
gratis ni, aku jualannya?’ Tanyaku ke mamat. Mamat langsung menatap aku, sambil
menyelemon mulutnya.
‘Ya tidak, atuh. Enak amat gratis, kamu harus ganti.’ katanya.
‘tapi- nanti- Kalo kamu sudah punya uang.’ Kata mamat `sambil
nyengir.
Aku diberi kotak untuk dagang warna hijau. Aku senang
sekali akhirnya bisa dapat kerjaan lagi. Untuk menambah semangat dalam dagang,
aku membeli sepidol warna merah yang aku tulis disisi kotak. Tulisan itu adalah
CALON MENTERI, karena dengan tulisan itu aku akan selalu ingat dengan
cita-citaku dan akan tambah semangat untuk menggapainya.
Ke-esokan harinya, di pagi hari yang masih diselimuti
dengan embun. Tanpa sepengetahuan sukur dan riyan, serta mbak
ani dan keluarga. Aku diam-diam memulai jualan asongan di dierah dago,
kabupaten bandung kota. Sebelum memulai dagang, aku diperkenalkan oleh
teman-teman yang sudah duluan jadi pedagang asongan.
Aku dibawa kesebuah
gedung yang sudah tidak terpakai dan didalamnya sangat
berantakan banget. Kursi yang udah rusak disetiap sudut, jaring-jaring
laba-laba banyak menempel di dinding, genting (Atap) yang sudah pada pecah, serta jendela yang
hampir semuanya rusak. Membuat aku merasa trakut, suasana di dalam rasanya
menjadi mencekam bagi aku. Selain itu, didalam juga sudah banyak pedagang
asongan yang sedang berkumpul disalah satu ruangan. Yang biasa digunakan untuk
mengadakan pertemuan.
Aku dan mamat duduk di sebuah balok kayu yang berada
didekat jendela. Gak lama Kemudian datang dua orang laki-laki dengan badan
tinggi, besar, rambut panjang, anting ditelinga kanan dan kiri, gelang paku
ditangannya, serta kepala yang botak. Dalam hati aku berfikir, ‘ini orang
jualan paku, apa, ya ? dengan muka tegang penuh rasa takut. Ternyata
Mereka yang membagi tempat-tempat yang akan dijadikan lokasi jualan.
Aku yang merupakan anak baru, sangat ketakutan, bahkan
aku hanya diam saja, melihat dua orang laki-laki yang berbadan besar itu,
berpidato di depan. Aku menoleh kanan dan kiri, semua anak pada diam,
mendengarkan si badan besar berbicara. Aku gak tau, siapa dua orang laki-laki
itu. yang aku tau hanya dua orang laki-laki dengan tato ular dilengan kirinya.
‘WOY KAMU, ANAK BARU, YA?’ Seru salah satu
dari mereka sambil menunjuk muka aku.
Seketika aku langsung gemetaran, aku takut banget.
Sampai aku gak bisa ngomong apa-apa, dan rasanya
titit aku pengen ngompol.
‘KENAPA GAK JAWAB?’ Lanjut orang
besar itu.
‘I-iya bang. Saya anak ba-ru.’ Jawabku sambil gemetaran,
muka pucat.
‘Karena kamu anak baru. Kamu jualan bareng mamat. Tapi
ingat, kalo ada polisi jangan ditawarin minum.’
‘TAU GAK ?’ lanjut mereka
sambil mata melotot.
‘I-iya bang. Tau-tau.’ Aku mangguk-mangguk.
Sekitar 20 (dua puluh) anak dalam satu ruangan, dan semuanya
tunduk kepada laki-laki itu. Aku semakin
bingung, kenapa dengan laki-laki itu? Setelah selesai berpidato, laki-laki itu
menyuruh aku dan yang lain untuk memulai jualan. Dengan tenpat-tenpat yang sudah ditentukan oleh kedua laki-laki besar
itu.
Satu kalimat yang aku selalu ingat yang diucapkan oleh
laki-laki itu. ‘KALIAN HARUS HATI-HATI, JANGAN SAMPAI POLISI MENANGKAP KALIAN!’ Kalimat yang
membuat aku bertanya-tanya. Kenapa kok bisa ditangkap polisi? Kan hanya jualan?
Apa ada yang salah dengan pedagang asongan?
Aku terus berfikir seperti itu, aku masih bingung
dengan kalimat itu. aku ingin bertanya, namun rasa takut membuat aku memilih
untuk diam. Karena memang kedua laki-laki itu membuat semua anak-anak takut,
karena mereka selalu membawa pisau, setiap bepergian.
Ini hari pertama aku menjadi pedagang asongan. Profesi
yang sebelumnya gak pernah aku lakukan, bahkan aku tidak pernah bermimpi untuk
menjadi pedagang asongan. Aku seperti mimpi sekarang, aku tidak percaya jika
sekarang aku memiliki kalung yang terbuat dari kotak kayu
yang isinya air mineral dan rokok. Aku
sudah seperti superman karena membawa kalung yang beratnya mencapai 7 kilo. Aku dan mamat mendapat bagian di area stasiun kereta.
Dengan perasaan takut dan bingung, aku memulai dagang dengan mengucap Bismillah.
Aku jalan di antara orang-orang yang sedang menunggu
jadwal kereta mereka tiba. Ada yang tiduran, ada yang sedang merokok, namun
kebanyakan mereka pada maenan hape. di ruang tunggu. Dengan muka agak sedikit malu, aku menawarkan barang
dagangan kepada setiap orang. Aku jalan dari ujung ke ujung dan kebanyakan
pembeli membeli air mineral. Aku
mulai merasakan lelah, karena memang cuaca sangat terik sekali. Aku duduk
disamping tiang, sambil mendinginkan badan dan meletakkan kotak di tanah, karena leher aku sepertinya sudah
lecet. Sambil duduk aku mencoba untuk membuat AC buatan dengan
mengipas-ngipaskan topiku keleher.
Aku istirahat sambil menghitung pendapatanku hari ini,
satu persatu aku hitung barang yang sudah terjual dan aku menghitung jumlah
uang yang sudah aku dapat selama hampir 8 jam jualan di stasion. Hasilnya cukup
lumayan, aku bisa menghasilkan uang banyak, cukup untuk memberi setoran
terhadap kedua orang besar tadi dan sisanya bisa buat balikin uangnya mamat
yang sudah aku pinjam (tentunya secara mencicil).
Saat aku sedang santai disamping tiang sambil
kipas-kipas, secara mengagetkan mamat menepuk pundak aku dari belakang, ‘woyyy…..
lagi santai, nih.’ Mamat duduk disampingku.
‘Ah, kamu mat. Bikin kaget aja.’ Kataku menoleh kearah
mamat.
‘Hehee, map,’ Mamat meringis. ‘gimana? Jualan hari ini, laku gak?’
‘Laku dong. Lumayan banyak lagi. Cukup buat nyicil utang
saya ke kamu, sama buat dua orang besar itu.’
Seketika aku teringat dengan kedua orang besar itu, dan
aku menanyakan siapa sebenarnya mereka kepada mamat. ‘oya, mat. Siapa sih? Dua
orang yang badannya besar-besar, itu ?’
‘Oh, eta-mah, bos cecep sama bos irwan.’
‘Mereka, siapa?’
‘Mereka itu yang memberi ke-amanan buat kita, para pedagang
asongan.’
‘Ke-amanan? Ke-amanan dari apa?’ Tanyaku penasaran.
‘Dari pereman-pereman, atuh. Kan dibandung preman gak
Cuma satu, kalo kita gak ada bekengannya. Mana mungkin kita bisa jualan di
pinggir-pinggir jalan atau tempat-tempat umum dengan bebas.’
‘Ohh, jadi gitu, terus, Kok kita
disuruh menghindar dari polisi atau satpol PP?’ Aku masih
penasaran.
‘Aduhhhh… Edi! Ya jelas atuh kita disuruh menghindari. Kalo kita
gak menghindari mereka, kita bisa ditangkep dan dibawa ke kantor polisi. Mau, kamu?’ Tanya mamat dengan mata melotot.
‘Mau apa?’ jawabku dengan muka polos.
Mamat menepuk jidatnya, sambil berkata. ‘aduh. edi! maneh
mah, blegug pisan sih. Pusing aing jadinya gara-gara maneh, loba
nanya.’
‘Jadi, sebenarnya ini kita ilegal. Kita gak boleh jualan di
tempat-tempat umum sama pemerintah. Makannya, kalo ada Polisi Atau Satpol PP
kita dirazia. Atos ngarti, acan?’
Aku memperhatikan mamat menjelaskan tentang legalitas
usaha ini, dengan muka serius, mata memandang tajam, serta mulut menganga lebar sambil mengangguk-nganggukan kepala dan berkata ‘iya,
saya ngerti. Dikit.’
Hening.
Karena sudah sore, kami pun pulang bareng, jalan kaki
sambil menjual barang dagangan di pinggir-pinggir jalan, sambil godain
cewek-cewek yang mau di godain. salah godain malah Banci. Aku dan mamat saling
bercanda, kami sangat akrap dan sepertinya aku mulai menikmati profesi baru aku
sebagai pedagang asongan. Ya, meskipun harus panas-panasan dan jalan kaki.
Sebelum pulang kerumah, kami harus kembali ke basecame yang digunakan untuk berkumpul para pedagang asongan untuk
menyetor uang ke-amanan kepada bos irwan
dan cecep.
Begitu aku dan mamat sampai di tempat, ternyata sudah
banyak anak-anak lain yang sudah menyetorkan uang ke-amanan. Aku
pelan-pelan masuk dan menyetorkan uang ke amanan kepada bos irwan yang sedang
duduk di kursi dengan kaki di atas meja dan rokok ditangannya. Di dalam aku
melihat anak-anak yang lain yang sedang makan, ada yang minum es, ada juga yang
lagi pijit-pijitan, adapula yang sedang asyik menikmati rokok. Aku langsung
keluar dengan muka polos penuh rasa takut.
‘Waahh, anak baru, ni. Gimana rasanya jadi
pedagang asongan?’ Tanya bos cecep sambil nyengir.
‘E-enak bos.’ Jawabku dengan muka pucat ketakutan. Bos
cecep hanya manggut-manggut dan senyum lebar setelah menerima uang ke-amanan dari aku.
Di rumah, sukur dan mbak ani menghawatirkan aku, karena
sudah seharian aku belum pulang. Bahkan dari pagi mereka belum melihat aku makan,
maka dari itu mereka sangat khawatir. Mereka takut jika terjadi apa-apa denganku.
