BAB 4
BAB
4
GAGAL
LOLOS SMPTN
Sebulan aku bekerja, kini aku sudah bisa mengumpulkan
uang yang lumayan, aku bisa menabung dan membeli handphone baru, meskipun
murah. Handphone akan aku gunakan untuk berkomunikasi agar lebih mudah dalam
berkomunikasi dengan teman-teman yang akan memberikan info apapun terhadap aku.
‘Pagi ed. Apa kabar?’ Tanya suci sambil senyum.
‘Eh suci, baik kok. Silahkan masuk.’
‘Kamu kok gak bilang-bilang mau kesini?’ Tanyaku sambil
duduk dikursi kayu.
‘Kan, kita udah satu bulan gak sekolah. Jadi, jarang
ketemu.’ Jawab suci, sambil menekuk bibirnya.
‘O-iya-ya. Aku lupa.’ Kata aku menepuk jidat.
‘Oya, katanya kamu punya hape baru ya?’ Tanya suci
dengan senyum-senyum ngeledek.
‘Kok kamu tau? Emang tau darimana?’
‘Kahhh.. itu gak penting. Mana, aku minta nomor kamu, biar bisa
aku hubungin, kalo ada pengumuman dari sekolah.’
‘Umm, iya. Ini.’
Akhirnya kami tukeran nomor hape lalu kami
ngobrol-ngobrol dengan canda tawa. Dari dalam, ibu membawakan dua cangkir
minuman, buat aku dan suci. Ibu sangat bahagia sekali dengaan kedatangan suci,
karena ibu juga suka dengan sosok suci yang sederhana dan baik. Ibu
mengharapkan suci jadi menantunya, (tapi mustahil).
Kami berdua jalan-jalan di sungai, buat mencari udara
segar sekaligus rekreasi. Dengan
menggunakan sepeda unta milik bapak,
kami berangkat ke sungai boncengan.
Ternyata suci berat banget, aku sampai harus mengeluarkan tenaga extra untuk
goes pedal sepedah. Suci bahagia sekali rasanya bisa jalan-jalan ke
sungai dan naik sepeda tua. Suci anak orang kaya, bapak dan ibunya guru semua. Jadi, sangat jarang sekali dia berkesempatan untuk
jalan-jalan ke sungai.
‘Ternyata kamu berat juga, ya? Kaki aku rasanya gak kuat
lagi, goes sepeda ini.’ Kata aku sambil meringis-meringis. Suci Cuma mesem-mesem.
‘Ahh, masak gitu aja gak kuat. Kan kamu cowok, jadi
harus kuat dong.’ Seru suci, sambil menutup mulutnya dengan tangan, karena
nahan tawa.
‘Aku si kuat-kuat aja. Tapi kayaknya, yang bikin berat dosa
kamu, deh.’ Kata aku dengan tawa yang lepas. Dari belakang, suci mukul pundakku
dengan muka ditekuk.
‘Huu, enak aja. Aku
kan baik, jadi dosanya dikit. Emang
kamu, jahat.’ Kata suci manja.
Sesampainya kami di sungai, kami langsung menuju tempat dimana
biasanya aku memancing dengan bapak. Suasana pagi dan udara yang masih segar, ditambah sura kicauan burung menambah suasana jadi indah,
membuat kami hanyut dalam dunia keromantisan. Gemericik suara aliran air yang jernih nan indah, membuat
hati serasa damai, pikiran tenang, dan jiwa serasa damai. Kami main siram-siraman air disungai, dan kejar-kejaran. Sampai-sampai kami gak sadar, jika sudah gandengan
tangan.
Meskipun kami sering bareng, namun kami belum pacaran,
mungkin suci suka dengan aku. Begitu pun aku. Siapa
sih yang gak suka dengan cewek pinter, cantik lagi. Namun, aku belum berani
buat ngomong ke suci kalo aku suka sama dia. Aku tidak mau gara-gara pacaran,
aku jadi lupa dengan tujuanku. Aku juga gak mau kehilangan sahabat yang baik
seperti suci. Itu alasan aku sampai detik ini belum menyatakan cinta kepadanya.
Pengumuman hasil tes SMPTN telah di umumkan dan
Seperti yang sudah ditafsirkan, aku gagal dalam ujian itu. Dengan berat
hati aku harus menguburkan dalam-dalam ke-inginan ku untuk kuliah tahun ini.
Dengan muka penuh kekecewaan, aku pergi kesungai dan merenungi yang telah
terjadi.
Di atas sebuah batu dan dibalik sejuknya udanya sore
hari di sungai, serta suara-suara burung yang berkicau ria, aku merenungi
nasib. Aku menangis sedih, karena aku harus menunda untuk melanjutkan kuliah
tahun ini. Aku tidak yakin, apakah tahun depan bisa kuliah, melihat ke-adaan
yang seperti ini, serba pas-pasan.
Apalagi jika dilihat aku hanya anak seorang penjual
gorengan, pekerjaan Cuma buruh deres karet, tidak punya tanah, rasanya itu
tidak mungkin terjadi. Kecuali ada keajaiban yang datang kepada ku. Aku mulai
bimbang, aku mulai tidak yakin dengan tujuan yang semula hendak aku capai.
Aku berfikir, “andaikan aku anak orang kaya. Pasti aku tidak harus
menunda kuliah, seperti ini dan harus sedih seperti ini.” Aku meneteskan air
mata, dan sesekali aku mengusap air mata yang hendak masuk kemulutnya.
Saat aku tengah duduk santai di atas batu. Aku melihat
se-ekor burung kecil yang hendak membuat sangkar. Aku melihat burung kecil,
dengan suara kecil, paruh kecil,
sayap kecil, dan kaki yang kecil, tapi
dia bisa membangun sangkar yang begitu besar dengan menggunakan rumput
alang-alang, yang tergolong rumput berat.
Mulai dari situ, semangat aku kembali berkobar. Aku
yakin, Jika burung sekecil itu bisa membangun sangkar yang cukup besar
sendirian, kenapa aku tidak? sebagai manusia yang diberi akal dan fikiran. Aku
yakin, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, selagi kita mau berusaha.
Meskipun itu terlihat mustahil. Namun, itulah kehidupan, sulit untuk ditebak.
BAB
5
BINGUNG
NYARI KADO
Dua hari menjelang perpisahan di-SMA, aku semakin gugup
dan bingung. Aku malu, aku minder, aku bingung, pasti di acara perpisahan yang
dibahas hanya kuliah, kuliah dan kuliah. Para guru-guru pun akan menanyakan hal
yang sama kepada muridnya. Pasti jika
setiap bertemu, mereka akan bertanya “mau kuliah dimana? Mau ngambil jurusan
apa?” dan akan selalu begitu sampai aku menjawab dengan muka sedih. “Aku tidak kuliah.