Saking khawatirnya, Sukur sampek nyari’in aku kemana-mana, namun tidak ketemu juga, padahal
di semua tempat yang biasanya aku datengi juga gak ada. Mbak ani semakin khawatir,
dia takut jika aku maen terlalu jauh dan kesasar tak tau jalan pulang ke-kosan.
Mbak ani sangat cemas sekali, karena dia lah yang dimintai tolong untuk menjaga
dan membimbing aku selama di
bandung, jadi ia merasa bertanggung jawab jika terjadi apa-apa
dengan aku. Karena kedua orang tuaku telah menitipkan aku kepadanya.
‘Gimana kalo dia kesasar? Terus gak tau jalan pulang,
dia kelaparan, pingsan. Pasti dia belum makan, kerena uangnya tinggal sdikit.’
Kata mbak ani panik, sambil matanya melihat ke arah jalan.
‘Egak-egak, kan dia sudah besar. Mungkin lagi main sama temennya.’ Seru sukur, sambil megangin helem, karena dia baru
pulang dari nyariin aku.
‘Temennya itu, siapa? Dia juga baru disini. Makanan khas bandung aja dia belum tau, apalagi
teman.’ Seru mbak ani.
Sukur hanya diam dengan muka pucat, karena takut jika
benar terjadi apa-apa dengan aku. Dia jalan kesana kemari sambil menggumam.
‘udah orang kampung, belum tau kota. Sekali ke kota, ilang lagi.’ lirih sukur
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Riyan yang baru datang tiba-tiba dengan suara lantang
berkata. ‘diculik banci, mungkin.’
Mbak ani dan sukur langsung menatap riyan dengan
tatapan tajam. Dengan muka serius, mereka menatapi riyan. Riyan yang dilihatin
seperti itu, merasa bersalah, dia hanya diam menunduk sambil sesekali menelan
ludah.
Suasana jadi tegang.
Gak lama kemudian aku turun dari angkot, dengan muka
semeringah, tidak seperti kemarin-kemarin, hari ini aku tampak bahagia sekali,
meskipun muka udah item semua karena panas-panasan. Mbak ani, sukur dan riyan
hanya bengong melihat aku cengar-cengir turun dari angkot. Seperti orang yang
tidak mempunyai dosa, padahal sudah membuat cemas mbak ani dan sukur.
‘Hay semua,’ sapaku sambil cengar-cengir. ‘Tumben, pada di pinggir jalan?
Lagi pada ngapain?’ Tanyaku santai.
‘Kamu darimana saja? Kok gak ada kabar? Kamu nyasar?’ tanya mbak ani,
langsung membombardir aku dengan pertanyaan.
‘Iya, kamu dari mana saja? Kita semua kebingungan
nyariin kamu. Takut kamu kenapa-napa.’ Tambah sukur.
‘Iya!’ Riyan membenarkan.
Aku merasa bersalah kemuadian aku menjelaskan semuanya, ‘maaf, kalo
sudah buat cemas. Saya tadi dari
maen tempat temen, kebetulan saya disuruh bantu-bantu di tokonya. Jadi saya
lama pulangnya. Tadinya mau pamitan dulu, tapi mas sukur sama riyan lagi pada
kerja. Mau sms gak punya pulsa, jadi saya berangkat saja.’ Kataku dengan muka
polos dan bohong.
Mbak ani yang sudah dewasa, memberi saran Agar
besok-besok jika aku mau pergi pamitan dulu, biar gak bikin orang dirumah
khawatir. ‘besok-besok, kalo mau pergi pamit dulu atau ngasih kabar. Biar kita
gak khawatir, soalnya kamu masih baru disini. Kami takut kamu kenapa-napa.’
‘Iya, kamu kan masih baru. Makanan khas bandung aja belum
tau, main jauh-jauh.’ Seru sukur.
Mendengar kata-kata mereka aku Cuma manggut-manggut. Aku
merasa bersalah karena sudah berbohong kepada mereka yang sangat baik kepadaku. Ingin sekali aku berkata jujur, namun sepertinya ini
bukan waktu yang tepat. Aku harus merahasiakan dulu pekerjaanku yang sekarang
sampai nemu waktu yang tepat untuk cerita.
Ditengah gemerlapnya bintang, dibalik dinginnya udara malam dan ditemani
secangkir kopi, aku duduk diteras kosan sambil ngeliatin gemerlapan bintang
yang tersenyum kepadaku. Udara dingin pun sangat terasa, karena memang memang
kamar kos sukur terletak di atas jadi jika malam tiba sangat dingin sekali. Malam itu, suasana sangat damai sekali terasa. Kesunyian
suasana malam membuat segar pikiran yang
sedang kacau.
Di atas aku merenung, sambil memahami tentang kegiatanku hari
ini. Aku membuat kesimpulan tentang hari ini, aku juga mencerna apakah ini benar
atau salah. Kesimpulan yang
berhasil aku buat: ternyata
pedagang asongan hasilnya sangat lumayan, Bisa buat makan dan
nabung. Kalo misalnya setiap hari saya jualan terus laris, bisa cepet-cepet
kuliah. Sambil sesekali minum copi.
Aku berfikir, jika terus seperti ini aku bisa cepet-cepet
kuliah. Aku baru tau bahwa, ternyata
pendapatan seorang pedagang asongan lumayan juga, yang jelas lebih besar dari
pendapatan orang-orang yang kerjanya di rumah (pengangguran). Awalnya, aku
mengira bahwa pedagang asongan itu, usaha yang tida menjanjikan. Aku sempat menarik kesimpulan bahwa pendapatan pedagang asongan itu, hanya bisa buat makan dan minum,
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lain. Namun, setelah aku
mengalaminya sendiri, ternyata aku salah banget telah beranggapan demikian.
Sejatinya bahwa jadi pedagang asongan itu lumayan menjanjikan, dan bukan
pekerjaan hina. Hanya saja, kita harus rela panas-panasan. Namun itu tidak
masalah, karena itu merupakan interpreunership dalam dunia bisnis. Aku pernah membaca sebuah buku yangterdapt kalimat “sekecil apapun usahamu, jika kamu melakukannya dengan
iklas dan sungguh-sungguh, pasti akan memberikan hasil yang maksimal untukmu.”
Mulai saat itu, aku berfikir bahwa aku akan menekuni
profesi baru sebagai pedagang asongan, meskipun harus panas-panasan di jalanan
dan tempat-tempat umum. tidak akan ada rasa malu-malu lagi untuk berhadapan
dengan orang banyak. Dengan menjadi pedagang asongan, aku dilatih untuk menjadi
orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan yang pasti aku bisa
keliling bandung sekaligus cari uang. Bahkan, aku sudah tidak takut, jika harus
di razia Petugas Satpol PP. karena itu sudah resiko, seorang pengusaha pasti
memiliki resikonya masing-masing. Apalagi seorang pedagang asongan yang
notabennya dilarang oleh pemerintah.
Kenapa polisi tidak merazia maling? Tapi malah merazia pedagang kaki lima dan
asongan?
Namun, untuk mencari pekerjaan di kota besar seperti
bandung sangat sulit. Jadi, segala macam cara dilakukan banyak orang agar bisa
hidup dikota besar. Meskipun harus bertentangan denga pemerintah Seperti
menjadi pedagang asongan, pedagang
kaki lima dn sebagainya. Namun
selagi itu halal Kenapa tidak? Toh, banyak di luar sana yang memiliki jabatan
tinggi tapi menyesengsarakan rakyat. Mereka mengambil hak yang seharusnya untuk
rakyat banyak. Mereka menyalahgunakan kekuasaan mereka hanya untuk kepentingan
mereka saja.
Akhirnya, sekarang aku mulai menemukan cara agar bisa
hidup dikota, aku mulai memahami karakter kehidupan kota besar yang sangat
keras. Ternyata, apa yang aku liat di tivi tentang kehidupan di kota besar yang sangat sulit buat orang
perantauan saat aku masih di lampung itu benar. Dan saat ini aku ikut mengalaminya, aku masuk dalam
cerita kejamnya kota besar untuk orang-orang yang tidak beruntung seperti aku.
Kehidupan di kota sangat beda jauh dengan di desa yang
sangat kaya akan keramahannya. Di kota, kita tidak bisa mendapatkan keramahan
seperti di desa. Jika kita mengharapkan keramahan, maka bisa dipastikan kita
akan jadi gembel. Cara apapun akan mereka lakukan agar bisa hidup dikota yang
sangat kejam. Seperti: jadi kuli bangunan, pemulung, pedagang kaki lima,
ngamen, pedagang asongan seperti aku. Bahkan sampai yang extrim, seperti
merampok, copet, mencuri dan yang lagi rame adalah begal.
Hari ini, hari kedua aku melakoni profesi baruku sebagai
pedagang asongan. Setelah di tetapkan pembagian-pembagian tempat oleh bos
cecep, kami semua mulai beraksi untuk dagang. Aku memulai jualan di terminal Bus
CICAHEM Bersama dengan mamat. Karena memang aku masih baru, jadi harus ada yang
membimbing aku agar tidak salah. Mamat memang teman yang sangat baik meskipun
kita baru kenal. Dia selalu ada
buat aku, dia juga tidak jarang menegor aku jika aku salah. Selain itu, Tidak jarang mamat memberikan aku
trik-trik agar mendapatkan banyak pembeli.
Di dalam diriku sudah tidak ada rasa canggung dan malu-malu lagi, aku
lebih pede dan semakin cerdas dalam berjualan. Aku belajar bagaimana cara
jualan dari para pedagang asongan yang sudah lama. Dan aku sangat cepat sekali
menguasai itu, Nampaknya jiwa pebisnis
sudah melekat pada diriku.
(Bakat akan lebih mudah untuk dikuasi).
Saat kami jualan. Diam-diam
mamat memperhatikan aku. dia heran, karena daganganku yang laris, dia jadi
heran “kok edi cepat sekali menguasai pasar?” dalam hati dia berkata. “padahal
dia baru dua kali jualan?” Dia masih tidak percaya. Lalu dia mendekati aku,
sekalian istirahat. Kami duduk di trotoar lalu mamat berkata ‘ed, maneh jago
pisan uy, jualannya. Laris.’ Sambil nepuk pundak aku.
Aku hanya tersnyum sambil kemudian membuka aqua dan
minum. Setelah rasa capek hilang, aku segera untuk lanjut jualan, aku tidak
boleh banyak istirahat karena aku harus ngejar target agar aku bisa menabung
lebih banyak lagi dan uangnya bisa aku gunakan untuk mendaftar kuliah.
Pada saat aku sedang jualan di samping mobil bus yang
sedang siap-siap untuk menuju ke-jogja. Tiba-tiba aku dipanggil sama bapak-bapak. Aku
sedikit bingung, aku hanya memperhatikan beliau sambil berdiri. Kemudian bapak
itu menghampiri aku, dengan senyum di bibirnya. Setelah aku ingat-ingat,
ternyata itu bapak-bapak yang pernah ngobrol dengan aku di Tugu Bandung Lautan
Api beberapa hari yang lalu.
‘HOYYY, DEK.’ Seru bapak-bapak dari jauhan. aku
seketika menoleh kearah bapak itu dengan muka bingung, ‘saya, pak?’ seruku, sambil menunjuk diriku sendiri.
‘Iya, kamu.’ Kata si bapak. ‘kamu yang di Tugu itu, kan? Yang
sedang cari kerja?’ Lanjut bapak.
Aku yang masih bingung dengan si bapak, hanya bengong
sambil mengingat-ngingat. ‘bapak tau
saya?’ Tanyaku.
‘Ya jelas to. Kan kita pernah ngobrol. Yang di Tugu itu
lo, pak Ridwan.’ Kata pak ridwan sambil senyum mencoba memulihkan ingatanku.
‘Oa-lahh, iya. Pak ridwan yang pengusaha itu, kan?’
‘Iya, benar sekali.’ Kata pak ridwan. ‘kamu jadi
pedagang asongan sekarang?’
tanyanya.
‘Iya pak. Cari kerja susah, jadi saya jualan aja. Buat
nyambung hidup, hee.’ Jawabku sambil nyengir.
‘ya-meskipun dilarang pemerintah, si pak, hehee.’ Lanjutku cengar-cengir sambil
garuk-garuk kepala.
Kami berdua kemudian ngobrol sambil duduk disebuah toko
sekitar terminal, sambil minum teh botol sosro. Sebenarnya aku sedikit
terganggu, karena aku sedang kerja.
Namun, karena mnghargai ajakan pak ridwan, aku harus menemaninya dan
ngobrol-ngobrol.
Aku menceritakan pengalamanku selama dibandung: mulai
dari ditolak perusahaan, sampai ditipu oleh sebuah lembaga yang menamakan
dirinya PT. Dan yang paling
penting aaku menempuh jarak sekitar 70 kilo meter demi nyari kerjaan, dan itu
jalan kaki. Pak Ridwan yang sangat
tertarik dengan ceritaku, beliau hanya mengangguk-ngangguk sambil sesekali
mengedipkan mata. Menurut pak ridwan, seseoraang yang sukses pasti berawal dari
kegagalan. Apapun yang sudah pernah kamu dapat, baik itu pahit atau manis, Jadikan semua
itu pengalaman yang sangat berharga dan pedoman untuk kamu sukses. Itulah kata-kata pak ridwan yang selalu aku ingat.
Setelah mendengar banyak cerita tentang aku, Pak Ridwan
sangat kagum dengan kegigihan aku, atas perjuanganku agar tetap bertahan hidup
dikota besar. Selain itu, pak ridwan kagum atas keuletanku dalam menjalani
profesiku yang sangat tidak mudah. Menurutnya tidak jarang anak muda yang rela
melakukan apa saja demi pendidikan. beliau baru pertama bertemu dengan orang seperti
aku.
“ternyata masih ada anak muda yang berjuang keras demi
pendidikan. Saya kira sudah punah, karena saya tidak pernah bertemu dengan
pemuda seperti kamu. Yang saya tau, jika tidak punya uang, maka mereka tidak
mementingkan pendidikan, ada juga yang kaya dan mampu untuk kuliah, namun tidak
benar, mereka menganggap kuliah itu hanya untuk ajang senang-senang.’’ Kata pak
ridwan, dengan mata melihat tajam ke depan.
Aku hanya diam saja, aku tidak tau mau berkata apa. Yang
jelas aku jadi semakin semangat untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuanku.
Aku bertekat bagaimana pun caranya aku harus bisa kulliah dan menjadi orang
yang berguna.
‘Jangan menyerah, kejar impian kamu sampai dapat. Dan jika
sudah jadi orang sukses, jangan pernah melupakan orang-orang kecil. Karena berkat mereka kamu
bisa sukses. Semangat !’ Tiba-tiba pak ridwan menepuk pundakku, lalu dia berdiri.
Setelah hampir satu jam kami ngobrol, akhirnya pak ridwan
harus pamit. Karena beliau akan ke jogja untuk mengawasi usaha barunya.
Sebenarnya kau ingin sekali ikut pak ridwan ke jogja, namun aku tidak berani
untuk mengatakan hal itu. Akhirnya aku hanya terdiam sambil berkata dalam hati
‘suatu saat, jika saya sudah memiliki cukup uang. Saya akan menyusul anda ke jogja, pak ridwan.’ Dengan
muka penuh harapan.
Tiga hari menjadi pedagang asongan, keuanganku semakin
bertambah. Lumayan, bisa buat
makan. Aku jadi lebih semangat lagi, tidak ada keraguan lagi
dalam hatiku untuk bekerja yang ada hanyalah keyakinan dan semangat yang
berkobar.
Namun disisi lain sukur yang tidak tau apa pekerjaan
pasti aku, membuat dia sekarang bingung. Dia bertanya-tanya, sebenarnya apa
yang aku kerjakan? Kok dia sangat bahagia sekali? Dia sempat menaruh perasangka negatif tentang aku,
dia sempat berfikir kalo aku jadi pengedar (narkoba). Pemikiran yang
sangat kejauhan. Rasa penasaran yang begitu tinggi membuat sukur harus secara
langsung bertanya ke aku.
‘Ed, sebenarnya pa sih, kerjaan kamu sekarang?’ Tanya
sukur.
‘Saya kerja di toko cat, milik teman saya, mas.’
‘Tokonya di daerah, mana? Kan saya juga perlu tau, biar
gampang kalo misalnya ada apa-apa jadi saya tinggal jujuk aja kalo sudah tau
tempatnya.’
‘di jalan soekarno hatta, mas. Deket rumah sakit
AL-ISLAM.’
Heemmmm… Kata sukur
sambil manggut-manggut, seperti sudah tau tempatnya. Kemudian dia minum susu
yang baru dia buat.
‘Emang tau tempatnya, mas ?’ tanyaku.
UHUUUIIIKK.... Sukur yang tengah minum susu, langsung tersendat karena kaget, ‘hemmm.. Apa?’ Tanya sukur dengan mata melotot. ‘Rumah sakit
AL-ISLAM tau apa egak?’ tegasku.
Sukur meletakkan gelas di meja, kemudian garuk-garuk
kepala dan berkata dengan suara merdu ‘em, e-e-gak.’ Kemudian dia nyengir.
Hening.
Dalam hati aku selalu kepikiran, sebenarnya aku tidak
mau membongongi sukur, dengan bilang kalo aku bekerja di sebuah toko cat.
Bukannya aku malu untuk jujur bahwa ternyata aku hanya kerja jadi pedagang
asongan. Yang membuat aku harus berhohong adalah Hanya saja aku gak mau, jika
sukur tau, kemudian dia akan bercerita kepada mbak ani, dan mbak ani akan
cerita ke ibu dan bapakku. Aku gak mau, orang tuaku tau kalo aku hanya jadi
pedagang asongan di bandung. Jika mereka mengetahui hal itu, pasti mereka
sangat kecewa sekali. Apalagi kalo sampai paman tau, pasti bisa habis-habisan
bapak diledekin sama paman aku yang kampret itu.
Oleh karena itu, aku harus berbohong kepada sukur,
bukan Cuma sukur saja, tapi pada semua orang yang pernah aku kenal sebelumnya. Termasuk gadis yang sangat aku cintai dan aku sayangi
yaitu suci. (Meskipun kami belum pacaran).
Suci yang semakin hari semakin dekat dengan alex, sedang
jalan-jalan disebuah Mall di daerah Jakarta Selatan. Mereka sangat mesra
sekali, mereka berjalan dengan gandengan tangan. Sambil ketawaa-ketawa, tanpa sedikitpun
suci memikirkan aku. Ternyata mereka berdua sudah jadian selama dua hari. Suci
yang tidak bisa terlalu lama menunggu aku, terpaksa ia harus menerima cintanya
alex dan menjalani hubungan itu dengan serius. Meskipun disini aku sangat
mengharapkan cintanya suci.
Namun ternyata sesekali suci masih memikirkan aku, hanya
saja karena ketidakpastian aku, mengharuskan suci untuk membuka hatinya untuk
alex. Selain itu, kedua orang tua mereka
juga sudah saling setuju, karena memang alex berasal dari keluarga yang kaya.
Beda dengan aku, yang hanya anak penjual gorengan dan petani biasa yang
hasilnya tidak seberapa.
‘Sayang, kamu mau makan apa hari ini?’ tanya alex, sambil
terus gandengan tangan dengan suci.
‘Terserah kamu saja. Aku ngikut kamu saja.’ Jawab suci, dengan muka sedikit dingin.
‘Ya-sudah, kita makan direstoran bunda saja, ya?’
Setelah selesai belanja, alex dan suci pergi kesebuah
restoran untuk makan siang.
Aku yang di bandung sedang berjuang melawaan panasnya
matahari, dan debu yang menghiasi wajahku demi impian yang sangat mulia, serta
demi cintanku terhadap suci. Tidak mendapatkan support dari suci. Dia malah
sedang asyik makan siang dengan laki-laki yang saat ini menjadi pacarnya yaitu
Alex.
Meskipun awalnya suci sangat membenci alex, namun ternyata
sekarang mereka pacaran. Tidak ada lagi kebencian diantara mereka. Ternyata,
semua orang akan berubah, apabila dia keluar dari rumahnya. Begitupun cinta,
dia akan berubah jika dia mendapatkan rumah yang baru dan lebih mewah tentunya.
Meskipun awalnya tidak suka dengan rumah itu, namun Cinta itu bisa berubah
kapan saja, dan cinta juga bisa merusak seseorang. Cinta itu indah, tapi terkadang cinta juga bisa menjadi
racun.
Aku yang sekarang sedang fokus terhadap impian dan
tujuan-ku, tidak mau memikirkan sedikitpun tentang cinta. Termasuk memikirkan
suci, sebagai cinta pertamaku. Yang ada dikepala aku saat ini hanyalah:
bagaimana caranya mendapatkan uang banyak, untuk kuliah tahun depan di jogja.
Dan bagaimana caranya aku membahagiaankan kedua orang tuaku. Jogja adalah kota
impianku, sejak SMP. Bahkan aku
rela melakukan apa saja demi bisa menempuh pendidikan di jogja. Aku merasakan
separuh jiwaku ada disana, itu yang membuat aku yakin bahwa jogja bisa
merubah aku.