Aku gak punya biaya untuk melanjutkan kuliah.”
Hal-hal seperti itu yang membuat aku jadi minder. Aku
malu untuk bertemu dengan orang-orang. Aku juga minder untuk berkomunikasi
dengan oreang lain. Namun aku sadar, aku bukan kelelawar yang harus keluar
malam cari makan dan tidur di siang hari.
Meskipun aku akan ditanya-tanya dengan pertanyaan yang
membuat aku sedih, dengan senang hati aku akan menjawab dengan jujur. Aku tidak
akan malu-malu untuk mengatakan yang sebenarnya. Jika aku tidak lanjut kuliah.
Maka akan aku jawab demikian. Kebohongan akan membuat kita tidak pernah
dipercaya oleh orang lain.
‘Ed, gimana? Dua hari lagi kita ada perpisahan di
sekolah, kamu udah nyiapin kado buat dibawa ke sekolah, belum?’ Tanya arif
dengan roti yang memenuhi mulutnya.
Aku baru ingat, jika pada saat acara perpisahan kita
diwajibkan untuk membawa kado atau hadiah untuk kenang-kenangan. Aku bingung
banget, aku tidak tau kado apa yang pantas untuk aku hadiahkan di acara
perpisahan. Tidak mungkin aku ngado rumput, karena yang aku punya hanya rumput
sisa makan kambing.
Arif menatap ke-arahku dengan tajam. Bola matanya tidak
bergerak sedikitpun. Gak lama, dia menegakkan alisnya lalu berkata, ‘sudah. Gak
usah bingung. Ayo sekarang ikut aku aja.’ Arif memasukan roti ke dalam mulutnya
sehingga membuat mulutnya monyong-monyong karena dipenuhi roti. Arif mengajak
aku kesuatu tempat yang aku juga belum tau mau kemana.
Kehidupan di desa membuat aku tidak tau apa-apa. Yang aku
tahu hanya batang karet dan pohon sawit. Aku tidak tau pession, baju bagus, celana
bermerek, apalagi tempat untuk belanja baju. Satu-satunya tempat belanja baju yang aku tau adalah “OBRALAN” yang datang
setiap seminggu sekali di desaku. Obralan sarana terbaik bagi kami penduduk
desa yang jauh dari kota. Obralan
adalah mall bagi kami. Bedanya jika di obralan boleh utang (kredit). Kalo di
mall tidak bisa.
Kebutaanku terhadap dunia passion membuat aku katrok,
ketinggalan, cupu, dan tidak tau apa-apa. Arif
membawaku ke toko baju langganannya. Tokonya besar, lantainya bersih, baju yang
dipajang-pun banyak dan bagus-bagus, selain itu ada juga pegawainya dua
laki-laki dan tiga perempuan. Begitu mewahnya toko ini yang diberi nama Distro
Denim.
Pada saat akan masuk ke dalam, karena melihat lantai yang
sangat bersih, dengan muka polos aku melepas sendal japit yang aku pakai lalu
masuk. Namun, bukannya lebih baik, adegan melepas sendal malah menjadi lebih
buruk setelah orang-orang yang ada di dalam menetertawakan aku. Akumasih belum
sadar kenapa mereka bisa tertawa begitu. Namun, arif bilang kepadaku, bahwa
sendalnya boleh dibawa masuk, dan itu memang sudah hal biasa. Dari situ aku
baru sadar, jika mereka menertertawakan aku karena aku ndeso (katrok).
Begitu aku masuk ke dalam, aku langsung merasa minder
(aku hilang percaya diri). Gimana tidak. Arif membawaku ke toko baju yang besar dan bermerek. Satu hal yang
membuat aku khawatir. Apakah uang aku cukup untuk membeli satu baju saja?
Kalimat itu yang selalu terlintas di
pikiranku saat itu. Jika uang untuk beli baju di toko ini Cuma dapat 1, tapi jika beli di obralan
bisa dapat 5 baju dengan model yang sama. Tapi, kualitas berbeda.
‘Rif?’ Kataku. ‘Ini beneran tempatnya?’ Tanyaku gelisah.
Arif hanya manggut-manggut sambil senyum dengan mata
dikedipkan satu.
Kami memilih-milih, baju yang cocok buat dibawa ke
acara perpisahan. Menurut aku semua baju yang ada disini cocok, namun hanya
saja harganya yang tidak cocok dengan uang yang aku punya. Arif terus saja
meminta aku untuk memilih baju yang benar-benar cocok. Antara bingung dan takut
melanda pikiranku. Namun, secara tiba-tiba arif meminta pendapatku tentang baju
yang tengah ia pegang.
‘Gimana dengan baju ini?’ Tanya arif dengan menunjukan
bajunya ke aku.
‘Bagus. Bagus banget.’ Aku mengacungkan jempol.
Setelah aku mengatakan jika baju itu bagus. Kemudian arif memintaku untuk mencobanya. Dengan
bingung sedikit gak ngerti apa maksut arif aku menuruti kemauannya. Dan benar,
baju itu sangat bagus, aku jadi terlihat lebih ganteng memakai baju itu. Di
depan kaca aku muter-muter sambil senyum-senyum melihat diriku sendiri. Aku
tidak percaya jika aku sangat tampan menggunakaan baju bagus. Itu kataku
sendiri.
Setelah aku mencobanya, kemudian arif menginginkan
permintaan terakhirnya yaitu meminta agar aku menyimpan baju itu baik-baik. Ya,
arif memberikan baju aku untuk kenang-kenangan, karena dia akan kuliah di luar
kota.
‘Nah, ini cocok buat kamu. Modelnya simpel.’ Kata arif,
sambil mengukur ke badanku. Aku hanya terdiam dan bengong, tidak tau apa maksut
arif.
‘Ini maksutnya apa?’ Tanyaku bingung.
‘ini bagus banget kalo buat kado.’ Lanjut aku lirih.
‘Bukan, ini baju buat kamu. Ini kenang-kenangan dari aku, kan
bentar lagi aku kuliah di luar kota, kita pasti susah buat ketemu. Jadi, jika
kamu kangen sama aku, kamu bisa pakai baju ini,’ kata arif tersenyum.
‘Ahh, gak usah repot-repot juga kale. Kan, kita masih
bisa smsan.’
‘Udah, kamu gak usah banyak komen. Yang penting kamu
nurut aja sama aku.’ Kata arif santai. ‘gimana? Udah dapet baju yang cocok buat
kado belum?’ Lanjut arif sambil duduk dikursi megangin pinggangnya.