Seminggu aku menjadi pedagang asongan, aku semakin kebal
dengan teriknya matahari dan rasa maluku. Bagiku, panas, hujan, cibiran, dan jalanan itu sudah menjadi makanan
wajib.
BAB
19
RAZIA
SATPOL PP
Hari ini tepat satu minggu aku menjadi pedagang asongan,
aku berencana akan mentlaktir mamat setelah pulang jualan. Aku akan mengajak
dia makan di warteg langganan aku sebagai tanda terimakasih, karena sudah
banyak membantu aku. Dia juga selalu mensuport aku saat aku diambah
kebimbangan.
Hari ini aku mendapatkan bagian tempat jualan di alun-alun bandung,
area yang sangat rawan SATPOL PP. Dengan senang hati aku menyambut alun-alun, karena memang
di alun-alun rame banget. Jadi aku bisa mendapatkan uang banyak disana, selaain
itu di alun-alun juga suasanya dingin, jadi enak untuk jualan tidak perlu
berhadapan dengan matahari. Namun, ada rasa khawatir di hati aku. aku takut
jika saat aku sedang jualan, tiba-tiba ada razia dan aku tertangkap, aku tidak
tau harus bagaimana. Namun aku harus menyingkirkan sejenak fikiran-fikiran
seperti itu, yang penting aku dapat uang lebih, apapun resikonya akan aku
hadapin.
‘Mat, nanti setelah ngasong. Kita makan di warteg, ya?’ Kata aku
menepuk pundak mamat, sambil jalan membawa kotak asongan.
‘Wahh… nlaktir nih?’ Kata mamat, sambil nyengir.
‘Iya, tenang saja. Aku tlaktir kamu sampek puas. Tapi gak
lebih dari sepuluh ribu rupiah, ya ?’
‘Huuummmm… Sarwabae atuh, kampret.’ Mamat sewot.
Melihat expresi mamat yang jelek banget, aku langsung
ketawa-ketawa sambil terus jalan menuju lokasi jualan yaitu alun-alun.
Mamat ngeliatin aku dengan mata melotot. Kemudian aku
langsung terdiam untuk beberapa detik, lalu kita berdua tertawa lebar bersamaan
HAHAHAAA… HUAAHAHAAA…
Mamat yang sangat menguasai betul daerah-daerah yang
rawan dengan razia, Dia merasa was-was dengan keselamatan aku hari itu, dia
mencemaskan keselamatan-ku,
karena aku hrus jualan di alun-alun dan terpisah dengan
mamat. Dia mendapat tempat
di terminal Luwi Panjang, yang letaknya sangat jauh dari alun-alun. Mamat
sangat yakin, di alun-alun pasti setiap hari akan ada razia, apalagi ini hari
minggu dan aku belum menguasai jalur-jalur yang biasa digunakan saat ada razia.
‘Ed, hati-hati, nyak. Kalo ada apa-apa, lari aja
sekencang-kencangnya. Kayak kuda.’ Kata mamat dengan muka cemas, sambil megang
pundaknya aku.
‘Iya, tenang saja. Aku bakalan baik-baik saja, percaya
sama edi.’ Kata aku pede, kemudian
nyengir.
‘Ulah nyengir maneh. Buenget maneh goreng pisan.’
Seru mamat dengan bahasa sunda.
Aku yang tidak tau apa artinya hanya tersenyum
sambil manggut-manggut.
Aku mulai jualan dari parkir bawah tanah di
alun-alun kemudian selanjutnya Di alun-alun. Suasana cukup kondusif, pengunjung
banyak, karena bertepatan dengan hari minggu. Aku jalan sambil membawa kotak
asongan yang aku kalungkan di leher. Aku senang sekali, karena pengunjung di alun-alun sangat ramai dan dagangan
aku juga laris. Saking senengnya sampai-sampai aku lupa bahwa di alun-alun
rawan razia dan aku berada tepat dimana biasa para petugas turun.
Aku berfikir, bahwa anggapan teman-teman tentang
alun-alun yang tidak bersahabat dengan pedagang asongan ternyata salah. Justru
di alun-alun aku bisa menjual banyak minuman dan makanan ringan lainnya,
rokok-rokok yang aku jual pun laris dibeli.
‘Walahhh, kalo setiap hari kayak gini. Aku bisa cepet-cepet kuliah. Terima kasih Ya-Allah.’ Kata
aku sambil duduk istirahat dipinggir jalan sambil menikmati
segarnya angin siang di alun-alun.
Aku tidak mau melewatkan momen hari minggu itu,
karena sangat jarang aku bisa mendapat bagian di alun-alun seperti hari itu.
Pas hari minggu lagi, aku gak mau melewatkan pengunjung yang banyak ini. Kata
aku dalam hati. Aku tidak mau lama-lama istirahat, aku kembali jualan, aku
jalan sambil nawarin air ke setiap pengunjung dengan botol mizone ditanganku. Aku
jalan terus, dan tiba-tiba datang dua mobil bewarna cokelat berhenti
di depan aku. Gak lama kemudian turun orang dengan tongkat dan baju cokelat seperti tentara.
Jumlah mereka sekitar 20 pasukan dan semuanya membawa tongkat hitam. Aku
melihat pedagang kaki lima yang lainnya pada berlarian, aku juga ikut lari
karena aku baru sadar bahwa mereka adalah petugas SATPOL PP yang akan merazia
pedagang-pedagang liar seperti aku.
Aku yang panik langsung kebingungan, tidak tau mau
lari kemana. Banyak pedagang liar yang ditangkap sama SATPOL PP,
bahkan beberpa tenda-tenda mereka dirobohkan oleh petugas. Membuat para
pemiliknya histeris dan menangis, adapula yang melawan sampai harus mendapat
pukulan dari petugas.
Aku dikejar-kejar dengan dua petugas, aku lari ke sebuah
gang namun mereka terus mengejar. Dalam hati aku sangat takut sekali, aku takut
dipenjara, aku takut orang tuaku malu, aku takut impianku gagal.
‘Ya-Allah, hamba tidak mau berakhir dengan kekecewaan,
hamba ingin akhir dari semua ini bahagia. Hamba ingin membahagiaan kedua orang
tua, hamba tidak mau di bawa ke kantor
polisi, apalagi harus dipenjara, hamba sangat tidak meginginkan hal ini. Tolong
bantulah hambamu yang lemah ini Ya-Allah.’ Kata aku dalam hati, sambil terus
lari sekencang-kencangnya menghindari kejaran Satpol PP.
Aku lari sampai ke Pasar Baru belakang alun-alun bandung
yang jaraknya sekitar 1 kilo meter dari alun-alun. Aku bingung karena petugas
terus mengejar aku, ingin rasanya aku berhenti lari karena aku sudah tidak kuat
lagi. Seharian jualan keliling
alun-alun cukup untuk membuat kakiku lemas. Apalagi sekarang harus kejar-kejaran dengan polisi yang sangat
tangguh. Aku menoleh ke belakang, memastikan jika para petugas tidak mengejar aku lagi.
Ternyata benar, aku tidak melihat
petugas yang ngejar aku. Akhirnya aku berhenti sambil membungkukan badan,
karena memang lelah banget. Mulut
menganga, napas ngos-ngosan, keringan mengalir dari ujung kepala sampai ujung
kaki. Namun, saat aku tengah menunduk dan melihat ke-belakang melalui
selangkangan kaki, tiba-tiba dua orang polisi masih menbuntuti aku dengan
tongkat hitam ditangannya. Kondisi badan yang sudah tidak kuat lagi, membuat
aku hanya mampu untuk menggelengkan kepala tanpa sanggup untuk berlari. Aku pasrah, jika harus ditangkap maka aku tidak akan
merontak, aku akan diam saja tanpa mengatakan kata-kata apapun.
Sebelum aku tertangkap, aku berdoa untuk keselamatan
orang tuaku. ‘Ya-Allah, jika ini sudah menjadi jalan hamba yang engkau berikan.
Maka hamba akan menerimanya dengan iklas. Namun, hamba memohon agar kedua orang
tua hamba diberi kesehatan dan dimudahkan rizkinya.’
Polisi semakin dekat dengan aku, mereka lari mendekat
dengan tongkat ditangannya. Aku melihat beberapa polisi yang siap mengamankan aku hari itu juga. Terlihat jelas muka kesel dari wajah mereka, sepertir
lenterin yang gagal nagih utang. Teriakan meminta agar aku berhenti terdengar
jelas ditelingaku. Ini semakin membuat aku tidak bisa apa-apa lagi, yang aku
bisa hanya pasrah dan rela dibawa ke kantor polisi.
Rasa takut membayangiku, aku melihat polisi seperti
melihat sekumpulan singa yang akan menikam aku hidup-hidup. Ingin rasanya aku
mencoba kabur namun tak bisa. Karena kaki sudah tidak bisa bergerak lagi. Yang
aku bisa hanyalah menunduk lemas, sambil menunggu petugas mengikat tanganku
dengan tali baja (BORGOL).
Namun, tiba-tiba sukur datang dan langsung membawa aku pergi
dari alun-alun menggunakan motornya sukur. Vixion
warna putih dengan spion satu dan blat D 8907 TR, sangat mampu untuk petugas kualahan mengejer aku siang
itu.
Setelah sampai di kosan, aku langsung dibawa masuk ke-dalam dan sukur
langsung marah-marah. Dia sangat murka dengan aku, dia menganggap sudah ditipu.
Dengan muka merah penuh dengan amarah, sukur berkata.
‘KAMU NGAPAIN SIH, DISANA! KAMU TAU GAK
KALO KAMU KETANGKAP, KAMU BISA DIPENJARA. TAU GAK?!’ seru sukur,
sambil nunjuk-nunjuk muka aku.
Emosi sukur sudah gak bisa dikontrol lagi, dia sangat
kecewa dengan sikapku yang gak mau jujur terhadapnya. ‘KENAPA KAMU GAK BILANG,
KALO KAMU ITU JADI PEDAGANG ASONGAN, HA? KENAPA
GAK BILANG? JAWAB!’ sukur semakin meledak-ledak.
Aku yang melihat kemarahan sukur, hanya terdiam
menunduk, sambil sesekali menelan ludah jika sukur membentak. Aku gak berani mengatakan apa-apa, karena memang aku
merasa bersalah. Aku menangis, badanku gemataran, air mata menghiasi pipi, muka
pucat, hati rasanya gak
karuan karena ketakutan.
Aku menyesal karena sudah tidak mau jujur dengan semuanya, dengan orang-orang
yang sangat perduli dengan aku. Aku sudah melakukan kesalahan yang sangat
fatal, aku sudah membuat malu keluarga mbak ani, aku juga sudah membuat mbak
ani kecewa.
Dengan suara terbata-bata aku berkata, ‘ saya minta
maaf, mas.’ Kataku, sambil sesekali menarik ingus yang keluar dari hidung. ‘sa-ya janji, saya
ak-an lebih ju-jur dan terbuka, mengenai segala sesuatu yang saya
kerjakan disini.’ Lanjutku dengan kepala menunduk.
Sukur, yang mulanya mledak-ledak, kini bisa lebih tenang,
dan mengontrol emosinya. Bagaimanapun, aku baru tinggal di bandung, jadi aku
masih sangat polos. Tugas dia untuk membimbing aku agar lebih tau kehidupan di
kota yang sebenarnya. Sukur sangat kasian sekali dengan aku. Begitu berat
perjuangan yang aku tempuh demi satu impian. Menurut sukur.
‘Ya-sudah. Yang terjadi biarlah berlalu. Namun, perlu kamu
ingat, segala sesuatu yang akan kamu kerjakan itu pasti ada resikonya. Jadi,
sebelum kamu melakukan kamu harus benar-benar memikirkan resiko terburuk yang
bakalan kamu hadapin.’ Kata sukur dengan bijak.
Aku terus merintih dan hanya manggut-manggut tanda ngerti.
Pada tempat yang berbeda. Suci yang sedang asyik makan siang di kampus dengan
Alex (pacarnya). Dia tidak pernah mengingat aku lagi, padahal aku sangat
membutuhkan dia. Aku ingin sosok yang bisa menenangkan hati aku. Namun, Suci
malah asyik dengan pacar barunya, makan, jalan-jalan, nonton.
Sedangkan sahabat yang biasanya selalu ada buat aku yaitu
arif, kini dia tidak bisa diganggu karena dia sangat sibuk dengan kuliahnya.
Arif yang biasanya memberikan aku semangat, kini sudah tidak bisa lagi. Tidak
ada cinta dan sahabat yang setia seperti dulu, semua telah berubah. Kini aku
sendirian, aku tidak punya lagi sosok yang bisa dijadikan tempat curahan hati. Kini
aku harus menjalani semua ini sendirian tanpa adanya dorongan dari orang-orang
yang aku sayangi.
Malamnya, aku menghubungi mamat untuk ketemuan di tugu
Tegalega. Aku mau membicarakan soal daganganku, aku memutuskan untuk berhenti dari pedagang asongan. Aku
akan mencari pekerjaan lain, apapun itu yang jelas aku tidak harus berhadapan
dengan polisi atau pemerintah. Jadi aku kerja tidak perlu was-was lagi. Sukur juga
siap membantu aku untuk mencari pekerjaan.
‘Ed, kenapa atuh, ngajak ketemuan ?’ kata mamat.
‘Saya mau bayar utang, mat. Sekaligus saya mau bilang.’
‘Bilang apa atuh ? Kok kayaknya serius
banget ?’
‘Saya mau berhenti jadi pedagang asongan.’
Mamat kaget lalu bengong. Suasana hening.
Mamat gak percaya aku mengambil keputusan itu. ‘kamu berhenti?’ seru mamat, dengan muka sedikit ditekuk.
‘Tapi kenapa atuh? Kamu ada masalah?’ lanjut mamat.
‘Kalo kamu berhenti, kamu mau kerja apa, edi? Kan cari
kerja susah sekarang.’ Tambah mamat.
‘Mat, aku tadi hampir saja ketangkep sama polisi, aku
hampir kena razia.’ Seruku didekat mukanya mamat. Mamat
bengong dengan mulut menganga, dia gak tau kalo ternyata aku hampir kena razia.
‘Kamu sadar gak, pedagang asongan itu berbahaya buat aku! BUAT KALIAN SEMUA!’ Lanjutku
dengan suara tinggi.
‘TAPI ED, DISINI CARI KERJA ITU SUSAH! KALO MISALNYA
PEMERINTAH MEMBERIKAN LAPANGAN PEKERJAAN, SAYA JUGA GAK MUNGKIN JADI PEDAGANG
ASONGAN!’ mamat
membalas.
‘LEBIH BAIK SAYA JADI PEDAGANG ASONGAN, DARIPADA SAYA
HARUS JADI COPET, PENGEMIS, BAHKAN KORUPTOR. PEDAGANG ASONGAN JUGA HALAL, -E-D.
MANEH KUDU NGERTI ITU!’ Lanjut mamat.
‘Terserah kamu. Pokoknya saya mau berhenti. Ini uang kamu
dan ini kotak sekaligus isinya, aku kasih ke-kamu.’ Kataku sambil meletak-kan
kotak didepan mamat.
Karena tekat aku sudah bulat dan tidak bisa diganggu
lagi, mamat hanya diam sambil sesekali menarik napas. Karena dia harus kehilangan partner jualannya, ‘Ya-sudah atuh, Kalo itu sudah
jadi keputusan kamu. Tapi, kita masih bisa berteman, kan?’ kata mamat dengan
muka sedih.
Aku memandangi mamat, kemudian kami berdua pelukan
sambil nangis-nangis, kami gak sadar jika banyak orang disekitar kami yang
menyaksikan adegan pelukan itu. Setelah hampir satu menit kami pelukan, kami
baru sadar, jika banyak mata yang melihat ke-arah kami ‘astafiruwlohhh…’ seru
kami barengan, sambil mengusap air mata.
Kami Cuma cengar-cengir malu, karena dilihatin banyak
orang. Kemudian kami pergi untuk nyari makan sekaligus untuk
menghilangkan rasa malu.
BAB 20
FENOMENA MAHASISWA
Menjadi pedagang asongan memberikan aku pengalaman yang
sangat berharga. Meskipun ada pengalaman terburuk. Setidaknya, dengan menjadi
pedagang asongan yang selalu berada di jalanan, dan kampus-kampus, aku jadi
tau, apa yang dilakukan mahasiswa zaman sekarang.
Saat aku masih menjadi pedagang asongan, aku sering
melihat yang menurut aku salah. Mereka lebih mementingkan kesenangan mereka
saja tanpa pernah berfikir bahwa tindakan yang mereka lakukan akan
menghancurkan masa depan mereka sendiri. Ya, meskipun tidak semua. Tapi
kebanyakan begitu. Tidak kah mereka berfikir, bahwa kuliah itu mahal? Kuliah
itu penting? Pernahkah mereka memikirkan masa depan mereka kelak? Hal semacam itu nampaknya tidak
pernah terlintas difikiran mereka. Padahal, diluar sana sangat banyak
orang-orang yang ingin melanjutkan kuliah, tapi gak bisa karena tidak punya biaya.
Contoh nyata yang sangat dekat adalah aku. Seorang remaja yang kurang beruntung
dalam perekonomiannya dan harus bekerja keras melawan kejamnya kehidupan hanya
demi bisa melanjutkan kuliah. Tapi, kenapa mereka yang bisa kuliah, malah tidak
memanfaatkan semua itu?
Aku seneng banget saat jualan di kampus. Selain ramai,
ceweknya juga cantik-cantik, makannya aku betah jika jualan disana. Saat aku
jualan di depan kampus, banyak banget mahasiswa yang beli rokok (ketengan)
kepada-ku. Dan parahnya, yang beli bukan hanya laki-laki. Tapi banyak juga kaum
perempuan yang ikut beli untuk mereka rokok sendiri.
Dunia memang telah berubah, banyak mahasiswa bahkan
remaja Indonesia yang salah dalam memilih pergaulan. Mereka telah
terkontaminasi dengan tegnologi-tegnologi atau trent-tren serta
budaya-budaya yang sifatnya negatif.
Kampus mereka gunakan sebagai tempat senang-senang, pacaran, bahkan aku pernah
melihat berita disalah satu stasion tivi yang memberitakan tentang narkoba di
dalam kampus. Itu membuktikan bahwa kampus bukan hanya sarang ilmu,
tapi kampus juga sudah menjadi sarang narkoba. Melihat semua itu kita bisa tau,
bagaimana hancurnya masa depan Indonesia. jika terus begitu, bisa dipastikan, generasi muda Indonesia akan terus
mengalami kemunduran dan kehancuran.
Mahasiswa : sebuah kata sarat makna, bahkan sudah
banyak kalangan yang berusaha mengartikan kata tersebut, begitu banyaknya arti
pada kata mahasiswa sehingga menimbulkan banyak pandangan dan semua itu
benar. Akan tetapi, kadang kita lupa darimana kata mahasiswa tersebut
terbentuk. Mahasiswa terbentuk dari dua kata yakni kata maha dan siswa, yang
jika diartikan maha artinya yang dan siswa artinya pelajar. Jadi mahasiswa sama
saja ‘yang terpelajar.’
Kampus dan mahasiswa merupakan entitas yang tidak bisa
dipisahkan. Kampus merupakan rumah atau tempat tinggal kedua bagi mahasiswa.
Namun, pernyataan itu tidak terlalu tepat bagi mahasiswa yang hanya memikirkan
egonya dan kesenangannya sendiri. Bagi mereka, kampus merupakan tempat
hura-hura, pacaran, tempat bersenang-senang bagi mereka yang tidak tertarik
dengan hingar bingar dinamika kampus. Buku, ilmu, pengalaman dan
cinta : itulah kata-kata yang
paling tepat yang bisa menggambarkan betapa bernilainya suatu tempat
yang bernama kampus.
Mahasiswa mungkin dipercaya menjadi Agen Of Change dari sebuah zaman.
Berbagai historika telah ditawari oleh aktivis-aktivis kampus: dari lengsernya
soekarno, jatuhnya soeharto sampai peristiwa 2008 yang hampir saja memakzulkan
pak susilo babang yudhoyono, tentu semua itu tidak lepas dari gerakan
mahasiswa.
Institut Tegnologi Bandung (ITB) adalah salah satu
kampus yang memiliki tokoh mahasiswa yang turut mengubah wajah negeri ini lewat
gerakannya. Namun, tidak semua mahasiswa memiliki motivasi yang sama
sewaktu mereka menginjakkan kaki mereka di kampus. Tentunya kita
tidak bisa menyalahkan mereka yang memilih untuk berkonsentrasi kuliah dan
meninggalkan organisasi di kampus sebagai bentuk konsekuensinya. Itu tidak
salah. Ada beberapa hal yang menyebabkan kenapa mahasiswa menjadi
apatis.pertama hedonisme (hura-hura) yang kental dikehidupan kota-kota besar.