‘Sudah.’
‘Mana?’
‘Itu!’ Aku menunjuk salah satu baju.
Di sebelah ada baju yang membuat aku penasaran. Aku melihat sesuatu di baju itu. Aku melihat baju itu
bagus banget, meskipun modelnya simple. Tapi aku melihat ada sesuatu dalam baju
itu. Aku mendekati baju dengan warna biru muda yang berada
diantara baju-baju cewek. Aku ambil baju itu kemudian aku memilah-milah,
memastikan kalo baju itu memang cocok buat kado. Saat aku memandangi baju itu,
langsung pikiranku tertuju kepada suci. Aku akan memberikan baju itu untuk
suci, agar suci tidak lupa denganku jika kami harus terpisah karena ke-adaan
dan waktu. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Dan setiap perpisahan pasti
akan menyakitkan. Terus, kenapa harus ada pertemuan jika ujung-ujungnya
menyakitkan?
Aku mendekati arif sambil senyum-senyum dengan baju
cewek yang aku pegang. Begitu aku sampai dihadapan arif. Aku menunjukan baju
yang aku pilih untuk kado di acara perpisahan. Arif melihat ke-arahku dengan
mata melotot.
‘Kok kamu bawa baju cewek? Buat siapa? Buat rina?’ Tanya
arif sambil melihat baju yang aku bawa.
‘Bukan!’
‘Jangan bilang baju itu buat aku?’ arif menghela.
‘Ya bukanlah. Emang kamu banci?’ Arif
menggeleng-geleng dengan muka sedikit beloon.
‘Ini baju yang akan aku bawa di acara perpisahan besok,’ kataku mantap.
‘Ohhhh…’ Arif
menghelai napas.
‘Emang buat siapa?’ Tanya arif tiba-tiba.
‘Oh, ini buat suci. Aku mau tuker kado sama dia.’
‘Haaa… kamu suka ya, sama suci?’
Aku hanya diam sambil senyum-senyum. Aku malu
diledekin sama arif.
Di rumah. Aku memikirkan kenang-kenangan yang cocok untuk
arif. Aku inginn juga memberikan arif baju, namun aku malu jika baju yang aku
berikan tidak semahal yang arif berikan untukku. namun, jika aku tidak
memberikan sesuatu, apa yang akan diingat arif tentang aku. tapi, jika aku
memaksakan untuk membeli barang untuk arif. Aku tidak punya cukup uang. Namun aku memutuskan untuk tidak membelikan
arif hadiah. Kenapa?
“Sahabat,bukan dinilai dari apa yang telah dia berikan
untuk kita. Namun, sahabat adalah kesetiaan. Dimana saat duka ataupun suka,
kita selalu ada untuk sahabat. Sahabat untuk selamanya. Tapi baju, hanya untuk
beberapa bulan saja. Jika sudah bosan,pasti akan ditinggalkan. Sahabat lebih
berharga daripada baju.”
Jadi aku tidak akan memberikan hadiah untuk arif,
karena aku tidak punya cukup uang untuk membelikan hadiah. Namun, aku bisa
memberikan hadiah yang lebih berharga, dengan menjadi sahabat yang ada disetiap
arif membutuhkan aku.
BAB
6
PERSALINAN
KAMBING
Ternyata suci juga sedang kebingungan untuk mencari
kado yang pas. Dia tidak tau, kado apa yang hendak ia bawa ke sekolah.
Sebenarnya, suci ingin tukeran kado dengan aku. namun dia tidak tau, barang apa
yang cocok untuk aku. satu-satunya barang yang aku sukai dan cocok buat aku
hanya sepatu bola, karena aku hobi banget sama sepak bola.
Suci di hantui rasa gelisah yang membuat dirinya gak bisa
berfikir. Hati yang sedang jatuh cinta, serta perasaan yang semakin gelisah,
mengharuskan suci untuk memendam bahwa ternyata dia ingin mengatakan jika dia
cinta kepadaku. Sempat terlintas di pikirannya untuk menyatakan cintanya duluan
kepadaku. Namun itu tidak mungkin. Karena
dia seorang wanita, tak seharusnya seorang wanita menyatakan cinta kepada
laki-laki. Tuturnya dibalik kegelisahan yang semakin meninggi.
Suci mencoba untuk menenangkan dirinya dengan duduk
dikursi kayu panjang bewarna cokelat
yang ada di halaman rumahnya. Kakinya dilipatkan ke depan, matanya mendenga ke
atas sambil terus memikirkan barang apa yang akan ia berikan kepadaku, “barang apa,
ya? Masak aku kasih baju doraemon, kan gak mungkin.” Dalam renungannya ia
berkata. Kemudian, dia ingat jika aku hobi dengan sepak bola. Oleh karena itu,
dia memutuskan untuk membelikan aku sepatu bola sebagai kenang-kenangan
darinya.
Tanpa berfikir lama lagi, suci langsung beranjak dari
kursi dan berangkat ke toko olahraga untuk membeli sepatu bola. Dengan muka
penuh semangat, wajah bahagia, suci mengayun pedal sepedanya menuju ke toko
olahraga yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Panas terik mataahari,
serta kaki yang pegel mengayun pedal tidak ia rasakan. Cintalah yang membuat
semua itu tidak terasa. Begitu sampai di took, suci langsung
memilih-milih sepatuu bola yang bagus, tentunya dengan pengetahuan yang sangat
minim tentang sepatu bola. Begitu dia menemukan sepatu yang bagus. Satu hal
yang suci lupakan. Dia tidak tau ukuran sepatu bola yang biasa aku gunakan.
Muka kecewa sedikit murung kelar dari
wajah suci. ternyata cinta dikalahkaan dengan rasa kecewa. Dia merenung
sejenak.
“Tidak mungkin aku nanya langsung sama dia. Kalo aku
nanya, bukan surprize dong.” Suci terus merenung dan akhirnya dia menemukan
cara untuk basa-basi agar aku tidak curiga.
‘Hay edi. Oya, kalo boleh tau, berapa ya, ukuran sepatu
kamu?’ Tanya suci to the point melalui sms.
Aku bingung, tiba-tiba suci menanyakan hal demikian.
Tidak biasa cewek nanyaa ukuran sepatu ke cowok. Biasanya cewek yang minta
cowok untuk mengetahui ukuran kakinya. (Agar dibelikan sepatu).
‘Ukuran sepatu aku 40. Emang kenapa, ya?’ Tanyaku balik.