Seperti di bandung ini. mahasiswa kini tidak bisa lagi secara universal
disebaut kaum intelektual atau pembawa perubahan. Hedonisme telah merubah
banyak diantara mereka dari yang awalnya kutu buku kini menjadi pecinta club
malam, narkoba, miras, atau bahkan yang sedang banyak diperbincangkan adalah
sex bebas.
Pergeseran perilaku ini tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh arus globalisasi sehingga cenderung sangat sulit untuk dibendung.
Organisasi seharusnya mampu memberikan kesibukan kepada mereka sehingga tidak
ada waktu untuk terjebak pada perilaku menyimpang ini. Gelarlah
kegiatan-kegiatan sosial seperti baksos atau kegiatan yang kompetitif seperti
lomba menulis dan sebagainya. Buatlah kegiatan yang tidak bisa didapat di
bangku kuliah.
Kedua, kesibukan organisasi dipercaya dapat menurunkan
perstasi akademik mahasiswa. Pernyataan ini ada benarnya, namun tentunya tidak
berlaku secara umum bagi seluruh mahasiswa. Kuncinya adalah manajemen waktu.
Apakah mahasiswa bisa mengatur waktu yang proporsional antara kuliah dan
berorganisasi. Mahasiswaa apatis melihat rekannya yang ikut disebuah organisasi
memiliki IPK yang lebih rendah dari rata-rata. Sekali lagi ini tidak bersifat
general. Mahasiswa apatis tentu tidak ingin nasibnya seperti aktivis kampus
tersebut. Terlebih lagi apabila melihat komposisi mahasiswa ITB yang kebanyakan
dari luar Bandung. Mereka pasti memiliki tanggung jawab besar agar nilai
akademik mereka selalu bagus.
Ketiga, banyak dianntara mahasiswa menganggap tidak
ada insentif sama sekali untuk masuk organisasi mahasiswa. Merek tidaak
tertarik untuk masuk kaarena mereka memiliki suaatu hal yang mereka anggap
lebih menarik daripada organisasi kemahasiswaan, misalnya bermain games, tifur
dirumah atau kosan, dan lain-lain. Menurut mereka, mengikuti organisasi kampus
sama halnya sepertimembuang waktu. Di samping itu ,aktivis biasanya dicap
sebagai pendemo, sering turun ke jalan. Hal ini tentu saja merisaukan orang tua
mahasiswa yang tidak ingin anaknya ikut-ikutan sebagai pendemo. Ketakutan
inilah yang membuat orang tua melarang anaknya mengikuti oraganisasi dikampus.
Dilihat dari social kultural, tentunya dapat dilihat
bahwa ada pergeseran yang telah terjadi dikalangan mahasiswa. Era globalisasi dan keterbukaan menjadi pemicu utama dari apatisme mahasiswa.
Saat ini bukan zaman dimana buku-buku,
dengan perpustakaan sebagai tempat nongkrong dan diskusi. Mahasiswa saat ini
berada pada generasi internet (facebook/twitter)yang menjadiakan warkop (warung
kopi) sebagai tempat menghabiskan waktu. Di sisi lain, disayangkan bahwa tak
jaranggerakan mahasiswa tak mengundang simpati melainkan antipasti dari
masyarakat lantaran gerakan mereka tak independen lagi.
Beberapa aksi yang
digelar cenderung berbau politis alias ditunggangi oleh pihak yang memmpunyai
kepentingan-kepentingan. Banyak yang ikut demonstrasi yang ikut demonstrasi
tidak menguasasi wacana sehingga kesannya hanya ikut-ikutan. Di samping itu,
mereka aliran tertentu yang menguasai beberapa organisasi kampus, baik
ditingkat fakultas maupun universitas membuat beberapa mahasiswa menjadi jengah
untuk ikut organisasi kampus.
Beberapa solusi dapat dilakukan untuk menanggulangi
apatisme. Pertama, urgensi ospek mahasiswa baru sangatlah penting. Mahasiswa
baru merupakan mahaiswa yang masih berada dalam tahap labil, dimana mereka
masih berada dalam tahap transisi dari siswa sekolah ke seorang yang lebih
terpelajar.
Mahasiswa baru (maba) tentunya berasal dari SMA yang
berbeda-beda dan setiap SMA memiliki kultur organisasi yang berbeda pula. Di
satu sisi, banyak organisasi baik ditingkat fakultas maupun universitas
mengeluh tentang sulitnya kaderisasi di organisasi mereka, terutama organisasi
politik. Banyak mahasiswa baru yang
tidak tertarik untuk menjadi politikus kampus.
Solusi selanjutnya adalah menjaring mahasiswaa apatis
langsung ke tempat dimana mereka biasa nongkrong. Poitisi kampus biasanya
mereka aggap tidak memperhatikan kepentingan mereka atau tidak satu pemikiran
dengan mereka. Dengan cara jemput secara langsung, mereka merasa diperhatikan
dan aspirasi mereka bisa disalurkan. Bukan tidak mungkin apabila keinginan
mereka tersalurkan, respek dan sikap acuh tak acauh mereka hilang terhadap organisasi
kampus.
Kemudian pendidikan politik dan kenegaraan sangat
perlu untuk menumbuhkan rasa perhatian mereka terhadap Negara ini. Di ITB,
rasaanya gerakan untuk menumbuhkan pendidikan politik seperti ini kurang gencar
dilakukan. Mungkin hanya beberapa kalangan saja seperti Mapres, para ketua BEM
fakultas atau pejabat organisasi di kampus lainnya yang dapat mengunjungi wakil
dewan di PEMDA setempat untuk belajar berpolitikan langsung.
Tak mudah untuk mewujudkan solusi-solusi di atas.
Dampaknya tidak instan dizaman yang kebanyakan manusianya menginginkan hal
serba instan ini. Perlu waktu untuk melihat hasilnya.indonesia tidak memerlukan
politisi-politisi yang hanya memikirkan kepentingan pribadi semata. Indinesia
butuk seorang negarawan sejati. Untuk mewujudkan sifat kenegaraan ini dimulai
dari kehidupan di kampus. Dari
kehidupan kampus itu dimulai dari oeganisme-organisme yang ada didalamnya
aku yakin mahasiswa ITB adalah mahasiswa yang memiliki
tingkat intelejensi di atas rata-rata. Mereka ingin bekerja diperusahaan
mulltinasional ketika mereka sudah lulus dari kuliahnya dan memiliki kehidupan.
Itu impian semua orang, termasuk aku. Jarang ada mahasiswa yang memiliki impian
eksplisit untuk menjadi politisi, kecuali mahasiswa ilmu politik mungkin. Tak
heran manakala mahasiswa sekarang lebih memilih senang-senang dan cenderung
mengabaikan kuliahnya ketimbang mengikuti organisasi-organisasi yang sifatnya
mendidik dan membangun, sebab mereka memandang organisasi tak lagi menjadi alat
kebanggaan. Bahkan organisasi tidak
meemberikan jaminan kehidupan yang layak di hari tua.
Sayangnya, beberapa
politikus di Indonesia saat ini (maaf) kurang cerdas. Hati nurani mereka
membatu, gendang telinga mereka mengeras sehingga tidak tidak mampu mendengar
jeritan rakyat kecil seperti aku dan banyak lainnya. Politisi zaman sekarang
sudah hampir sama seperti ret seeker (pencari keuntungan). Mahasisa-mahasiswa
pintar ITB yang seharusnya mengisi tempat politisi tersebut.
Namun, tidak sedikit orang-orang yang pintar malah
memintari yang bodoh. Mereka menindas yang bodo atau rakyat kecil melalui
ke-egoisan mereka yang hanya mementingkan keuntungan dari sebuah kedudukan.
Nampaknya, kedudukan akan merubah semua orang. Kedudukan sangat berbahaya bagi
manusia yang serakah. Haruskah bangsa kita yang tercinta ini sengsara?
Tidak-kah ada etikat baik dari mereka yang memiliki kedudukan untuk memperbaiki
negeri yang semakin menghawatirkan ini?
BAB
21
JADI
PEDAGANG ES KELAPA MUDA
Berhenti dari pedagang asongan, membuat aku tidak punya
pekerjaan. Dalam kepala yang bingung aku terus berfikir langkah selanjutnya.
Lalu aku teringat dengan bapak-bapak penjual es kelapa muda yang aku jumpai di
pasar beberapa minggu uang lalu.
Besoknya, aku menemui bapak-bapak itu, sekalian silaturahmi. Aku ingin mencoba untuk ikut jualan es kelapa muda jika
dibolehkan. Dengan begitu aku
bisa membantu sekaligus belajar membuat es kelapa yang enak.
Sesampainya disana. Dalam suasana pasar yang sangat
panas, ditambah bisingnya suara kendaraan bermotor, dan ramainya pengunjung
yang membawa barang belanjaannya, aku melihat lapak pedagang es kelapa yang
dipadati dengan pelanggan.
‘Pak, apa kabar?’ Sapaku kepada bapak yang tengah sibuk membuatkan es kelapa.
‘Eh, kamu nak. Siapa namanya kemaren?’ Tanya si bapak.
‘Edi pak. E-di.’
‘Oh, eni?’ Kata bapak, ‘bukan
pak-bukan. Tapi, E-di.’ Aku
menjelaskan. Kemudian si bapak manggut-manggut.
Kami berdua ngobrol. Aku menjelaskan semuanya, apa maksut
aku menemui si bapak. Sambil minum es aku menceritakan semuanya yang telah
terjadi kepadaku. Aku juga
bilang kepada si bapak bahwa aku ingin belajar jualan es sama dia sambil
meunggu kerjaan baru. Aku
bertanya-tanya soal jualan es kelapa muda.
Akhirnya si bapak memberikan aku
cara-cara menjadi penjual Es Dugan. Si bapak membolehkan aku untuk bantu-bantu
beliau di lapaknya yang sederhana, untuk sementara sampai aku bisa memiliki
lapak sendiri.
Tanpa canggung, aku langsung ikut bantu-bantu si bapak.
Dengan semangat aku membantu, aku melayani setiap orang yang beli dan aku juga
yang mencuci gelas-gelas yang kotor. Si bapak sangat senang karena ada yang
membantu dia.
Karena es sudah habis, maka kami pulang. Namun, sebelum
pulang kami harus membersihkan tempat yang sudah di jadikan lapak untuk jualan
agar terlihat bersih dan tidak menyumbat saluran air. Sebagai pedagang kaki lima kita juga harus perduli
terhadap lingkungan sekitar. Tutur si bapak. Aku yang membongkar tenda lapak dan membereskan
kursi-kursi, sedangkan bapak yang membersihkan sampah-sampah
disekitar lapak.