‘Gak apa-apa, aku cuma memastikan aja. Kalo kaki
yang paling besar itu adalah kaki kamu, heheee.. ‘
‘Ohh, kamu tu ada-ada saja.’
Setelah mengetahui ukuran sepatu aku. Suci langsung
membeli sepatu dengan merek nike warna merah muda yang ukurannya 40 tentunya,
sesuai dengan ukuran kakiku. Sambil
mengayunkan pedal sepedahnya suci senyum-senyum menuju ke rumah. Dia seneng
banget, akhirnya menemukan barang yang bisa membuat aku tidak melupakannya. Ia
berharap, saat di acara perpisahan nanti aku bakalan nembak dia.
Begitu sampai di rumah. Suci disibukan dengan kertas kado yang akan
digunakan membungkus kadonya. Rasa lelah mengayun pedal sepedah tidak ia
hiraukan. Yang dia pikirkan hanya bagaimana caranya agar dia terlihat sempurna
di mataku saat acara perpisahan tiba. Saking inginnya tampil sempurna, sampai
ia harus beberapa kali mengganti kertas kado yang sudah terpasang rapih.
Membuat kotak sampah yang ada dikamarnya dipenuhi dengan sampah kertas kado.
Setelah beberapa kali mengganti kertas, akhirnya suci
mendapatkan kertas yang benar-benar cocok digunakan untuk membungkus kardus,
yang didalamnya berisi sepatu bola. Suci menimang-nimang kardus itu, sambil
senyum-senyum. dia sudah tidak sabar ingin cepat-cepat tuker kado dengan aku.
namun, ia merenung sejenak dan berkata dalam renungannya.
“Apakah perasaan edi sama dengan perasaanku? Apa aku
hanya kege-eran saja? Aku tampil sempurna, apakah edi akan jatuh cinta
kepadaku?” Selalu seperti itu. Kata percaya diri perlahan pudar
dari dirinya.
Selain sepatu, suci juga akan memberikan buku-buku
yang ia gunakan sewaktu akan mengikuti tes di salah satu universitas di
Jakarta. Dia memberikan beberapa buku pelajaran dan buku-buku panduan, dia
yakin itu sangat bermanfaat sekali. “semoga, tahun depan kamu bisa melanjutkan
kuliah, seperti apa yang kamu impikan selama ini, dan menjadi orang yang
sukses, edi.” Kata suci, sambil memasukan buku kedalam kardus.
Jika suci disibukan dengan kertas kado dan sepatu. Di
rumah aku malah disibukan dengan kambing-kambingku yang akan melahirkan. Salah
satu dari dua kambing yang aku pelihara ternyata akan melahirkan. Kambing
adalah teman sekaligus harta bagiku dan keluargaku. Aku sibuk kesanaa kemari,
bak dukun beranak yang sedang mengatasi ibu-ibu yang akan melahirkan. Tak lama
kemudian, tiga bayi kambing yang masih imut-imut pun keluar dan berhasil
diselamatkan tanpa cidera sedikitpun. Dengan tlaten aku membersihkan darah yang
menempel di badan induk kambing.
‘Aduh, kok kamu nyusahin, si? Udah satu jam aku nungguin
kamu, tapi belom keluar-keluar juga bayinya.’ Aku ngomel sendiri.
Dengan suara lantang dan expresi muka jelek, sikambing
pun membalas omelanku. EEMMBBEEEKKK… Dan keluarlah satu anak kambing,
dari perut induknya. Aku melotot
lihat anak kambing yang keluar lewat ‘’-….. ?’’ Induknya.
Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya anak kambing
berhasil keluar dengan ke-adaan selamat. Tiga ekor anak kambing, akan menambah
jumlah kambing di rumah dan juga menambah jumlah rumput yang harus aku cari
untuk makan kambing. Aku seneng banget, akhirnya kambingku bertambah, jadi bisa
buat tabungan.
‘Sabar ya kambing, gak lama kok rasa sakitnya. Sabar,
nanti akan aku carikan kamu rumput yang banyak, biar ASK (Air Susu Kambing)
kamu banyak. Jadi anak-anak kamu sehat semua.’ Kataku sambil terlihat seperti
orang gila karena ngomong sama kambing.
Bowo memang teman yang paling mengerti aku. Dia paham
jika aku sedang sibuk banget, dia tau jika aku butuh bantuan. Dengan muka ceria
dia datang dan langsung membawakan air satu ember kecil. (Ingat, bukan buat
aku) tapi untuk memberi minum kambing
yang baru melahirkan. Dia tau banget, jika kambingnya memang sedang kehausan.
‘Ni, ed, airnya. Biar kambingnya minum.’ Seru bowo
dengan ember ditangan kanannya.
‘Oh, iya. Makasih ya.’ kataku sambil terus membersihkan
badan kambing. ‘Tolong di taro didepan kambing, ya?’
Di dapur, rina sedang menggoreng ubi hasil dari kebun
yang ditanam bapak. Dengan semangat pula, rina menggoreng ubi untuk merayakan
kelahiran anak kambing. Sesekali ibu memanggil aku untuk makan ubi goreng dulu.
Namun, sepertinya rasa bahagia membuat aku melupakan sejenak nikmatnya ubi
goreng. Aku tidak bisa meninggalkan kambingku, meskipun sudah bisa berdiri dan
bilang EEMMMBBEEEEKKKKK............................
Panggilan ibu menggoyahkan keteguhanku untuk menjaga
kambing yang baru melahirkan. Karena aku tidak mau dianggap sebagai anak yang
durharka, akhirnya aku turutin kemauan
ibu. Sebelum makan ubi, aku mencuci tanganku dulu yang sangat bauk dan kotor
kareana bergumul dengan kambinghampir seharian. Setelah tangan sudah bersih,
kini saatnya menyantap hidangan ubi goreng asli Indonesia.
‘Ubinya enak banget. Siapa yang nanem?’ Tanya bowo
sambil terus mengunyah ubi.
‘Bapak ku dong. Ini yang dikebun belakang itu. Kalo kamu mau, kamu bisa membawa pulang.’
‘Kak, kambingnya cewek apa cowok?’ tanya rina dari pintu
dapur.
‘Cewek dua dan yang satu cowok. Anaknya gemuk-gemuk lo,
liat geh.’ Jawabku dengan semangat.
BAB
7
PERPISAHAN
SMA
Hari ini tepat hari berlangsunngnya acara perpisahan
di SMA-ku. Aku dandan serapih mungkin, aku pakai baju yang paling bagus dari
yang aku punya, tidak lupa memakai minyak rambut agar terlihat lebih rapih.
Dengan penuh percaya diri aku akan memberikan kado
untuk suci. Sebagai tanda jika aku juga suka sama dia senenernya. Begitupun
suci, ia sudah mendesain kadonya sebagus mungkin untuk diberikan kepadaku. Di
dalam sebuah aula sekolah, semua murid-murid sudah kumpul, duduk berjejer di
kursi yang telah disiapkan. Banyak juga guru-guru yang telah hadir di dalam
ruangan. Serta ada juga adik kelas yang tengah membacakan puisi perpisahan di
atas panggung.
Aku dan arif datang terlambat. Karena selain kelamaan
dandan. Sesuatuyang membuat kami terlambat dikarenakan motor arif bocor saat di
perjalanan. Sehingga mengharuskan aku untuk nembel ban motor dulu. Dan
malangnya, saat itubelum ada tukang tambal ban yang buka. Ya, jam tujuh pagi.
Mungkin tukangnya juga belum bangun tidur. Menunggu orang yang sedang tidur
memang butuh kesabaran, apalagi dalam situasi yang terburu-buru. Aku duduk di
sebuah bengkel tambal ban. Kami menunggu bengkel itu buka sambil melihat-liht
apa penyebab ban bisa bocor. Namun, sudah hampir satu jam kami menunggu, tukang
tambal bannya tak kunjung bangun juga. Membuat arif yang anaknya tidak sabaran
berpikir kotor seperti: gedor pintu rumahnya, masuk lewat jendela, atau mencuri
kompesor yang ada di depan. Satu jam berlalu akhirnya tukang tambal bannya
bangun dan kami langsung meminta agar cepet-cepet di tambal.
Begitu sampai di sekolah, kami langsung masuk ke aula,
kemudian duduk disebelah temen sekelasku yang merupakan anak orang kaya namanya
Ayu. Seperti yang sudah diduga, semua teman-teman di dalam aula pada membicarakan soal kuliah. Dan
buat aku, simalang dari desa yang tidak bisa melanjutkan kuliah, hanya bisa
diam saja. Menundukan kepala sambil mendengarkan teman-teman bahagia karena akan
kuliah. Ingin sebenarnya aku pulang, namun tidak bisa, ingin rasanya jadi tuli,
namun tidak mungkin, ingin aku marah, tapi takut dianggaporang gila.
Satu-satunya temen yang mengerti dengan perasaan-ku
hanya arif. Dia mencoba untuk menghiburku dengan cara memanggil suci untuk
duduk di sampingku. Karena menurutnya, obat yang paling mujiarap untuk membuat
aku tersenyum hanya dengan kehadiran suci. Saat aku sedang menunduk lemas.
tiba-tiba suci datang dengan wajah yang penuh pesona sedikit menggoda.
‘Hey, ed.’ Kata suci berdiri dihadapanku. Aku langsung menegakkan badan dan melihat suci.
‘Suci? Kamu kok disini?’ Tanyaku bingung, ‘kapan kamu
datang?’ Aku lanjut nanya.
‘Barusan kok, belum lama.’ Kata suci duduk di sampingku.
‘Oya,
gimana kalo kita tukeran kado?’ Lanjut suci sambil menunjukan kadonya.
‘???’ Aku terkejut. ‘Ayuk, aku juga
sebenernya mau ngajak kamu tukeran kado.’ Kataku langsung.
Acara perpisahan dimulai. Sambutan demi sambutan mulai
berlangsung. Sambutan pertama dimulai dengan kepala sekolah, dilanjutkan dengan
sambutan wakil kelas tiga, dan sambutan-sambutan para guru yang lainnya,
kemudian yang terakhir perwakilan adik kelas. Setelah acara sambutan selesai,
barulah acara yang ditunggu-tunggu yaitu penyerahan slempang(selendang) untuk
semua murid kelas tiga yang akan lulus.
Dengan penuh suka cita, semua murid saling bercandaan.
Mereka senang-senang, acara jadi riuh saat tukeran kado. Mereka saling berebut
bungkus kado yang ukurannya besar. Berharap isi kadonya juga besar. Kemudian
acara dilanjutkan dengan penampilan band local. Kami semua sangat gembira riya,
(tidak termasuk aku). meskipun hanya dihibur dengan band local. ada yang
joget-joget di depan panggung, ada juga yang hanya duduk di kursi, ada juga
yang ngobrol sama pasangannya. Sedangkan aku Hanya duduk terdiam di bangku
belakang sendirian, tanpa pasangan dan tanpa teman. Satu-satunya sahabat yaitu
arif, sedang asyik joget-joget bersama yang lain di depan panggung.
Dari kejauhan aku melihat suci sedang ngobrol dengan
salah satu cowok yang tidak lain adalah putra dari kepala sekolah SMA-ku.
Kalian juga pasti tau. Bagaimana perasaannya kalo cewek yang kita sukai sedang
ngobrol sama cowok lain: jengkel, emosi, sedih, ilfil semuanya jadi satu. Saat
itu, ingin rasanya aku mendekati pria yang sedang ngobrol dengan suci. Ingin
sekali aku mukul mukanya atau gigit telinganya. Tapi aku sadar, aku bukan
siapa-siapa, bukan pacarnya atau sodaranya suci dan aku juga bukan kelelawar
yang gigit telinga orang. Aku hanya lelaki
lemah yang tidak bisa jujur terhadap perasaanku sendiri. Apakah kalian
merasakan hal yang sama jika di posisi aku? pasti jawabannya sama dengan yang
aku rasakan.
Sesekali suci melihat ke-arahku dengan muka sedikit
cemas karena dia tau aku pasti kecewa.
Sebenarnya suci ingin sekali menghindar dari lelaki itu, namun kepala sekolah
meminta dia untuk menemani anaknya. Ternyata kepala sekolah suka dengan suci,
dia ingin anaknya bisa pacaran dengan suci. Selain suci cantik, dia juga
merupakan siswi beprestasi dalam bidang akademik di SMA. Itu yang membuat pak
kepala sekolah suka dengannya.
Sebagai laki-laki lemah. Aku hannya bisa diam sambil
menahan rasa cemburu yang sangat, teramat dalam. Aku ingin sekali menghampiri
mereka.namun rasanya itu tidak mungkin. Wajar, jika suci dekat dengan anak kepala
sekolah, karena suci pintar dan cantik, anak guru lagi. Sedangkan aku, hanya
murid bego, yang tidak bisa apa-apa, dan hanya anak seorang petani biasa yang tidak jelas masa
depannya.mana mungkin suci, si cewek
sempurna bisa suka dengan aku. Hanya cewek gila yang mau dengan cowok seperti
aku.