Kali ini aku tidak perlu takut berhadapan dengan polisi,
karena memang lapaknya resmi dan sudah mendapat izin dari Pemda setempat. Setelah
semua beres, kami pulang dan aku diberikan sedikit uang sebagai upah karena
sudah membantu bapak hari ini. Sebut saja namanya pak Ratman.
Pak ratman sangat berterimakasih sekali dengan aku,
karena mau bantu-bantu beliau. Dengan kedatangan aku, tugas beliau sedikit
berkurang. Jika biasanya pak ratman jualan sendirian, melakukan semuanya sendirian. sekarang beliu sudah ada yang membantu. Meskipun aku tidak mengharapkan mendapat upah, namun pak ratman
masih saja memberikan upah sebagai upah capek katanya. Meskipun sedikit aku
tetap berterimakasih, aku sangat
bersyukur. Se-enggaknya aku bisa bekerja sambil belajar.
Dua minggu membantu pak ratman jualan es kelapa. Kini aku
sudah bisa membuka lapak sendiri, pak ratman memodali aku dengan satu gerobak
bekas yang dulu digunakan istri beliau.
Namun, karena sudah tua sekarang istrinya istirahat sambil mengurus anak-anak
di rumah. Saat itu Aku
sangat bahagia sekali, akhirnya aku bisa membuka lapak sendiri. Sebelumnya aku gak pernah menyangka bakalan bisa buka lapak
sendiri, namun kini aku punya lapak sendiri Meskipun hanya
gerobak bekas, namun itu sangat membantuku.
Aku membuka lapak tidak jauh dari pak ratman, karena
memang pak ratmanlah yang mengupayakan agar aku di beri tempat untuk membuka
lapak Di pasar. Di sekitar juga banyak pedagang kaki lima yang
jualan, ada yang jualan bakso, martabak, siomay, chiken, lotek, pecel dan
lain-lain. Di pasar aku adalah penjual
es kelapa yang paling muda. Penjual yang lain sudah pada sepuh (tua) sudah
berkeluarga rata-rata. Sesuai dengan yang aku jual yaitu es kelapa muda.
Hari pertama berhasil aku lalui dengan lancar. Daganganku
habis. Ternyata, jualan es lebih mudah
dibanding jadi pedagang asongan yang harus panas-panasan dan keliling kota. Jualan
es gak perlu keliling dan panasan, aku
cukup duduk dikursi menunggu ada pelanggan datang. Hanya saja, modal yang
dikeluarkan lumayan banyak, menguras semua tabungan yang aku punya selama
menjadi pedagang asongan.
‘Gimana hari pertama jualan es kelapa sendiri?’ tanya
sukur.
‘Wahh, lumayan mas. Alhamdulilah lancar.’ Jawab aku sambil
cengar-cengir. ‘Gak harus was-was, kayak pedagang asongan. Saya jadi lebih
tenang jualannya, gak perlu jalan-jalan lagi.’ tambahku.
Mendengar itu, sukur sangat seneng, dia hanya
senyum-senyum, sambil berkata, ‘ya alhamdulilah berati, semoga lancar.’
‘Amin.’
Tiga hari aku menjadi pedagang es kelapa muda di pasar, aku sudah bisa
ngekos sendiri. Aku sudah punya uang untuk membayar uang kos sendiri. Setidaknya
aku tidak merepotkan sukur dan keluarganya lagi. Aku ngekos tidak jauh dari
kosannya sukur, jaraknya sekitar dua rumah dari kosan sukur. Aku senang banget,
akhirnya aku bisa punya kosan sendiri dan tidak harus merepotkan sukur, dan
mbak ani lagi. Aku jauh lebih tenang,
dibanding hari-hari sebelumnya.
Kini aku sudah kenal dengan semua penjual es kelapa
yang ada di pasar, bukan hanya penjual es kelapa, semua pedagang kaki lima di
pasar aku sudah kenal. Mereka menyambut baik aku dan tidak ada iri drengki
sedikitpun di antaraa mereka. Kami semua bersaing secara sehat, kami damai, semua serasa keluarga meskipun dari latar belakang yang
berbeda.
Aku melayani pelanggan dengan ramah, aku selalu senyum
dan memberikan kelucuan-kelucuan sehingga membuat pelanggan senang dan balik
lagi. tidak jarang aku dibilang mirip sule. Bukan karena aku pesek, tapi karena
aku lucu kayak sule.
‘Ed, laris uy, sekarang mah.’ Seru bapak-bapak penjual
siomay Disamping, sebut saja namanya pak Alim.
‘Alhamdulilah pak. Hehee.’ Jawabku, sambil nyengir.
‘Semoga laris terus, biar cepat bisa kuliah dan jadi
pejabat. Terus, jangan lupa sama kita-kita disini.’ Seru pak ratman.
‘Iya atuh ed, buru-buru jadi menteri,
terus ngatur ekonomi indonesia, biar rakyatnya sejahtera. Kan enak kalo rakyatnya hidup makmur. Gak kayak sekarang ini.’ Tambah pak Alim.
‘Tapi jangan korupsi, nyak ? amun maneh korupsi,
saya orang pertama yang bakalan nembak kamu, hahaa.’ pak Adim juga menambahkan yang
juga penjual es kelapa muda.
Kami semua langsung ketawa lebar. Suasana jadi lebih
ceria.
Aku sangat bahagia sekali, meskipun aku orang baru.
Tapi semua orang-orang yang lebih lama berjualan, sangat ramah kepada ku.
Mereka semua bahkan selalu menyuport aku, agar bisa mendapatkan apa yang sudah
menjadi impian dan tujuan ku. Aku kagum dengan bapak-bapak itu, aku ingin
sekali mewujudkan harapan-harapan mereka, kelak aku menjadi seorang yang di
atas (orang sukses).
Dikosan, aku melihat mbak ani menunggu di depan pintu
dengan membawa piring birisi nasi dan lauk ditangannya, ‘loh, mbak ani.
Kok disini ?’ tanyaku.
‘Iya, ini saya nungguin kamu. Saya mau ngasih sedikit
nasi buat kamu, buat makan, biar gak beli.’
‘Aduh, mbak. Gak usah repot-repot, lo.
Terimakasih, ya?’
Mbak ani hanya tersenyum kemudian pulang.
Aku membuka pintu kamar, sambil berkata. ‘lumayan,
baru pulang sudah dapat nasi, pas lagi lapar lagi. ya mantap.’ kemudian aku
masuk dan langsung makan.
Nduttt... Nnuuuttt... Hape-ku bunyi saat sedang asyik
makan. Begitu aku buka ternyata ada sms dari arif
yang menanyakan kabar aku. Seketika aku langsung kaget dan tersendat, Uhuukkk-uhukkk..
aku kaget, tumben arif sms nanyain kabar?
Aku langsung membalas sms dari arif, aku juga nanya ke
arif kemana saja kok baru sms? Aku sms juga gak pernah dibalas, padahal aku
sangat butuh teman untuk curhat. Arif pun menjelaskan alasannya akhir-akhir ini
susah untuk dihubungin. Dia sibuk banget dengan tugas kuliah yang sangat padat
dan dia juga ada kegiatan diluar kampus yang mengharuskan dia untuk fokus.
Aku memaklumi semua itu, kemudian aku menceritakan
kejadian-kejadian yang pernah aku alami selama sebulan di bandung. Dari mulai
melamar kerja ditolak, karena nilai ujian nasional yang jelek, terus ditipu
dengan sebuah lembaga yang menamakan PT, dan sampai jadi ledagang asongan yang
harus kejar-kejaran dengan Satpol PP dan sekarang jadi Penjual Es Kelapa.
Mendengar cerita aku, arif sangat prihatin sekali, dia
minta maaf jika saat aku butuh dia tidak ada. bukannya melupakam aku, tapi
karena memang sedang sibuk banget dengan kuliahnya. Arif juga sangat bangga
punya sahabat seperti aku, yang pantang menyerah dan tak kenal lelah dalam
menjalani hidup yang begitu keras.
Tutur arif.
Arif juga gak mau kalah, dia menceritakan tentang
cewek yang sudah membuat hatinya galau. Dia suka dengan cewek namun dia belum
berani bilang ke-cewek itu, kalo sebenarnya dia suka. Dia masih ragu
dengan perasaannya, dia takut jika ditolak dengan cewek yang sejak pertama kali
sudah dia taksir, namun sampai
sekarang belum bisa dia dapetin.
Hahaaa… Huahaaa… Mendengar penjelasan arif, aku hanya tertawa lebar, aku
gak percaya, Cowok seperti arif bisa takut nembak cewek dan bisa galau karena
cewek. Padahal baru masuk kuliah saja
dia sudah dapat cewek.
Karena gak tahan aku ketawain, kemudian arif nelvon ‘kamu malah ketawa, bukannya ngasih solusi!’ Seru arif
lewat telvon.
‘Ya aku harus gimana? Dulu kan kamu, yang ngajarin aku
buat nembak suci. Aku juga di
SMA, gak pernah pacaran.’ kataku santai.
‘Iya juga, si. Oya, suci gimana kabarnya? kamu masih sering
komunikasi dengan dia, kan?’ Tanya arif.
‘Aku gak tau, sudah hampir tiga minggu aku gak pernah
komunikasi lagi dengan dia. Dia juga
susah dihubungin.’
‘Mungkin dia sedang sibuk, dengan jadwal kuliahnya.
Kayak saya ini, wajar, kan mahasiswa baru, jadi masih banyak tugas.’
‘Ya mungkin saja. aku juga gak tau.’
‘Coba nanti aku inbox dia lewat facebook, siapa tau bisa.
Nanti, kalo bisa langsung aku kabarin kamu.’ Kata arif.
Hari ini aku capek banget, karena hari ini pembeli sangat
rame. kemudian aku mandi, untuk kemudian istirahat. aku mengambil handuk dan
sabun untuk mandi, aku jalan menuju sumur. Begitu sampai di sumur, aku sangat
kaget sekali ‘gila, bidadari darimana, nih? Udah bejejer gini.’ Kataku, lirih.
Ternyata di sumur sudah banyak ibu-ibu yang sedang
ngantri untuk mandi. Karena memang dikampung gempol hanya ada satu sumur umum,
yang di gunakan untuk sekitar 200 kepala keluarga. Aku langsung geleng-geleng
kepala, aku gak percaya jika aku harus sabar untuk mandi. Aku duduk di depan musholah dekat sumur, sambil
senderan di pintu. Tiba-tiba, datang cewek dengan tubuh gemuk, gumpal, pendek,
rambut kriting, mata lebar, kulit putih yang menghampiri aku.