Tak lama kemudian, suci datang mendekati aku. Suci
memilih meninggalkan lelaki itu dan menemani aku. dan sepertinya suci sudah
gila. dengan perlahan suci mendekati aku.
‘Ed, kamu tidak apa-apa kan?’ Tanya suci.
‘Um, aku gak pa-pa kok. Aku baik-baik saja. Kenapa?’
Tanyaku dengan muka cuek. Suci heran Melihat expresi mukaku yang tidak biasa.
‘Kamu kenapa? Kok mukanya gitu. Kamu lagi ada masalah, ya?’ Tanya suci sambil duduk
disampingku.
‘Aku gak pa-pa. kan aku sudah bilang, aku baik-baik aja.’
Jawabku ketus. Suci yang tidak tau apa masalahnya, hanya bisa diam dan bingung
dengan sikapku yang dingin.
Kami duduk berdampingan namun hanya diam-diaman, tanpa
ada obrolan yang berarti. Tak lama kemudian, arif datang dengan wajah ceria.
‘Hey semua,’ seru arif. ‘Lho, Ini kenapa? Kok pada diem-dieman?’ Tanya arif bingung. Aku dan suci
melihat ke-arah arif, kemudian kembali menunduk diam. Arif yang tidak tau
apa-apa semakin bingung, tidak tau apa yang terjadi dengan kami. Dia semakin
bingung, lalu sambil garuk-garuk kepala arif duduk di samping suci.
Aku mencoba menghindar dengan pergi ke toilet. Aku masih kecewa dengan suci. Rasa cemburuku masih
membekas di hatiku yang paling dalam. Dengan muka dingin aku beranjak dari
tempat duduk lalu pergi ke toilet.
Di toilet aku membasuh muka denga air. Berharap muka dan hatiku dingin setelah di usap dengan
air. Ya, rasa cemburu membuat tubuhku
terasa panas. Di depan pintu aula aku bertemu dengan guru yang sangat akrab
denganku yaitu ibu Hermin. Beliau adalah guru yang sangat akrab dengan aku.
soalnya, beliau yang selalu menagih tunggakan SPP-ku.
‘Ed, kamu mau melanjutkan kuliah dimana, le?’ Dengan santai.
Dengan sopan aku menjawab. ‘saya egak kuliah bu. Saya
belum punya uang, insyaallah, kalo saya sudah punya uang, saya akan melanjutkan
kuliah.’
Ternyata ibu hermin memaklumi alasanku. Dalam hati
beliau berkata “SPP aja nunggak terus. Kasian juga kamu le.”
Dengan bijak beliau memberikan suport untuk aku, ‘kuliah itu
memang penting. Namun, kalo kita tidak mampu, kita tidak harus memaksakan.
Belajar bisa kita dapat dimana saja, bukan hanya dabangku kuliah. Dijalan pun
kita bisa belajar, asal kita mau. Dan semoga, kamu bisa menabung dan bisa
melanjutkan kuliah kamu.tetap semangat.’ Sambil bu hermin memegang pundakku.
‘Iya bu. Doain saya, ya bu. Semoga saya bisa melanjutkan
kuliah, walaupun kekurangan.’ Kataku dengan muka sedikit sedih.
‘Tentu, tentu ibu akan mendoakan yang terbaik buat
kamu.’ Jawab ibu santai.
Kemudian aku kembali ke-ruang aula. Di dalam arif dan
suci sedang ngobrol. Membahas sikapku yang berubah jadi dingin terhadap suci.
suci tidak merasa melakukan salah terhadap diriku. Namun kenapa aku membenci
dia? Itu yang ada dipikiran suci.
Setelah acara demi acara berlangsung, tibalah saatnya
penutup untuk kemudian pulang ke rumah masing-masing. Acara ditutup dengan doa dari Pak Rahmat yaitu guru agama
di SMA. Setelah pembacaan doa penutupan selesai, kami pulang
ke rumah masing-masing. Begitupun dengan suci, dia pulang menaiki mobil warna
putih dengan sopir pribadi yang menjadi drivernya. Suci harus pulang dengan
perasaan sedih karena sikapku yang berubah. Dia masih belum percaya, jika aku
bisa bersikap seperti itu.
‘Kamu kenapa, si, ed?’ Tanya arif sambil nyetir.
‘Aku gak papa. Cuma kecapean aja kok.’ Jawabku dengan
muka kesal.
‘Hahh, aku tau. Pasti kamu cemburu, kan? Karena ngeliat
suci ngobrol dengan anak kepala sekolah.’
‘Kamu kata siapa? Sok tau!’
‘Tadi suci cerita ke aku. Dia bilang, kamu cuek dengan dia,
setelah kamu ngeliat dia ngobrol dengan anak kepala sekolah.’
‘Ah, gak tau ah. Udah buruan, keburu sore. Kambingku
belom tak kasih makan.’
BAB
8
MAKAN
MALAM BARENG GEBETAN
Seminggu setelah acara perpisahan, arif berencana
nlaktir aku dan suci buat makan malam di coffe. Sebagai tanda perpisahan Karena
arif akan pergi ke Palembang untuk kuliah disana. Selain itu, arif juga
mempunyai misi untuk memperbaiki hubunganku dengan suci. Karena dia tau, kami
hanya salah paham, padahal kami saling mencintai.
Siang itu, arif menelvon aku dan suci untuk mengajak
makan malam. Namun, suci tidak tau jika arif juga mengundang aku. begitupun
dengan aku yang tidak mengetahui jika suci juga akan datang. Ini sudah di atur
sama arif, dia sengaja tidak memberitahu kami karena akan dijadikan surprize.
Arif telah mempersiapkan semuanya, termasuk mendekor tempat agar terlihat
romantis, karena akan digunakan aku dan suci nge-date malam ini.
Dirumah, seperti biasa. Aku hanya mengurusi
kambing-kambungku tanpa pernah memperhatikan penampilan apalagi gaul. Yang aku
pikirkan hanya bagaimana bisa mendapatkan uang. (Bukan bagaimana aku membuang
uang).
Setelah selesai merancang tempat, arif langsung datang
kerumahku. Tanpa sepengetahuan aku. arif membawa aku kesalon, sebut saja
namanya Arafat Salon untuk merombak penampilanku agar terlihat lebih menarik.
Arif memang sahabat yang baik, bukan hanya merombak penampilanku. Tapi arif
juga telah menyediakan baju dan celana untuk aku pakai malam ini, dan itu
merupakan pakaian yang harganya cukup mahal.
‘Emang kita mau ngapain, si?’ Tanyaku
bingung. ‘Kan kita Cuma mau makan malam, biasa nya juga Cuma pakai
baju biasa gak perlu dandan kayak gini,’ tanyaku masih bingung.
‘Udah, gak usah banyak nanya. Kamu nurut aja sama aku.’
Seru arif, sambil mendorong aku masuk keruang ganti. Aku hanya diam dan
menuruti kemauan sahabat yang selalu memberi kejutan itu. Aku coba baju yang
disediakaan arif satu persatu, kemudian arif yang menilai apakah baju itu cocok
dengan tubuhku atau tidak. Hampir lima baju yang sudah aku coba, namun tak
kunjung ada yang cocok. Aku sampai hampir frustasi, aku bilang ke arif. Jika
aku memang tidak cocok pakek pakaian yang harganya mahal, yang cocok buat aku hanya
pakaian obralan di pasar. namun Arif terus saja memaksaku untuk mencoba baju
yang telah ia siapkan untukku. Dan akhirnya, di baju yang ke-7, baru aku
mendapatkan baju yang cocok dengan badanku yang tidak terlalu tinggi ini.
Begitu aku
pakai baju itu, dengan kagum arif memuji penampilanku, ‘waaaawww…..’
‘Na, kalo kayak gini-kan. Kamu kelihatan ganteng.’ Arif sambil
membenarkan kerah bajuku. Aku
tersipu malu arif memuji aku seperti itu. Apalagi dengan sebutan ganteng, itu
sudah menjadi nilai plus sendiri but aku.
‘Ah, kamu bisa aja. Jangan-jangan kamu naksir lagi, sama
aku?’ Tanyaku lalu
tertawa.
‘Hah? Kampret kamu. Emang aku gak normal apa, naksir kamu.’ Arif menyangkal
sambil menepuk pundakku.
Setelah perombakan penampilan selesai, kami langsung
menuju ke coffe yang telah di sediakan arif. Arif membawaku ke coffe yang belum
tau dimana tempatnya. Dalam hati aku
bertanya: Kenapa kok arif tidak dandan seperti aku, ya? Dia malah
menggunakan baju yang tadi siang sudah dia pakai?
Begitu sampai di coffe, arif memintaku untuk duduk di
kursi yang telah di siapkan. Desainnya pun beda dengan kursi yang lainnya. Di
meja diberi lilin, serta lampu hias yang meligkar di atas meja. Dengan muka
masih kebingungan, aku duduk di kursi. Gak lama Kemudian arif pamit untuk pergi
kebelakang.
Di belakang, arif memastikan jika suci benar-benar datang
malam ini. dia menelvon suci, namun tidak diangkat-angkat, arif mulai cemas,
karena suci tidak mengangkat telvonnya. Tidak lama kemudian suci datang. Dengan
gaun warna biru yang sangat indah, dengan hiasan bondu merah di rambutnya.
Membuat mata yang melihatnya terpesona oleh kecantikannya. Di balik pintu, suci
melihat aku yang tengah duduk dikursi dengan penampilan yang sangat berbeda.
Suci terkesima melihat penampilanku malam ini.
Aku melihat suci berdiri di depan pintu justru malaah
malu sendiri. Aku sedikit kaget, kenapa bisa ada suci disini? Aku menunduk
malu, aku tidak ingin suci melihatku dengan penampilan seperti ini. aku
menunggu arif, namun dia tak juga kunjung keluar dari toilet. Begitupun suci, dia melihat disekeliling namun arif
tidak ada, yang ada hanyalah aku.
Kemudian arif sms suci untuk duduk bersama aku dalam
satu meja. Ternyata ini semua
sudah dirancang oleh arif. Dia ingin hubunganku dengan suci bisa harmonis lagi,
malah dia berharap diantara kami ada setatus (pacaran).
Dengan malu-malu, suci duduk didepanku. Hatiku semakin deg-degan meliahat suci tiba-tiba duduk
di depanku. Aku tidak tau mau ngomong apa. Yang aku bisa hanyalah menelan
ludah, menahan jantung yang sangat berdebar kencang. Urat nadi dari atas sampai
bawah berhenti berfungsi. Suci malam ini beda banget, dia terlihat lebih cantik
dan lebih anggun. Ini merupakan penampilan terbaiknnya. Aku sangat kagum dengan
penampilan cewek yang sangat aku cinta.
‘Suci, kamu kok disini?’ Tanyaku tegang.
‘Kamu juga kok disini?’ Tanya balik suci. aku semakin
bingung. Sebelum akhirnya kami menyadari
bahwa ini merupakan rencanya arif untuk mempersatukan kami lagi. Dua menit
berhadapan, mulutku mulai bisa dibuka, serta lidah yang mulai bergoyang untuk
berbicara. Aku mulai memuji penampilan dia malam ini dengan kata-kata yang apa
adanya. Begitupun suci, dia tidak ingin kalah. Dia memuji
penampilanku sampai membuat aku kege-eran.
‘Kamu cantik banget malam ini. Aku aja, sampai
pangling.’ Kataku memuji.
‘Kamu juga, kamu beda banget. Kamu terlihat lebih fres,
dan ganteng banget. Beda banget dengan biasanya.’ Suci balik memuji sambil senyum.
Aku seperti melayang di atas awan. Suasana semakin
romantis.
Kami mulai menikmati obrolan malamini. Yang tadinya hanya
diam-diaman, bicara sepatah demi patah sampai akhirnya panjang lebar entah
kemana arahnya. Tidak ada lagi rasa cemburu dihatiku, yang ada hanya rasa
kagum. Dari jauh ternyata arif ngintip kami. Dia melihat kami berdua bisa akur
lagi sangat senang sekali. Se-enggaknya dia bisa memberikan sahabatnya sesuatu
yang sangat berharga, sebelum dia meninggalkan aku buat kuliah di Palembang.
Gak lama kemudian, pelayan pun datang membawakan minum
dan setangkai mawar yang diberikan ke-aku untuk suci. Sumpah, malam ini aku
sangat gugup banget. Ini pertamaa kalinya aku nge-date dengan cewek. Aku
bingung mau ngapain. Apalagi harus memberikan setangkai mawar untuk cewek. Yang
aku bisa hanya memberikan satu karung rumput untuk kambing. Dengan muka polos
aku bertanya kepada diriku sendiri
‘apakah aku harus makan mawar ini?’
Tiba-tiba Arif sms aku. Di dalam sms itu, arif meminta
aku untuk memberikan mawar itu ke suci. awalnya aku menolak karena aku malu.