‘Ehhh, ak edi. Ku naon, aq. Duduk sendirian?’ kata cewek itu.
Yang awalnya mataku merem, kini langsung terbuka lebar
setelah melihat di sepanku ada kuda nil. ‘MASYAALLAH.’ Aku kaget.
Ternyata cewek itu tetangga kosan aku. Tepatnya anak
dari ibu kos, namanya NELI. Dia ini suka dengan aku dan sering ngasih makanan
untuk aku. Namun, aku tidak
suka dengan dia, aku hanya menganggap dia sebagai adik. Gak lebih.
‘Kamu ngapain berdiri di-depan saya, neli?’
‘Aq edi sendiri, ngapain duduk disini?’ Tanya balik neli.
Aku bingung dengan neli, ditanya malah nanya ‘kamu
ini, ditanya malah balik nanya. Saya
disini lagi ngantri buat mandil lah.’
‘Neli temenin, ya ?’ kata neli sambil cengar-cengir.
‘Gak usah! Aku bauk, badan aku keringetan.’
‘Gak pa-pa atuh a-aq kasep.’ Kata neli
sambil nyolek perut aku.
Aku geli dengan neli, pengen rasanya kabur tapi gak bisa
‘kamu ngapain, sih? Colek-colek. Sudah-sudah, pergi sana.’
‘Ah, aq kasep mah galak, pisan atuh. Nanti cepet tua-loh-kalo
marah-marah.’
‘Bodok!’
Gak lama terdengar suara aneh dari dalam rumah neli.
Setelah berulang-ulang teriak ternyata itu suara ibunya neli yang sedang manggilin
neli. Kemudian neli pulang karena dipanggil ibunya. Aku yang melihat neli jalan
dengan badan gemuknya, baju besar warna merah, serta sepatu kuda, kaku besar,
pipi menggumpal seperti kuda nil yang nyasar ke-darat. Aku Cuma geleng-geleng
kepala. Aku gak bisa bayangin, jika aku ditikam neli, kemudian di peluk, bisa
mampus karena gak bernafas.
Setelah hampir setengah jam menunggu, akhirnya tiba
saatnya giliran aku untuk mandi. Semua ibu-ibu dan bapak-bapak sudah selesai
mandi. Aku buru-buru masuk ke-kamar mandi, karena takut keduluan orang lagi. Aku senang banget saat itu, akhirnya aku bisa mandi
juga.
Di dalam, aku langsung membuka semua pakaianku, termasuk
celana dalamku. sambil siul-siul aku perlahan membuka satu persatu pakaianku. Setelah semua pakaian terlepas dari badanku, aku siap
untuk mandi. Dan malangnya, saat
aku hendak menimba air di sumur, ternyata airnya habis, tinggal sisa-sisa yang
banyak kotorannya. Dalam hati aku sangat dongkol banget, ingin rasanya teriak
namun aku takut digebukin orang sekampung. akhirnya aku memakai kembali pakaian
yang sudah menggantung di paku dinding. Terpaksa, aku harus mandi muka (alias
cuci muka saja).
Keluar dari kamar mandi, aku masih terus ngomel, rasa
jengkel menghinggapi kepalaku sore itu “badan
kotor, berkeringat, bauk, panas, ngantri lama, giliran waktunya mandi, air
malah habis.” Sambil aku jalan menuju kamar.
Ibunya neli sekaligus pemilik kosan yang sekarang aku
tempati, sebut saja namanya ibu FATIMAH. Sebenarnya beliau hendak bertanya,
kenapa kok muka aku ditekuk, ngomel-ngomel, bibir monyong-monyong, gak biasanya
aku seperti itu. Bu Fatimah mau nanya tapi takut, beliau takut kalo aku bakalan
marah atas pertanyannya. Tapi, disisi lain dia sangat cemas, dia sangat kasian
dengan aku. Ia fikir aku sedang ada masalah yang serius.
Bagi Bu Fatimah, aku sudah di-anggap seperti anaknya
sendiri, karena selain aku baik, aku juga ramah terhadap orang lain. Itu yang
membuat Bu Fatimah suka dengan aku. Dan yang lebih membuat Bu Fatimah suka,
karena beliau berniat menjodohkan aku dengan putrinya, yaitu NELI. (nasib ku).
Ke-esokan harinya, aku kembali melakoni kegiatanku
sebagai pedagang es kelapa di pasar. Pagi ini pasar terlihat lebih ramai,
banyak pengunjung yang datang, baik ibu-ibu, bapak-bapak, kakek, nenek, bahkan
anak kecil juga banyak. Aku melihat di sekeliling pasar, sebagian bahu jalan
semua tertutup oleh kendaraan baik bermotor maupun mobil, yang digunakan untuk
lahan parkiran. Ini yang membuat macet di pasar, banyak pengunjung datang,
lewat, berlalu lalang dijalan, namun jalan malah di gunakan untuk lahan
parkiran, membuat badan jalan menyempit, dan menimbulkan kemacetan, dibarengi
dengan brisiknya suara klakson pengendara yang tidak bisa sabar. Pemandangan jalan yang menyedihkan.
Pemandangan ini sudah biasa aku lihat sejak di bandung.
Ini sudah menjadi pemandangan yang tidak asing lagi. Namun, di kampung aku
tidak pernah melihat pemandangan seperti ini, bahkan tidak ada parkir di
pinggir jalan, apalagi sampai kemacetan. Itu tidak pernah terjadi di kampung,
karena jika motor di parkir di pinggir jalan, tak lama saja bisa hilang. Banyak
maling dan begal.
Aku bingung dengan fenomena di kota, kenapa pemerintah terkesan
cuek dengan ke-adaan ini? padahal mereka juga yang malu, jika nantinya ada
sesuatu yang terjadi dengan kotanya. Di kota besar, pendapatan seorang
tukang parkir, lebih besar dari pendapatan seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil)
di lampung yang kerjanya dikantoran. Bahkan, pedagang es kelapa seperti aku dan
yang lainnya saja kalah dengan pendapatan tukang parkir.
Tersirat dipikiran aku untuk menjadi tukang parkir.
Namun, itu tidak mudah, karena aku harus membuat perjanjian dengan PEMDA
setempat, atau pihak ke-amanan setempat, serta aku harus kenal dengan
orang-orang yang berkecimpung di dunia perparkiran. Tidak sembarang orang bisa
menjadi tukang parkir di pasar. Namun, aku mensyukuri dengan profesiku saat
ini, meskipun hanya menjadi tukang es kelapa. Se-enggaknya ini lebih baik
daripada nganggur.
Saat aku sedang melihat di sekitar pasar, dari jauh
aku melihat mamat. Aku melihat dia sedang jualan di area pasar. Dari jauh, aku
mencoba untuk memanggil mamat. Beberapa kali aku teriak manggil mamat, namun
dia tidak mendengar teriakanku. Kemudian
Mamat pergi, dan tidak terlihat lagi.
Dia jalan menyisiri pasar, dengan topi dekil, kaos
yang sudah kondor, serta celana jeans pendek yang sudah sobek-sobek, dan alas
kaki berupa sandal japit yang sudah sangat tipis.
Aku terus mencoba untuk manggil mamat, namun dia tetap
tidak dengar. Mamat semakin menjauh, aku yang sebenarnya ingin memberi tahu
mamat tentang profesi aku saat ini, terpaksa harus di tunda dulu, karena mamat
pergi. Dengan muka sedih, aku menunduk, sambil duduk di kursi panjang, tempat
para pelanggan biasa duduk.
Namun aku bingung, kenapa mamat jualan di pasar? Bukannya pasar adalah tempat
terlarang?
Gak lama kemudian, datang seorang laki-laki dengan
kemeja warna putih
bersih, dibalut dengan jaz warna hitam, dan dasi coklat yang
melingkar dilehernya, membuat laki-laki itu terlihat berwibawa. Laki-laki itu
menghampiri aku, dan memesan es.
Dan betapa kagetnya aku, setelah melihat laki-laki
itu. Ternyata beliau pak ridwan, yang sudah dua kali bertemu dengan aku. Begitu pun pak ridwan,
beliau juga kaget melihat aku yang menjadi penjual es kelapa. Dia bingung, satu
minggu yang lalu aku jadi pedagang asongan, namun dipertemuan kali ini, profesi
aku sudah berubah menjadi tukang es kelapa. Pak ridwan pun sempat bengong, dia
berfikir, jika aku bisa berubah profesi hanya dalam waktu satu minggu, jarang
yang bisa seperti itu. Dia juga
berfikir, jangan-jangan di pertemuannya selanjutnya, aku sudah menjadi bos.
Kemudian aku melayani pak ridwan, aku nanya-nanya, kok
bisa pak ridwan nyasar ke gubuk kecilnya. ‘pak,
bapak kok bisa nyasar di gubuk kecil saya ini?’ Tanya aku, sambil duduk
dikursi.
‘Saya juga gak tau. Namun, saya sempat bengong karena
kamu. Saya tidak percaya, kamu sekarang jadi tukang es. Padahal kemarin, saya
masih melihat kamu jadi pedagang asongan, namun satu minggu kemudian kok sudah
berubah.’ Kata pak ridwan. ‘Apa kamu merangkap pekerjaan?’ lanjut pak ridwan.
mendengar pak ridwan hanya tersenyum berkata begitu
aku hanya tersenyum. ‘Tidak pak. Saya sudah gak jualan asongan lagi, saya
sekarang jadi pedagang es kelapa muda. Saya kapok jadi pedagang asongan,
saya gak mau di tangkap polisi.’ Kataku polos.
Pak ridwan hanya mengangguk-ngangguk, sambil meminum
es-nya. Pak ridwan minum es sambil memandangi muka aku secara seksama. Dia
yakin, bahwa aku bisa sukses di kemudian hari. Ada jiwa pantang menyerah dalam
jiwa aku, pak ridwan bisa tau itu, karena beliau sarjana psikologi Yang
sekarang menjabat sebagai direktur utama diperusahaan miliknya sendiri. Maka
dari itu dia bisa membaca karakter seseorang.
Kami ngobrol-ngobrol sambil minum es, aku juga
menceritakan kenapa aku alih profesi. Sebenarnya, pak ridwan ingin sekali
memberikan aku pekerjaan di perusahaannya. Namun, ia harus tahan dulu, karena
dia ingin melihat seberapa kegigihan aku dalam mewujudkan impianku. Apakah aku
menyerah ditengah jalan, atau tetap berjuang sampai tujuanku tercapai. Dengan begitu beliau akan tahu bahwa aku memang
benar-benar sungguh-sungguh dan ulet.
Komentar
Posting Komentar