Namun, berkat dorongan dari arif, akhirnya aku coba untuk berani, meskipun
terkesan malu-malu. Dengan
malu-malu, aku memberikan mawar merah itu ke suci. suci bahagia banget, dia
bukan hanya ingin diberikan mawar olehku. Tapi dia juga ingin aku memberikan
cintaku untuknya. Namun, seperti yang sudah aku ceritakan, aku hanya anak
seorang petani biasa. Jadi tidak mungkin aku pacaran dengan suci. jika pun itu
terjadi, pasti ada yang menentang hubungan kami.
‘Umm, ini mawar buat kamu.’ Kataku sambil memberikan
mawar ke suci, dengan nada kaku.
Dengan wajah berseri-seri suci menerima mawar pemberianku
kemudian dia mengatakan. ‘Terimakasih, kamu cowok pertama yang memberikan mawar
merah buat aku.’ Kata suci, sambil mencium mawar itu.
‘Kamu kok tau kalo aku suka dengan mawar merah?’
Hening. Aku bingung mau jawab apa.
Arif gak mau
mengganggu kencan kami, dia memutuskan untuk pulang saja agar kami bisa lebih
santai. Semua pembayaran sudah di atur sama arif. Jadi, aku makan dan minum
gratis di coffe itu. Sebut saja “COFFE ABADI”. Aku bahagia banget malamini. Aku sangat
berterimakasih dengan arif. Karena dia sudah merencanakan semua ini. Arif
merupakan sahabat terbaiku. aku tidak tau, bagaimana cara membalas kebaikan
arif terhadapku selama ini.
Ternyata obrolan kami telah melupakan jika waktu sudah
sangat malam. Kami terhanyut dalam obrolan yang sangat asyik, ditambah lagi
dengan suasana romantis, membuat kami sangat betah berlama-lama di coffe.
Akhirnya kami berdua pulang. Kebaikan arif tidak berhenti disitu saja, dia
membekali aku sepedah motor agar aku bisa mengantarkan suci pulang. Begitu
sampai di-depan gerbang rumah suci. aku langsung pamit pulang, karena aku masih
merasakan gugup pada diriku. Sebelum pulang, aku menyempatkan mengucapkan
sepatah kata, untuk memberikan kesan perhatian. ‘selamat malam dan selamat tidur, ya? Semoga mimpi
indah.’ Kataku malu-malu.
‘Iya, makasih. Kamu juga hati-hati dijalan. Jangan ngebut-ngebut,
udah malam.’ Kata suci dengan mawar merah ditangannya.
Dirumah, arif sudah menunggu kepulanganku. Dia menunggu
aku sampai hampir ketiduran. Begitu aku
sampai dirumah arif, aku langsung masuk dan teriak bahagia.
‘Arif, kamu kimana?’ Seruku dengan wajah ceria.
‘Apa sih? Teriak-teriak.’ Kata arif kaget.
‘Terimakaasih sahabat, kamu baik banget. Aku jadi hutang
banyak sama kamu.’ Kataku sambil memeluk arif tiba-tiba. Arif yang bingiung,
mencoba melepaskan pelukan ku, namun pelukanku nampaknya terlalu kuat untuk
bisa dilepaskan.
‘Ed, udah malam, lo. Nanti kalo ada yang liat, dikira
apa-apa lagi,’ kata arif dengan muka sedikit was-was takut ada yang
ngeliat.
‘Hehee.. sory. Habis, aku bahagia banget malam ini.’ Aku melepaskan
pelukan.
‘Itu, hadiah dari aku buat kamu. Kan besok aku sudah
berangkat ke Palembang, jadi pasti lama kita gak ketemu. Makannya, aku
memberikan hadiah yang tidak bisa kamu lupakan.’ Kata arif sambil memegang
pundakku dengan kedua tangannya.
‘Makasih sahabat.’ Aku kembali memeluk arif. Dengan muka
dongo arif menikmati pelukanku yang kedua.
Ke-esokan paginya, aku mengantarkan arif ke loket bus
yang akan membawa dia sampaai di Palembang. Arif akan berangkat ke Palembang
tepat pada pukul 07.00. Melihat bus-bus besar lewat dihadapanku, aku jadi
berfikir, jika suatu saat nanti aku bisa naik mobil itu, dengan tujuan jogja
untuk kuliah, pasti akan terasa indah sekali. Sambil bengong, mulut menganga
aku menghayal. Sampai arif ngajak aku ngobrol, namun aku tidak mendengarkan
arif. Karenaa aku sedang fokus dengan
dunia khayalku. Merasa dicuekin, arif mukul pundak aku dengan tiba-tiba
sehingga membuat aku kaget.
‘WOYY...... Ngelamun aja. Ngelamunin apa’an, sih?’ Seru arif.
‘Egak, bukan apa-apa.’ Aku menutupi.
‘Itu, bus-nya udah datang, aku mau berangkat dulu, ya?’
kata arif. ‘kamu baik-baik disana, jangan aneh-aneh, jangan pernah melupakan
aku disini, ya?’ kataku sambil memeluk arif.
‘Iya, aku gak bakalan lupa sama kamu. Tenang aja sahabat.’ Kata arif. ‘tapi, tolong lepaskan pelukanmu. Kamu
sudah tiga kali meluk aku, malu dilihatin banyaak orang.’ Arif lirih.
Kemudian arif masuk bus. Di dalam dia duduk di deket
jendela. Kami dada-dadaan seperti layaknya orang yang akan bepergian. Aku sedih
karena ditinggaalkan sosok sahabat yang begitu aku sayangi. Seiring berjalannya
bus, air mataku pun mengiringi kepergian bus yang di dalamnya berisi sahabat
baikku yaitu arif. Dalam hati aku berkata “suatu saat nanti, jika aku menjadi
orang sukses, aku tidak akan pernah melupakan-mu sobat.”
Dua hari setelah kepergian arif, hari ini aku harus
melihat sahabat segaligus wanita yang aku cintai pergi meninggalkan-ku untuk
kuliah di Jakarta. Ya, suci akan pergi ke Jakarta karena dia melanjutkan kuliah
disana.
Kesedihan karena Kemarin harus melihat arif
pergi belum sembuh. Kini gentian suci yang pergi meninggalkan aku. membuat aku
kehilangan kedua sayapku. Semua serasa hampa tanpa kehadiran dua sahat itu. Namun, apa bisa
dikata. Keadaan mengharuskan kami terpisah. Suci gadis yang aku cintai dan
sayangi pergi meninggalkanku sendirian. Sekarang, tinggal ada aku sendiri,
tanpa ada suci dan arif yang selalu memberi support buat aku jika sedang
bersedih. Aku seperti burung yang tidak
memiliki sayap
Komentar
Posting Komentar